2

"Jin, biasa hehehe." Wonyoung tiba-tiba sudah menggenggam tangan Yujin, menarik gadis itu pelan untuk berdiri.

Yujin menggerutu, "Eh gila ya. Seumur-umur baru kali ini gue selalu dijadiin obat nyamuk."

Wonyoung langsung panik-panik ajaib. "Eh, gak gitu, Jin. Tapi lo, kan, gak sepenuhnya jadi obat nyamuk, masih ada Doyoung" jelas Wonyoung yang dibalas oleh wajah datar Yujin.

"Ya justru itu. Mending gue jadi obat nyamuk daripada harus ketemu kunyuk satu itu," balas Yujin dengan kesal. Sementara Wonyoung hanya tertawa pelan mendengar keluhan Yujin 'si obat nyamuk'.

Keduanya sampai di depan kelas X MIPA 4, kelas Haruto dan juga Doyoung tentunya. Yujin sempat berhenti sejenak di ambang pintu sementara Wonyoung langsung masuk begitu saja.

Gadis bersurai hitam pekat yang dibiarkannya digerai itu segera duduk di kursi samping Haruto yang kebetulan kala itu kosong. Yang artinya Doyoung tidak ada disana.

Sedangkan Yujin masih berdiri di ambang pintu. Sampai akhirnya sosok yang tak diinginkan datang bersama dua orang murid perempuan di sisi kanan dan kirinya.

Senangnya dalam hati, kalau beristri dua.

"Ahn yooooojeeeeennnn." Doyoung yang teriak, tapi Yujin yang malu.

"Apaan? Aak usah teriak," balas Yujin cepat. Gadis itu lalu tersenyum ramah pada kedua murid perempuan yang cukup terkenal itu.

"Halo Lami, Jiheon," sapanya.

"Halo juga, Yujin," balas mereka berdua. Semuanya berjalan dengan tenang hingga pada akhirnya Doyoung mengusir Lami dan Jiheon agar kembali ke kelasnya.

"Napa gak masuk? Diusir ya lu sama anak-anak?" tebak Doyoung yang mendapat pelototan tajam dari Yujin.

"Ck, emang tampang gue kayak tampang orang yang abis diusir gitu?" balas Yujin dengan nada menyolot.

"Ya udah, ayo masuk," kata Doyoung santai sambil menggenggam tangan Yujin dan menggiring gadis itu masuk ke dalam kelasnya.

Yujin langsung protes, "Heh apaan pegang pegang." Doyoung cuma melirik sekilas kemudian melepas tangan Yujin.

Mereka berdua lalu duduk di salah satu bangku teman Doyoung yang kala itu kosong.

"Kaga ngantin, kan, lu? Ambil nih," kata Doyoung sambil menyerahkan roti selai blueberry kesukaan Yujin.

Yujin menerima dengan senang hati, tapi dahinya berkerut. "Tumben lo beli yang rasa blueberry bukan yang cokelat?"

"Tadi di kantin yang cokelat abis adanya cuma yang itu sama yang kacang," balas Doyoung. Sementara Yujin hanya manggut-manggut sambil melahap roti yang Doyoung berikan.

"Jin, gua pengen minta saran lu, nih."

Yujin menoleh, masih mengunyah roti selai blueberrynya. "Saran apaan?"

"Kan tadi gua abis balik dari kantin sama Lami sama Jiheon, menurut lu diantara mereka siapa yang harus gua pepet?"

Yujin menggeleng, "Gak dua-duanya."

"Ah anjir, gua tau lu kaga rela kalo waktu gua ntar gua bagi ke pacar baru gua. Tapi gak gini juga, Jin. Masa gua kudu jadi jomblo abadi sih?" cerocos Doyoung.

"Ngarep lo, Kutil Bekantan," respon Yujin.

"Gini ya, Young. Sebagai temen yang baik gue tuh mau ngasih tau aja. Kalo lu kejar mereka berdua ujung-ujungnya lu pasti ditolak," ucap Yujin sambil menepuk pundak Doyoung pelan.

Gadis itu melanjutkan, "Daripada sakit ati belakangan mendingan gak usah."

"Yeee kalo gitu mah sama aja kayak lu nyaranin ke gua buat jadi jomblo abadi," sahut Doyoung.

Yujin kembali protes karena Doyoung salah tangkap. "Bukan begitu maksud gue. Maksud gue tuh, lo cari yang realistis aja dah. Jangan yang ketinggian kayak Jiheon sama Lami."

Doyoung bingung. "Lah emang yang realistis siapa aja, Jin?"

"Mimi Peri, Lucinta Luna, Mordellente-" sebelum Yujin menyelesaikan list sosok realistis untuk Doyoung, pemuda itu sudah berteriak lebih dulu.

"BANGSAT APA-APAAN!"

˚˚˚
y

uk mutualan di Twitter usn ku @/fioreniza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top