🍀
Tatapan dan senyuman tidak pernah lepas sedikitpun dari mereka yang kini duduk menikmati pagi dengan saling berhadapan. Itachi yang menopang dagu dengan sebelah tangannya sedangkan satu tangannya lagi sedang melakukan kegiatan manis, memainkan helaian merah muda indah yang tergerai indah.
"Apa hari ini kau sibuk?" Sakura berusaha mengalihkan perhatian Itachi agar lekas melepaskan tangannya yang terus memainkan rambutnya. Sakura bukan tidak suka tapi ia malu karena beberapa pelanggan cafe terlihat beberapakali memperhatikan mereka.
"Hm, sepertinya hanya memenuhi janji sepupuku." Jawab Itachi yang ingat akan ajakan Shisui dan pagi ini sepupunya itu kembali mengirimnya pesan.
"Minumlah." Sakura mengangguk mengerti dan menyuruh Itachi meminum kopinya yang bisa-bisa dingin jika di diamkan seperti itu.
Itachi menurutinya, meminum kopi miliknya dengan perlahan.
"Bagaimana denganmu?"Itachi balik bertanya ingin tau apa jadwal Sakura hari ini.
"Aku akan menemui Onii-chan." Jelas Sakura yang ingat akan janjinya yang harus dipenuhi.
"Aa, souka." Itachi kengangguk mengerti. Sakura sudah menjelaskan tentang pria yang dulu mampir dan membuatnya tidak nyaman. Ya tidak nyaman karena ia tidak suka interaksi mereka. Tapi setelah Sakura mengatakan siapa dia sepertinya ia paham.
"Sakura." Itachi menarik tangan Sakura untuk digenggamnya. Pria Uchiha itu mengelus permukaan tangan yang sepertinya akan selalu ia rindukan akan sentuhannya. Kedua sudut bibirnya terangkat saat membayangkan apa yang terjadi semalam membuatnya yakin apa yang harus diperjuangkan.
"Ya?" Sakura mendapat perlakuan manis seperti ini pun tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Ia sangat bahagia dan entah apa yang akan terjadi setelah malam ini.
"Bisakah kita bersama?" Tanya Itachi yang semakin mengeratkan genggamannya. Pria itu melanjutkan ucapannya, "apapun yang terjadi bisa kah percaya kepadaku?"
Mendengar ajakan itu tentu membuat Sakura sangat bahagia hingga ingin rasanya ia menangis karena terharu. Tapi tentu tidak mungkin karena ia berusaha menahannya. Tapi ucapan terkahir ia tidak mengerti apa maksudnya.
"Kenapa kau berbicara seperti itu?" Tanya Sakura yang entah kenapa jika sesuatu akan terjadi kepada mereka. Tapi sepertinya itu hanya perasaannya yang terlalu berlebihan kan? Sakura membatin menyangkal pikiran negatif yang mulai datang.
"Tidak. Hanya ingin kau percaya padaku, itu saja." Itachi tersenyum kembali mengelus punggung tangannya Sakura dengan gerakan pelan sedangkan tatapannya terus tertuju kepada tangannya dan tangan Sakura yang saling bertaut.
Dan Sakura tau jika Itachi berbohong jika ia sedang baik-baik saja karena yang ia rasakan dari sentuhannya ialah rasa ingin melindungi dan tidak ingin kehilangan.
Bisakah Sakura berharap untuk tetap bersama Itachi tanpa beban akan janji konyolnya yang harus dipenuhi? Bisakah Tuhan mengabulkannya untuk kali ini? Batin Sakura berujar penuh harap.
Dan Sakura mengangkat kedua sudut bibirnya membentuk senyuman menyakinkan. "Aku percaya karena kau orang yang aku..." Sakura menghentikan perkataannya karena rasa gugup menyerangnya tiba-tiba. Mengalihkan pandangannya, Sakura melepaskan tangannya lalu meraih coffee latte miliknya dan meminumnya perlahan.
Melihat sikap Sakura membuat Itachi terkekeh pelan. Lihat saja, bagaimana gadis itu sangat menggemaskan saat malu seperti ini dengan kedua pipinya yang bersemu merah.
"Aku juga." Itachi menjawab seakan tau apa yang akan Sakura katakan tadi dan iapun mengatakan jawabannya, memastikan jika ia pun sama halnya dengan Sakura.
"Haish aku malu." Sakura meringis karena wajahnya yang terasa panas apalagi pikirannya yang tidak bisa dicegah saat kembali mengingatkannya pada kejadian semalam.
.
.
.
Shisui tidak pernah menyangka jika apa yang dikatakan Jiji adalah benar.
Lihat saja, bagaimana sosok yang sempat hilang kini muncul kembali.
"Izumi-san."
Gadis manis yang kini mengenakan Coat merah dengan syal putih melingkari lehernya tersenyum dengan satu tangan terangkat melambaikan tangannya.
"Lama tidak bertemu Shisui-kun?"
Shisui pikir Jiji hanya mengada-ada karena setahunya Izumi sudah memutuskan pergi dari Jepang.
"Kenapa kau kembali?" Shisui berusaha menahan ketenangannya. Ia sangat tau tabiat gadis ini. Setelah lama pergi kenapa sekarang dia memutuskan kembali.
"Uchiha-sama memintanya." Izumi tersenyum miris kala melihat pandangan Shisui padanya yang membuatnya sakit hati. Pandangan itu tidak pernah berubah sejak dulu.
"Kenapa kau mau?" Tanya Shisui yang mengalihkan kekesalannya dengan mengambil secangkir kopi pesanannya.
Pertama ia bingung dan tidak percaya jika yang mengirimi pesan adalah Izumi. Tapi saat mengingat perkataan kakaeknya membuatnya tau alasan kembalinya Izumi ke sini.
"Karena aku belum berubah." Ujar Izumi yang tersenyum simpul mengatakan kondisi perasaannya yang sama sekali tidak berubah.
Bukan bentuk fisik ataupun itu yang Izumi maksud, Shisui sangat tau itu. Gadis itu masih mencintai Itachi seperti dulu.
"Tapi dia sudah memilki kekasih Izumi." Tidak ingin menceritakan panjang lebar atau mengatakan alasan berbelit-belit, Shisui hanya ingin Izumi tau apa yang terjadi kepada Itachi saat ini.
"Tidak mungkin!" Izumi menggeleng kuat menyangkal perkataan Shisui barusan.
"Kenapa kau tidak melepaskan dia Izumi?" Shisui prihatin. Sudah jelas Itachi tidak mencintainya dan hanya menganggapnya seperti adiknya yang harus dilindungi, tidak lebih.
"Jiji sudah memutuskan Itachi akan jadi milikku asal..." Izumi menghentikan perkataan membuat Shisui menatapnya curiga karena gadis ini sekarang terlihat mengalihkan tatapannya agar tidak bisa terbaca.
Bukan tidak tau, Shisui sungguh tau apa yang terjadi sekarang karena Jiji sudah mengatakannya. Tapi ia tidak menyangka jika gadis itu adalah Izumi... Kenapa?
"Lebih baik lepaskan Itachi agar kau tidak kembali terluka Izumi."saran Shisui untuk Izumi yang kini nampak kesal.
"Apa karena gadis itu?"
Shisui mengedipkan matanya saat mendengar pertanyaan Izumi. Jangan bilang jika....
"Kau mengenalnya?" Tanya Shisui dengan satu alis terangkat. Ia sendiri belum tau siapa gadis yang dicintai Itachi saat ini karena Itachi belum memperkenalkannya.
Izumi mengangkat kedua bahunya angkuh. Lagipula Jiji memintanya untuk menjadi tunangan Itachi walaupun dengan beberapa syarat.
"Tidak." Izumi menjawab acuh.
Dari nada bicaranya Shisui sangat tau apa yang akan dilakukan Izumi. Shisui tau dari tatapan itu, sangat tau jika gadis di depannya ini masih sama seperti dulu.
"Ku peringatkan jangan melukai siapapun lagi Izumi atau Itachi akan tau alasan kau pergi selama ini!" Ancam Shisui yang tentu tidak berpengaruh kepada Izumi yang menampilkan senyuman lebarnya.
"Kau berlebihan," Izumi mendengus akan ancaman Shisui kepadanya. "Aku ingin memulai hidup yang baru apa itu salah?" Tanyanya yang kini berubah sedih.
Namun nampaknya Shisui tidak ingin terpengaruh begitu saja akan ucapan gadis ini karena ia sangat tau wataknya. Bagaimana dulu ia akan melakukan apapun kepada sesuatu yang menghambatnya termasuk gadis yang diketahuinya menyukai Itachi.
"Hn, aku akan mengawasimu!" Dan Shisui benar-benar serius mengatakannya karena keyakinannya masih sama, tidak berubah tentang Izumi.
Monster. Sosok menyeramkan dari segala akting lugunya namun sialnya Itachi terus menolongnya karena janjinya kepada mendiang Izana, kakak Izumi yang meninggal karena menolong Itachi.
"Terserah."
.
.
.
.
Langit gelap saat hujan turun dengan derasnya tak membuat gadis itu beranjak dari samping kuil sejak tiga jam lalu. Ia memeluk kedua lututnya dengan perasaan takut tapi ia tidak menangis ataupun menjerit karena takut akan petir yang datang saling bersahutan.
Apa yang dilakukannya hanya menunggu Ibunya, seperti kata sang Ibu yang sudah sebulan berlalu.
"Kenapa diluar, kau bisa basah."
Suara asing nyatanya tidak membuat gadis itu menoleh. Tatapannya terus terfokus melihat hujan di depan sana, seolah jika ia berkedip saja maka sang Ibu akan menghilang tidak datang, lagi. Ia tidak mau.
"Kau sedang menunggu?"
Sebuah payung melindunginya dan seseorang berjongkok disampingnya membuat gadis itu akhirnya menoleh.
Sosok anak lelaki yang lebih tinggi darinya tersenyum dengan tangan memegang payung yang melindungi mereka saat ini. Anak lelaki itu tidak menoleh kepadanya, dia pun kembali melihat hujan sama seperti yang dilakukannya.
"Aku suka hujan tapi benci musim dingin." Anak lelaki itu mulai berbicara masih dengan memandang hujan yang tak kunjung reda. Dia melanjutkan,"apa aku benar jika kau sedang menunggu?"tanyanya.
Awalnya gadis itu hanya diam mengawasi, tapi saat kembali memandang hujan ia ingat akan sosok sang ibu.
"Ya." Akhirnya gadis itu bersuara membuat anak lelaki yang ikut berjongkok disampingnya perlahan menoleh.
"Jika hari ini tidak datang apa kau tetap akan menunggunya?"
Gadis itu hanya mengangguk menjawabnya.
"Jika besok kau akan menunggu lagi aku akan menemanimu, bagaimana?"gadis itu akhirnya menoleh setelah anak lelaki itu berkata seperti itu.
Mendapat tatapan seperti itu membuat anak lelaki itu tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya menciptakan sebuah senyuman disana.
"Janji?" anak lelaki itu menyodorkan kelingkingnya yang hanya ditatap gadis itu tidak mengerti.
Mengerti jika gadis itu tidak mengerti ajakan janji kelingking, anak lelaki itu meraih tangan mungil itu lalu mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking gadis itu.
"Besok dan selamanya aku akan menemanimu." Ujarnya yang kembali tersenyum lebar membuat gadis itu pun ikut tersenyum.
"Janji?" Tanya gadis itu yang akhirnya membuka suara membuat anak lelaki itu mengangguk yakin.
"Ya, aku janji."
.
Sakura membuka kedua matanya dengan keringat yang mebanjiri wajahnya.
'mimpi itu lagi.' keluhanya yang kembali bermimpi itu namun kali lebih panjang dan sialnya hampir saja ia melihat jelas sosok anak lelaki itu.
"Apa itu kepingan memoriku?" Tanyanya kepada diri sendiri yang semakin merasakan jika mimpi itu seperti nyata dan pernah dialaminya.
"Kau sudah bangun baby bear?"
Suara yang amat dikenalinya terdengar setelah pintu kamarnya terbuka. Sang kakak dengan pakaian formalnya berjalan mendekat dengan nampan berisi makanan ditangannya.
"Saatnya makan siang Baby bear," Sasori meletakan nampan itu pada kasur setelah ia pun duduk disamping kasur. Ia memberikan senyuman tipis saat sang adik semata wayangnya masih diam.
"Bagaimana kencanmu kemarin?" Tanyanya yang kini menarik tangan Sakura agar bangun.
"Hm, apa hari ini tidak bisa dibatalkan?" Sakura meraih meja kecil /nampan berisi makanan yang dibawakan sang kakak dan mulai menyantapnya.
Sayangnya Sasori menjawab dengan gelengan membuat Sakura menghela napas pelan.
Pikirannya merasa terbebani sekarang. Ini sudah janjinya di awal, ia harus menepati. Ia menyesal sekarang karena bertemu dengan Itachi terkahir bukan sejak awal.
"Mungkin akan mudah batal jika dia tidak menginginkannya baby." Sasori mengambil sumpit dari Sakura lalu mengambil alih, ia yang kini menyuapinya.
Mendengar itu Sakura bisa pastikan jika pria itu menyutujuinya. Tapi kenapa? Di zaman sekarang apa dia masih percaya tentang perjodohan ini daripada mencari orang yang dicintainya? Menyebalkan.
"Dasar pria bodoh. Kenapa tidak mencari orang yang dicintainya ketimbang mengiyakan perjodohan ini." Ujar Sakura yang sebal disela kunyahannya.
"Hei telan dulu dan tidak baik mengatai orang saat kau sedang makan baby." Sasori terkekeh geli melihat adiknya yang kembali. Sakura akan jadi penurut saat ia didepan orang yang disukainya tapi gadis ini tidak akan segan melakukan apa yang dia mau jika menurutnya itu benar untuknya.
"Aku kesal!"
Tuh kan! Sekarang Sakura merengek setelah satu menit mengatai orang.
"Makan dulu," Sasori kembali menyodorkan sumpit yang sudah terjepit potongan ayam disana. Ia jadi kembali teringat akan yang selalu ia lakukan (menyuapi Sakura) saat orang tuanya tidak berada dirumah, ia yang selalu menjaga Sakura kecilnya.
"Onii-chan bantu aku." Untuk kali ini Sakura benar-benar memohon membuat Sasori kini menatapnya penuh. Akhirnya Sakura memintanya, tidak saat sang adik yang menjalin hubungan dengan Sai dulu.
"Apa yang kau inginkan?"
Sakura menghembuskan napasnya kemudian menatap sang kakak penuh permohonan,"aku mencintai orang lain."
Dan Sasori hanya tersenyum menanggapinya.
"Aku tau."
"Kau tau?" Sakura memekik dalam keterkejutannya. Ia tidak pernah mengatakan apapun tentang Itachi namun sang kakak kembali mengetahuinya, sama seperti dulu saat ia dengan Sai.
"Jadi...apa yang harus aku lakukan?" Tanya Sakura penuh harap akan ada solusi dari sang kakak.
Namun saat ia sudah yakin sang Kakak justru mengatakan hal yang membuat mood Sakura buruk seketika.
"Untuk sekarang penuhi janjimu dulu, setelah itu hanya meunggu takdir tuhan." Jelasnya membuat Sakura langsung mengambil batal dan melemparkannya kepada sang kakak.
"Meski begitupun kita harus berusaha Onii-chan...berusaha untuk mendapatkannya."jelas Sakura yang baginya pantang menyerah.
Sasori terkekeh geli. Apa yang dikatakan Sakura memang benar adanya. Takdir memang rencana Tuhan tapi tentu kita juga harus berusaha, bukan hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun. Tapi untuk saat ini ia hanya ingin Sakura tidak terluka. Jika apa yang dilakukan Gama (neneknya) melukai Sakura maka ia akan membawa Sakura meninggalkan Jepang apapun caranya .
"Kau tau baby bear," Sasori mengangkat meja kecil berisi makan dan dipindahkannya pada meja disudut kamar. Sudah melakukan itu, ia pun kembali menghampiri sang adik dan kembali duduk tepat disampingnya.
"Kadang takdir sulit kita prediksi dan rumit. Tapi itulah sebuah kehidupan yang harus kita jalani. Tapi bukan berarti saat kita ditakdirkan menjadi jahat kita harus jahat bukan?" Sasori semakin lekat menatap sang adik dengan tatapan sendu. Sebagai kakak ia merasa gagal jika melihat Sakura terluka, apalagi setelah meninggalnya kedua orangtua mereka.
Sakura yang mendengarnya sangat mengerti. Takdir. Dimana semua sudah tertulis sejak manusia dilahirkan akan kehidupannya kelak. Tapi kadang ia terus berusaha mendapatkan takdir dengan usaha untuk mencapai keinginannya.
"Takdir itu berisi pilihan."
"Seperti jika aku hanya diam saja saat menginginkan sesuatu maka itu percuma bukan?"tanya Sakura dan Sasori mengangguk menjawabnya.
"Jadi apa pilihanmu?" Dan Sasori bertanya pilihan Sakura yang akan ia dukung sepenuhnya atas keputusan adiknya ini.
.
.
.
Sakura tidak menyangka jika dunia itu sesempit itu adalah benar. Bagaimana saat ini sosok pria yang pernah bertemu dengannya kini berdiri dengan sebuket bunga dibawanya.
"Senang bertemu denganmu lagi, Sakura-san." Sapanya dan Sakura hanya bisa mematung ditempat.
"Kalian sudah datang, duduklah." Tsunade mempersilahkan kedua tamunya untuk duduk bergabung.
Mereka mengadakan pertemuan private disalah satu restoran milik keluarga Haruno yang terletak di pusat kota, tidak jauh dari kediaman mereka.
"Ah, perkenalkan dirimu." Tsunade menepuk bahu sang cucu pelan, menyuruhnya memperkenalkan diri dan menyapa tamu mereka.
Menghela napas pelan, Sakura bangkit kemudian memperkenalkan diri lalu membungkuk hormat.
"Perkenalkan, saya Akasuna Sakura." Ucapnya kemudian kembali duduk. Sakura berada di tengah-tengah antara sang kakak dan sang nenek sedangkan di depannya ada sosok pria paruh baya dan pria yang ia kenali tidak lama ini.
Kini Shisui yang memperkenalkan diri sama seperti Sakura. Tatapannya tidak pernah lepas dari sosok gadis cantik yang benar-benar berbeda saat ini. Bagaimana pun Sakura tetap cantik baginya mau tanpa atau memakai riasan sekalipun. Lihat saja dress berwarna baby blue itu terlihat sangat cocok untuknya apalagi rambutnya yang tergerai hanya ditata sedikit saja.
"Sepertinya cucuku sangat terpesona oleh Cucumu Tsunade." Madara berujar tenang. Sorot matanya terus tertuju pada gadis manis di depannya.
"Benarkan begitu?"
Shisui tersenyum tipis menanggapinya. Ingin menyangkal karena malu tapi ia tidak bisa berbohong jika ia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama sejak dulu.
Sasori yang sejak tadi diam mengamati kali ini berujar,"sebagai kakaknya aku hanya minta," Sasori menghentikan perkataannya dan menatap dengan keseriusannya.
"Aku ingin Sakura menikah jika pria itu dicintai adikku."ujarnya tenang namun cukup membuat Shisui tertegun mendengarnya.
Madara hanya mendengus, "maksudmu Shisui tidak layak?"
"Layak atau tidak itu keputusan Sakura bukan aku."
Melihat perdebatan antara cucunya dengan orang tua sialan ini membuat Tsunade menghembuskan napas kasar. Sasori sama sepertinya yang mencemaskan Sakura tapi cara mereka yang berbeda untuk mengatasi masalah ini.
"Sebagai nenek pun aku tidak ingin memaksa," pada akhirnya Tsunade mengatakan hal yang sejujurnya. Tapi saat melihat wajah menjengkelkan Madara mau tak mau membuatnya kembali menghembuskan napasnya.
"Tapi ini perjanjian orang tua kami."
Mendengar itu tentu membuat Sasori maupun Sakura kesal. Jika itu perjanjian orang tua mereka kenapa cicitnya yang harus melakukan itu semua? Kenapa!
"Kenapa tidak Gama dan dia menikah saja dulu?" Tanya Sasori sinis.
Tsunade berdehem pelan,"Jika itu terjadi maka kalian belum tentu ada sekarang."
Perkataan sang nenek memang ada benarnya. Tapi tentu saja kenapa harus hal seperti ini bukan menjadi saudara saja sekalian tanpa ikatan pernikahan kan?
Shisui terkekeh geli melihat perdebatan ini. Ia mengambil gelas yang berisi sampanye miliknya dan diminumnya pelan. Tatapannya kini kembali tertuju kepada Sakura yang terus diam sejak tadi. Jujur saja melihatnya ia terluka, seolah ia sudah ditolak sebelum berjuang. Tapi ia sudah terlanjur jatuh cinta dan setelah ini ia akan berusaha membuat Sakura jatuh cinta kepadanya, apapun caranya.
.
.
.
"Kita akan kemana Shisui-san?"
Sakura tidak tau kemana ia dibawa sekarang. Setelah pertemuan tadi Shisui meminta ijin kepada kakak dan neneknya untuk mengajaknya ke suatu tempat yang entah dimana.
"Harusnya tadi ada satu orang lagi yang ikut," Shisui menurunkan kaca mobil saat seorang sepertinya penjaga gerbang menghampiri mereka. Setelah tau siapa yang mengendarai mobil akhirnya gerbang itu terbuka dan membiarkannya masuk.
"Kita akan mengunjunginya dan memperkenalkan calon tunangan ku ini." Shisui berujar dengan senyuman kecilnya tapi tidak dengan Sakura yang mendengus pelan mendengarnya.
Sakura menatap takjub saat mereka melewati lahan luas yang penuh pepohonan disepanjang jalan. Sebenarnya tidak asing dengan nuansa seperti ini karena tidak jauh berbeda dengan mansion keluarganya. Tapi matanya berbinar saat kolam air mancur panjang menjadi pemandangan tepat di depan mansion megah itu.
"Nah kita sudah sampai." Shisui berujar kemudian melepaskan seltbelt nya.
"Aku bisa sendiri, maaf, tidak ingin merepotkan mu." Sakura menolak saat Shisui hendak membuka sabuk pengaman padanya. Bukan hanya ia tidak menginginkannya, tapi ia tidak enak hati jika orang yang lain melakukan untuknya.
"Baiklah " Shisui mengangguk sambil tersenyum. Ia turun lalu berputar pada sisi pintu lain untuk membukakan pintu sebelah Sakura.
Sakura menghembuskan napas panjang sebelum keluar dari mobil.
'aku ingin menelpon Itachi dan pulang.' keluhnya dalam hati.
Niat Shisui ingin menggandeng tangan Sakura ia urungkan saat gadis itu lebih dahulu melangkah.
"Mari Shisui-san, aku harus segera pulang."
"Ah, iya baiklah." Shisui mengangguk mengerti. Salahnya juga yang mengajak Sakura setelah pertemuan tadi. Mungkin Sakura lelah saat ini.
"Selamat malam Shisui-sama."
Sang kepala pelayang menyambutnya saat mereka memasuki mansion.
"Siapkan minum untuk nona ini Ebisu ji-san."Titah Shisui langsung dituruti sang kepala pelayan yang sudah mengabdi lama di keluarga ini. Mereka sudah sangat kenal Shisui jadi sudah terbiasa jika saudara dari sang tuan saat datang berkunjung ke sini.
"Tunggu aku disini," Shisui mempersilahkan Sakura untuk duduk dan menunggunya disini.
"Apa akan lama?" Sakura sungguh ingin pulang sekarang.
Shisui tersenyum tipis menanggapinya, "iya. Hanya ingin memperkenalkan mu dengannya. Tunggu disini aku akan menemuinya dulu." Ujar Shisui kemudian pergi meninggalkan Sakura yang menatap takjub interior mansion ini.
"Yak, kenapa kau tidak datang huh?" Shisui berujar kesal saat masuk ke kamar sepupunya ini. Padahal dia sudah berjanji tapi tidak menepatinya.
"Ah, aku ada urusan mendadak." Jawab Itachi yang kini mematikan laptopnya dan bangkit dari ranjangnya.
"Ada apa?"tanyanya.
"Karena kau tidak datang maka aku membawanya kesini." Shisui berujar dengan senyuman lebarnya, senyuman bahagia yang baru Itachi lihat setelah kepergian ibu Shisui.
"Kau benar-benar jatuh cinta ternyata eh." Ujar Itachi yang ikut senang melihat Shisui seperti itu.
"Ya. Kau tau gadis yang pernah aku ceritakan dulu?"
Itachi kembali mengingat apa yang selalu Shisui katakan tentang gadis yang membuatnya berdebar hanya sekali bertemu dengannya.
"Ah, gadis musim semi?"
Shisui menjentikkan jarinya, "betul." Ujarnya yang tertawa pelan.
"Kau beruntung kalau begitu Shisui." Ucap Itachi akan yang didapat Shisui.
"Tentu saja," Shisui berujar bangga. Ia benar-benar sangat bahagia sekarang.
"Baiklah aku penasaran siapa yang membuatmu tergila-gila seperti ini."
"Kau bertemulah lebih dahulu," Shisui menyuruh Itachi lebih dahulu turun karena ia, "aku pinjam kamar mandinya."ujarnya langsung berjalan menuju kamar mandi Itachi.
Melihat bagaimana Shisui bahagia seperti itu membuat Itachi penasaran. Siapa sosok gadis yang beruntung itu. Ya beruntung karena Shisui pria yang baik dimatanya.
"Baiklah mari kita lihat."ucapnya yang mulai melangkah keluar kamarnya.
Itachi berjalan menuruni tangga perlahan. Dari atas bisa ia lihat seseorang yang mungkin Shisui maksud. Tapi saat melihat sosok itu membuat Itachi terhenti. Penglihatannya tidak mungkin salah meskipun sosok itu sedang berdiri memunggunginya.
Dengan senyuman bahagianya Itachi tanpa berpikir ribuan kali langsung berlari dan memeluk gadis itu dengan erat.
"Aku merindukanmu Sakura."
"I-itachi-kun?"
Senyuman Itachi semakin terlihat betapa ia bahagia saat gadis dalam dekapannya berbalik.
"Ternyata aku tidak sedang bermimpi." Ujarnya yang melepaskan pelukannya dan hendak merunduk untuk menciumnya namun terhenti saat suara Ebisu terdengar.
"Ini minuman untuk anda nona."
Sang kepala pelayan itu menaruhnya di meja dan undur setelahnya.
Itachi memandang Sakura sejenak saat gadisnya ini tidak bersuara atau mengatakan apapun.
"Ada apa?" Itachi mendudukannya. Namun saat ia akan berlutut didepan Sakura suara Shisui menginterupsinya.
"Kalian sudah berkenalan?" Shisui muncul dan kini berjalan menuruni tangga. Saat ia sampai dan berdiri disamping Sakura, dengan bangga Shisui menunjukan senyuman kebahagiannya itu kepada Itachi yang sudah berdiri didepannya dengan kedua tangan yang terkepal kuat.
"Dia calon tunanganku, Akasuna Sakura."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top