🍀


Suasana pagi ini seharusnya damai seperti biasanya. Tapi nyatanya aura tidak menyenangkan menguar dari kedua pria yang kebetulan duduk saling berhadapan.

Di meja bundar tempat biasa mereka makan hanya terdapat Itachi dan gadis yang memperkenalkan dirinya adalah Nohara Shion lalu Sakura dan pria yang baru saja datang bersamanya dan memperkenalkan diri sebagai....

"Akasuna Sasori." Salamnya memperkenalkan diri dengan singkat. Wajah imut itu tak terlihat baik karena yang dia tunjukan adalah wajah angkuh dan juga menyebalkan, begitulah kata Konan pada Pein dengan berbisik.

Konan dengan Pein berada di meja bar sedangkan ketiga pria lain lagi sudah pergi entah kemana karena hari ini mereka tutup.

"Itachi," Itachi memperkenalkan diri tak kalah singkat dan terdengar dingin membuat Sakura yang mendengarnya merinding ngeri. Tapi rasa sebal dirasakan saat tangan pria itu terus diapit oleh Shion. Entah kenapa Sakura merasa dirinya seolah dipermainkan. Bagaimana bisa pria melakukan hal seperti semalam saat dia memiliki kekasih? Yang benar saja!

"Aku merindukanmu." Sakura pun menyandarkan kepalanya pada lengan Sasori dengan tatapan masih tertuju pada pria yang terlihat tidak terpengaruh karena ia sibuk dengan ponselnya sedangkan sebelah tangan lagi menjadi sandaran gadis itu.

Sasori, pria yang tadinya terlihat angkuh kini nampak berbeda saat menatap gadis yang menyandar padanya. Diangkat lah satu tangannya, kemudian ia eluskan pada helaian merah muda kesayangannya.

"Aku juga merindukanmu baby," Sasori mengecup pucuk Sakura dengan senyumnya.

"Sungguh? Tapi kau jarang menghubungiku." Sakura terlihat kesal tapi nada suaranya terdengar sedang merajuk membuat Sasori gemas kemudian mencium pipi tembam itu.

"Benarkah?" Sasori terkekeh dan lagi-lagi pemuda tampan itu menarik kedua pipi Sakura hingga gadis itu memekik kesal.

"Kau makin cantik saja baby."

"Tentu saj--"

BRAK

Suara gelas beradu ah lebih tepatnya dihentakan membuat kedua -- semua lebih tepatnya, terlonjak kaget. Mungkin hanya Sakura dan Shion saja yang cukup terkejut akan suara itu tapi tidak dengan Sasori yang menatap Itachi --sang pelaku-- dengan tatapan datar.

"Itachi-kun kenapa?" Shion cukup terkejut karena bukan hanya gelas saja yang diletakan dengan dibanting ke meja tapi ia pun dihempaskan begitu saja.

Itachi tidak bersuara untuk mengatakan alasannya. Tapi lirikannya pada gadis di depannya membuat Sasori tau dan memilih menarik Sakura lalu merangkulnya.

"Sepertinya kekasihmu sedang kesal nona." Sasori menjelaskan kepada Shion saat tatapannya dan Itachi bertemu.

Mendengar itu Shion ikut bangkit dan menanyakan keadaan Itachi, "kau baik-baik saja Itachi-kun?"

"Hn." Balas Itachi tanpa minat kemudian pergi meninggalkan Sakura yang keheran sedangkan Sasori kini memperlihatkan seringainya.

Shion, gadis itu pun berlari untuk mengejar langkah Itachi.

"Kau dengan dia?" Sasori menoleh guna melihat sosok beruangnya. Ah, Sakura itu seperti bayi beruang baginya. Sebenarnya tidak bertanya pun Sasori tau apa yang terjadi dengan pria itu tapi untuk memastikan keterlibatan kesayangannya maka ia harus menanyakannya secara langsung.

"Dia?" Sakura mengambil potongan tomat ceri yang ada pada piring lalu memakannya. Perasaannya sangat senang melihat Itachi seperti tadi. Entah apa yang mereka lakukan sekarang ia tidak mau tau tapi sungguh dalam hati ia bersorak riang karena merasa menang.

"Kau tau aku kesini karena kabarmu dengannya telah berakhir." Sasori meminum cangkir berisi kopi miliknya perlahan. Tangannya kini sudah melepaskan rangkulannya pada bahu gadis yang masih bersandar padanya itu.

"Saat kedatanganmu pun aku tau jika sudah saatnya aku menyerah?" Sakura mendengus mengatakannya. Jujur saja ia belum siap mengambil keputusan yang sejak awal sudah ia sanggupi.

"Kau tau itu," Sasori menghela napas pelan. Tangan sebelahnya kini kembali memainkan helaian merah muda gadis disebelahnya. Ada alasan selain ia merindukannya hingga menemuinya disini karena...

"Gama sudah tau." Jelasnya membuat Sakura langsung mendongak, menatap pria yang juga sedang menunduk menatapnya.

"Sepertinya kebebasanku sudah berakhir ne?"

Sasori menarik kedua sudut bibirnya lalu mengecup dahi gadis kesayangannya. Sudah bertahun-tahun ia terus menjaga gadisnya walaupun dengan jarak yang jauh sekalipun. Ia tidak pernah meninggalkan untuk mendapati kabar gadisnya ini.

"Apa kau jatuh cinta dengan dia?" Tanya Sasori yang masih penasaran karena sejak tadi Sakura sepertinya mengalihkan perhatiannya.

Sakura hanya tersenyum dan kembali bersandar dan kali ini memeluk tubuh pria tampan namun imut itu dengan nyaman. Bukannya tidak ingin mengatakannya tapi ia sendiri belum tau akan perasaanya. Lagipula ia merasa aneh jika menyukai seseorang saat hubungannya baru saja berakhir.

"Aku tidak tau karena pada akhirnya aku harus menyerah pada ketetapan awal kan?"

"Hm,"Sasori bergumam menanggapinya. Tidak biasanya gadisnya ini terlihat begitu mudah menyerah. Apa mungkin karena terjebak dengan cinta yang salah? Ya karena pria itu sudah memiliki kekasih dan mungkin itu membuat Sakura merasa putus asa?

Dan...

"Kenapa kau tertawa Onii-chan?" Sakura melepaskan pelukannya dan menatap aneh pada Sasori yang tertawa kencang sekarang.

"Kau payah jika menyerah seperti itu." Ejek Sasori pada Sakura yang tidak lain adalah adiknya.

Sejak awal ia duduk berhadapan dengan Itachi dan tingkah Sakura yang seperti itu pun ia tau jika ada sesuatu yang tidak beres kepada adiknya. Dan itu terbukti saat ia mencoba menguji setelah memperhatikan keduanya. Dan untuk gadis pirang itupun ia yakin jika dia pun bukan kekasih Itachi.

"Kau senang eh," Sakura meminum susu cokelat miliknya hingga tandas dan mendengus sebal menatap kakak semata wayangnya itu.

"Jangan marah karena sebentar lagi aku harus pergi baby bear." Sasori menjawil hidung adiknya gemas. Sudah lama ia tidak melakukan ini lagi karena waktu untuk bertemu sangat jarang apalagi setelah Sakura memutuskan pergi meninggalkan rumah.

"Kenapa sebentar," Sakura menekukan wajahnya sedih. Sudah lama ia tidak bertemu dan kakaknya itu ternyata hanya sebentar menemuinya.

"Kau pun harus ikut karena Gama menunggumu baby."

Mendengar itu membuat Sakura terdiam.

Semua sudah kesepakatan dan sudah saatnya ia kembali tapi ...

"Berikan aku dua hari, ya dua hari saja cukup." Karena Sakura ingin memastikan sesuatu sebelum ia benar-benar kembali memenuhi janjinya dengan Gama.

Sasori kembali mendekap adiknya dengan sayang. Ada rasa kasihan karena kehidupan mereka seperti di atur. Namun lebih menyedihkan adalah adiknya yang bahkan untuk menentukan pendamping saja sudah di atur meskipun diberi keringanan. Namun nyatanya Sakura telah kalah dan terpaksa harus memenuhi janji yang sudah dibuat.

"Nii-chan mengerti," Sasori menggoyangkan tubuh Sakura yang berada dalam pelukannya. Sasori sudah melakukan yang terbaik untuk selalu melindungi adiknya ini tapi tidak dengan keputusan satu ini karena Sakura sendirilah yang sudah berjanji.

"Ah, kenapa kita tidak kembali kecil lagi." Sasori mengeluh karena keadaan. Mereka sudah besar dan ia tidak bisa selalu mencium Sakura seperti saat mereka kecil. Dengan bebas ia terus bersama adiknya yang selalu merengek untuk terus bersama, berbeda sekali dengan sekarang.

"Kau terlihat masih anak-anak Onii-chan."

Sakura tersenyum dan membalas pelukan sang kakak. Begitu ia merindukan sosoknya hingga ia pun membenarkan ucapan Sasori tadi. Bagaimana mereka berada disaat masa kecil dulu dan itu sangat menyenangkan.

"Kau pun tetap baby bear bagiku."


.


.

.


"Itachi-kun tunggu aku!"

Shion berhasil mengejar Itachi. Pria itu berjalan ke pantai tidak menghiraukan teriakan Shion memanggil namanya.

"Apa kau menyukai dia?"

Pertanyaan Shion membuat Itachi menghentikan langkahnya.

"Bukan urusanmu."

"Ya, tentu saja urusanku karena aku harus tau,"Shion menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Kedatangannya ke sini memang ingin bertemu Itachi yang tidak lain adalah kakak sepupunya.

"Kau terlalu ikut campur Nohara-chan." Itachi berujar dingin membuat Shion langsung terdiam. Jika Itachi sudah memanggilnya seperti itu tandanya ia sudah melewati batas.

"Maafkan aku Itachi-nii."

Itachi menghela napas pelan tanpa berbalik untuk sekadar melihat sepupunya itu. Ada hal yang membuatnya marah saat ini dan ia berusaha meredamnya dengan pergi keluar seperti saat ini.

"Walaupun kau menyukainya tapi Jiji sudah memutuskan."

Alasan Itachi berada disini dan memilih mendirikan apa yang membuatnya senang salah satunya adalah itu. Kehidupannya sudah diatur dan ia benci akan itu. Seperti pelarian?

"Hn."

Shion menghampirinya, "Aku kesini pun untuk menyampaikan pesan Shisui-nii,"ucapnya menyebut satu nama yang juga merupakan sepupunya. Mereka semua bersaudara dan hidup tetap diawasi oleh Jiji, Kakek mereka.

"Dia bisa menghubungiku kan?" Satu alis Itachi terangkat mendengar nama itu. Sangat aneh mendengarnya memberikan pesan kepada seseorang disaat kau bahkan bisa berbicara secara langsung melalui telepon.

"Mungkin ini caranya untuk menyelamatkan aku dari perjodohan."

Ah, Itachi mengerti sekarang alasan Shion datang kesini. Kehidupan menyebalkan adalah saat semuanya diatur tanpa kita setujui.

"Sekarang kau akan kemana?"

"Aku akan pergi," Shion menunjuk sebuah mobil dimana terdapat dua gadis yang melambaikan tangannya ke arah sini.

"Bagus pergilah."Itachi menyuruh Shion pergi karena ia tidak suka dengan keberadaan gadis itu.

Shion mendengus sebal melihat sikap Itachi yang tidak pernah manis kepadanya. Namun senyuman jahil nampak saat ia melihat satu mobil di arah lain, tepatnya di area restoran.

"Rebut dia Itachi-nii," Shion membalikan tubuh Itachi dan menunjuk dimana arah mobil Audi putih berada. Terlihat Sakura dan Sasori saling berpelukan sebelum pria merah itu masuk mobil dan pergi dengan mobilnya.

"Rebut dia dan aku pergi, sampai jumpa dipesta pertunangan." Shion mengejek dan berlalu pergi meninggalkan Itachi yang semakin berwajah tak bersahabat.

.

.

.


Sore menjelang bersamaan salju yang kembali turun membuat semuanya terpaksa menghentikan aktivitasnya diluar.

Mereka sedang berkumpul di dalam restoran dengan berbagai topik yang mereka bicarakan.

Konan melirik Itachi yang nampak diam sejak tadi. Pria dingin itu hanya menjawab pertanyaan yang dia perlu jawab tapi tidak dengan Sakura yang sama sekali tidak ia jawab bahkan menatapnya seperti hari sebelumnya.

Aura tidak menyenangkan sangat terasa dari Itachi kepada Sakura, namun gadis merah muda itu seolah tidak peduli akan hal itu. Dia terus bercerita tentang pria barusan yang menemuinya kepada mereka, mengacuhkan Itachi yang semakin mengeluarkan aura tidak menyenangkan.

"Kenapa aku merinding," Konan brigidik ngeri. Ia mengusap lehernya mencoba mengalihkan namun tidak membuat Sakura mengerti akan maksudnya. Konan sudah memberi kode dengan ekor matanya yang melirik Itachi namun Sakura sepertinya tidak mengerti.

"Sepertinya kau memerlukan jaket yang lebih tebal Konan-san." Sakura berujar memberi inisiatif. Udara di luar sangat dingin mungkin Konan memerlukan jaket lebih tebal karenanya.

Mendengar ucapan Sakura membuat Konan tertawa. Ayolah, kenapa gadis itu tidak peka sih! Rutuknya dalam hati.

"Kau mau kemana Itachi?" Suara Pein menanyai Itachi membuat Sakura kini menatap pria itu. Dia sudah berdiri dan sepertinya  siap untuk pergi.

"Apa kalian tidak lapar?" Itachi balik bertanya. Sebelum semua menjawab pria itu sudah berbalik pergi menuju dapur meninggalkan semuanya yang kini menatap Sakura penuh tuntutan.

"Apa kau menolaknya Sakura-chan?" Deidara bertanya curiga karena sikap Itachi yang sangat tidak menyenangkan.

"Mungkin Sakura meminjam uangnya."

"Dasar bodoh," Hidan mendengus atas perkataan Kakuzu. Biasakan pria pelit ini tidak selalu berbicara tentang uang? Karena...."mungkin Itachi sedang gundah dan sepertinya aku harus mengajaknya untuk berdoa dan meminta ampun."

"Yak! Sakit."

Hidan mengusap kepalanya yang dipukul oleh Pein. Lagipula tidak salah kan jika mengajak beribadah?

"Sepertinya dia sedang cemburu." Pein mendengus mengingat sikap Itachi. Sejak pagi ia memperhatikan dan sangat jelas jika Itachi sedang dalam rasa cemburunya.

"Kau benar." Konan menyetujuinya sedangkan Sakura terlihat keheranan karena bisa-bisanya mereka yang juga merasakan sepertinya. Tapi tidak mungkin juga ia katakan jika dirinya pun cemburu. Ugh, tidak akan.

"Lalu apa hubungannya denganku?" Sakura menunjuk dirinya akan perkataan mereka. Itachi sudah memiliki kekasih kenapa pula harus cemburu kepadanya?

Sakura sebenarnya tau tapi ia mencoba mengelak karena takut jika sikap Itachi seperti itu bukan karena rasa cemburunya tapi karena masalahnya dengan kekasihnya itu.

"Jangan pura-pura tidak mengerti Sakura." Konan memutar matanya bosan. Ia sangat tau jika Sakura paham tapi gadis itu terus berusaha menyanggahnya.

"Mungkin saja dia sedang ada masalah dengan kekasihnya tadi." Sakura tetap tidak mau mengakui itu karena ia tidak ingin sakit hati jika faktanya tidak sesuai apa yang dipikirkannya.

"Kekasih?" Tanya Pein dengan satu alis terangkat.

Sakura mengangguk, "haish, lebih baik aku pergi saja." Sakura pada akhirnya pergi meninggalkan mereka. Namun yang membuat semuanya tertawa adalah bukan karena Sakura pergi keluar tapi gadis itu pergi menuju dapur dimana Itachi berada.

"Ayo kita pergi dari sini." Pein yang pertama berdiri di ikuti yang lainnya.

"Aku akan mengunci ruangan ini," Konan terkekeh lalu pergi ke meja bar untuk mengambil penghangat yang ada dibawah sana dan diletakan di atas meja. Sepertinya memberikan mereka waktu berdua adalah hal baik. Karena sungguh melihat sikap Itachi seperti itu sangat menyebalkan.

"Kali ini aku setuju." Pein menarik Konan untuk pergi meninggalkan restoran diikuti yang lainnya.

"Tapi kita belum makan Konan."

"Tenang saja Deidara, aku sudah memesan makanan untuk kita." Ucapnya yang tertawa kemudian mengunci ruangan dimana terdapat dua orang didalamnya yang sepertinya perlu berbicara dengan baik.


.



.

.



"Itachi-san."

Sakura memanggilnya setalah masuk area dapur dimana pria itu berada. Nyatanya apa yang dikatakannya tadi tidaklah benar karena pria itu tidak memasak melainkan hanya bersandar pada meja pantry dengan ponsel ditangannya.

"Hn."

Sungguh jawaban acuh Itachi membuat Sakura kesal bukan main. Ayolah dia lapar dan hanya memiliki waktu sehari untuk memastikan semuanya.

"Aku lapar." Sakura berujar dengan nada sedikit kesal namun terdengar sedang merengek membuat Itachi mengalihkan tatapan dari ponsel yang sejak tadi dimainkannya.

"Banyak bahan dan," Itachi menunjuk dimana tempat biasanya ia memasak dengan dagunya, "silahkan masak." Ujarnya kemudian beranjak hendak pergi namun dihentikan oleh Sakura dengan menjegal pergelangan tangannya.

"Ada apa denganmu?" Sakura menghela napas pelan. Sungguh melihat sikap Itachi membuatnya tidak nyaman. Bukannya pria itu sendiri yang terus mendekatinya tapi sekarang setelah semua mereka lakukan dia berubah seperti ini?

"Sepertinya aku akan berhenti mengikuti arus?"

Suara Itachi terdengar sangat dingin membuat Sakura tanpa sadar semakin menguatkan genggamannya pada pergelangan tangannya.

"Kenapa..."

Tapi pria itu tidak ingin mengatakan apapun lagi. Dia hanya diam membuat suasana hening semakin terasa dingin.

"Kenapa..." Sakura kembali bertanya dengan pelan. Disaat ia percaya dan mencoba untuk melakukan apa yang Itachi tawarkan, pria ini kini bersikap seolah membuangnya. Secara tidak langsung menyuruhnya untuk melupakan semuanya.

Perlahan Itachi melepaskan genggaman Sakura pada tangannya. Sorot matanya menyendu dan berujar, "maaf atas semuanya dan kita harus lupakan semua ini." Lalu ia beranjak pergi, meninggalkan Sakura yang mematung setelah mendengar perkataannya.

"Pada akhirnya aku harus kembali." Sakura mengusap air matanya yang jatuh. Ayolah, ia kuat. Lagipula semua ini pun tidak lain adalah salahnya. Jika ia tidak bersikap bodoh mungkin tidak akan merasakan sakit seperti ini, lagi.

"Padahal aku mulai menyukainya." Ujarnya lalu mengambil sayuran dari lemari pendingin dan bahan-bahan lain entah apa itu karena ia mengambilnya begitu saja.

Bahan-bahan yang ia ambil sudah menumpuk di meja namun ia tidak berniat untuk mengolahnya. Ia hanya mengambilnya begitu saja disaat tak bisa menghentikan tangisannya.

"Dasar brengsek!" Sakura mengambil pisau dan memotong wortel dengan kasar hingga menimbulkan suara yang keras. Satu tangan ia kembali mengusap air matanya yang tak kunjung berhenti.

"YAK AIR MATA SIALAN KENAPA TIDAK MAU BERHENTI!" Sakura berteriak lalu jatuh berlutut, menyembunyikan wajahnya disana.

Kenapa ia merasa sangat sakit karena sikap Itachi disaat ia sendiri tidak terlalu berharap dan terus menyangkal jika apa yang dilakukan mereka hanyalah kesalahan bukan karena hal lain.

Ingatannya kembali berputar disaat malam dimana Itachi menariknya saat salju turun untuk pertama kalinya. Disaat itu pula ia mengira jika Itachi adalah sang malaikat penyelamatnya. Tapi ia tidak menyangka jika sesuatu terjadi karena ulahnya dan berakhir ia merasa sakit seperti ini.

"Itachi-san." Sakura berujar lirih masih dengan menyembunyikan wajahnya pada kedua lututnya. Sesungguhnya waktu tersisa ingin ia habiskan dengan pria itu sebelum ia pergi dan menyerah kepada kehidupan awalnya.

"Maaf."

Suara itu menguar bersamaan dekapan hangat pada tubuhnya membuat Sakura langsung terdiam.

"Jahat!" Sakura berujar tanpa merubah posisinya karena air matanya masih belum bisa ia kendalikan.

Itachi sejak tadi tidaklah pergi melainkan hanya berdiri dibalik pintu dengan segala pikirannya. Namun saat ia memutuskan kembali masukpun ia hanya berdiri tidak jauh di belakang gadis yang sedang mengomel dengan pisau ditangannya.  Sejak awal ia sudah memutuskan dan ternyata ucapannya untuk berhenti tidaklah sejalan dengan hatinya.

"Maaf,"Itachi mengangkat tubuh gadis yang masih menyembunyikan wajah dengan menutupinya dengan kedua tangannya. Ia membawanya keluar dari dapur dan mendudukannya di sofa dimana pernah menjadi saksi kebersamaan mereka saat kemarin malam.

"Jangan menangis," Itachi berusaha menarik kedua tangan Sakura yang masih menutupi wajahnya itu. Rasa bersalah dirasakannya melihat gadis yang menyita perhatiannya menangis seperti ini.

"Apa kau begitu menyukaiku?"

Satu pertanyaan Itachi membuat Sakura kesal. Bisa-bisanya disaat seperti ini pria ini malah menggodanya.

"Lepaskan!" Sakura menyingkirkan tangan Itachi yang berusaha  menarik tangannya. Karena, "aku malu." Jujurnya karena wajahnya pastinya berantakan dan tidak berani memperlihatkannya kepada pria didepannya ini.

Mendengar itu Itachi hanya menampilkan senyuman kecil. Ia berjongkok didepan Sakura dengan kedua tangannya terangkat lalu perlahan mendarat di kepala merah muda dan mengelusnya hingga dikedua sisi.

"Bagaimanapun penampilanmu kau selalu cantik." Ucapnya jujur karena setiap hari Itachi selalu memperhatikannya.

"Sungguh?" Tanya Sakura yang kini mulai melepaskan tangannya dari wajahnya, namun ia masih belum berani menatap Itachi.

"Hm," Itachi tersenyum dengan kedua tangannya kini menyibak rambut yang menutupi wajah Sakura. Perlahan ia pun mengangkat dagunya hingga kini ia bisa memandang wajah manisnya.

"Apa aku menyakitimu?" Tanya Itachi sungguh-sungguh setelah melihat wajah kesakitan Sakura.

"Kau bodoh," Sakura mencercanya dengan tatapan masih tertuju pada Itachi.

"Bagaimana bisa kau mengatakan berhenti saat aku ingin menjelajahi untuk melewati arus bersamamu." Kesal Sakura yang kembali menahan tangis. Ia mencoba menghapus air matanya namun ditahan Itachi dengan tangannya lah yang menghapus air mata itu perlahan.

"Aku menunggu dan kupikir jika..." Itachi tersenyum kecil. Tangannya kini berpindah menggenggam kedua tangan gadis yang memberinya tatapan tanya dan menunggu.

"Kau pun tau kenapa." Ujarnya yang menepuk genggamannya.

"Bodoh," Sakura tersenyum lebar mendengarnya. Padahal ia tau saat melihat Itachi yang pergi begitu saja dan iapun senang. Tapi kenapa mendapat perlakuan seperti itu malah membuatnya menjadi lemah seperti ini.

"Maaf."

"he's my brother."

"Aku tau," Itachi baru tau tadi saat Konan mengirimnya pesan. Dan karena itulah alasan ia berbalik kembali untuk meminta maaf.

"Itachi-san."

"Hm?" Itachi memandang wajah yang memerah karena tangisan yang disebabkan olehnya. Bisakah ia berharap untuk memutuskan jalannya bersama Sakura?

"Aku menyukaimu," Sakura kembali tersenyum saat berhasil mengatakan itu. Dalam hati ia terus berharap jika keputusannya bisa membawanya untuk memilih kembali pada kebebasannya. Ya, ia hanya ingin bebas hidup dengan orang yang dicintainya.

Namun senyumannya perlahan hilang saat Itachi hanya terdiam tanpa respon.

"Maaf aku lupa jika kau sudah mempunya kek--"ucapan Sakura terhenti karena tarikan pada tengkuknya.

Itachi menciumnya dan untuk kali ini Sakura menyambutnya dan tersenyum di sela ciumannya.

Bisakah ia berharap untuk bahagia bersama pilihannya saat ini?

Bisakah ia kembali merubah semua dengan melibatkan Itachi?

Sesuai janjinya sebelum ia pergi, ingin memastikan semuanya. Jika memang ia harus menyerah tanpa Itachi, biarlah ini menjadi kenangannya yang singkat dalam pelariannya.

Ya.. Itachi... Siapa yang lagi mabuk Itachi 😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top