CHAPTER 12: TALK
Chifuyu bernyanyi riang di sepanjang jalan. Ia tidak peduli dengan tatapan orang yang menatap aneh ke arahnya. Bahkan ia juga tidak peduli dengan kepala Ayaka Natsumi yang berdenyut nyeri akibat suara falsnya.
Satu kata dari gadis itu ternyata mampu memberikan efek sebesar ini. Selama satu hari ini, hati Chifuyu dibuat naik turun bagai roller coaster. Lelaki itu senang berada di dekat Ayaka.
Lelaki bersurai pirang itu bahkan tak merasa kelelahan ketika menaiki anak tangga satu per satu sembari menggendong Eve. Ia pun dengan cekatan membuka kunci pintu apartemennya dengan satu tangan dan menutupnya kembali.
Seperti dugaan, ibunya belum pulang. Pasti wanita single parent itu kini tengah sibuk dengan pekerjaannya. Entah bagaimana, sosok Eve yang kuat tapi rapuh mengingatkan Chifuyu akan kepribadian sang ibu.
"Hmm...." Eve tampaknya terganggu ketika si lelaki menidurkannya di atas sofa.
"Maaf, tapi buat dirimu nyaman dulu ya. Aku akan ambilkan air hangat agar rasa pusingmu berkurang," ujar Chifuyu lalu melenggang ke dapur. Di sana ia buru-buru bergerak memasak air di teko demi kawan gadisnya.
Angin dingin menelusup lewat tirai balkon yang sengaja dibuka. Tubuh ramping Eve bergidik kedinginan. Ia pun meringkuk di atas sofa, sambil berusaha menghangatkan diri. Setengah sadar, ia lalu menangkap sosok kucing hitam di pandangan.
Hewan itu mengeong manja seraya melompat ke dalam pelukan si gadis bersurai ungu. Eve memperhatikannya sesaat dan langsung fokus pada luka di kepala si kucing hitam. "L-loh ... kau kucing yang tadi diganggu para preman sialan itu ya? Hik!"
"Meeeong, puuurrr...." Seakan mengiakkan, si kucing bersuara sambil menggesekkan kepalanya ke lengan Eve.
"Iya, sama-sama," ujar Eve, mengajak si kucing mengobrol. "Siapa namamu...? Hik!"
"Namanya Peke J." Tentu saja bukan si kucing yang menjawab melainkan sang pemilik. Eve pun mengangguk, berusaha memahami meski pikirannya masih setengah sadar.
Chifuyu berjalan sambil membawa dua buah gelas air hangat. Lantas ia membantu kawannya untuk duduk dan meletakan bokong di sebelahnya. Lelaki itu dengan hati-hati memegangi gelas milik Eve dan mendekatkannya ke mulut sang gadis.
"T-terima kasih ya ... hik!"
"Dipikir-pikir aku lebih mirip baby sitter daripada seorang pengawal," gumam Chifuyu sembari memperhatikan Eve. Wajah putih gadis itu tampak memerah, efek dari minuman keras yang tak sengaja ditenggaknya. Sementara itu, Peke J hanya memperhatikan di sandaran sofa.
"Oh iya, Chifuyu ... aku kedinginan! Kau ini bagaimana sih...? Hik!" Eve mulai menceracau tidak jelas. Sepertinya gadis itu lemah dengan alkohol.
Satu helaan napas keluar dari bibir si lelaki. "Kalau begitu aku akan ambilkan selー"
Eve menggeleng cepat. "Tidak mau, hik!"
"Terus?"
"Mau peluuuuk!" jawab gadis itu tanpa dosa.
Tentu saja Chifuyu Matsuno langsung bergerak menjauh secara insting. Otak lelaki itu berpikir keras. Saat ini situasinya benar-benar aneh. Chifuyu pun seketika sadar bahwa dirinya baru saja membawa seorang gadis mabuk ke dalam apartemennya yang sedang kosong.
Ia lantas menepuk keningnya keras-keras. Terlebih saat Ayaka Natsumi mengulurkan kedua tangannya ke depan, seakan minta untuk segera dipeluk.
Sial, gawat sekali! Apa aku harus telepon Mikey saja ya? batin Chifuyu gelisah. Eh, tapi apa yang akan terjadi saat Mikey tahu kalau aku membawa Eve yang sedang mabuk ke dalam apartemenku?
Chifuyu otomatis menenggak saliva penuh rasa ngeri. Terbayang suara tulang-tulangnya yang patah apabila si Manjirou tahu apa yang baru saja diperbuatnya.
"Hik...! Chifuyu...." Di sisi lain, Eve makin menjadi. Ia tetap mengulurkan tangan sambil menggembungkan pipinya. Sekarang tingkahnya jadi mirip seperti anak kecil yang ingin dibelikan permen kapas.
Chifuyu pun menggigit bibir. Rasanya seperti ditawari pilihan hidup atau mati. Duh, kenapa gadis ini menggemaskan sekali?
"A-a-aku b-b-belum siap!!" sahut lelaki itu tiba-tiba.
Eve terdiam. Ia pun langsung menurunkan tangannya perlahan. Gadis itu lalu berkata, "Maaf ya. Aku ... hanya ... tiba-tiba rindu orang tuaku...."
Beribu tanda tanya hinggap di kepala Chifuyu. Dia baru tahu kalau menangani orang mabuk bisa sampai semembingungkan ini. Ia pun kembali duduk di sebelah Eve dengan hati-hati setelah memastikan gadis itu tak akan membuat gerakan yang macam-macam.
"Hik! Aku juga ... rindu Keisuke...," lanjutnya lagi.
Chifuyu tertegun begitu mendengar nama Keisuke. Hati lelaki itu terasa mencelus sakit. Walau bagaimanapun ia masih belum siap dengan kepergian sang sahabat. Dan sekarang ia harus menguatkan diri tiap kali ada yang membicarakan sosoknya.
"Aku juga," timpal Chifuyu. "Tapi Baji-san tak akan senang jika kita yang masih hidup terus bersedih akan kepergiannya."
Eve menoleh dengan netra sayu. "Kau benar. Berarti apa orang tuaku juga begitu ya? Meski mereka tak benar-benar mati?"
"Iya. Kalau boleh tahu di mana mereka sekarang?" tanya Chifuyu hati-hati.
Gadis itu terkekeh miris mendengar pertanyaan kawannya. "Kau tahu tidak? Hik! Papaku ... katanya membunuh seseorang ... hik!"
DEG! Netra Chifuyu seketika melebar. Bibirnya mendadak kaku, tak bisa mengeluarkan suara.
"Dan berkat hal itu ... aku dan mama terpisah darinya. Lalu ... hik! Mama ... sakit...."
Chifuyu masih diam. Ia bingung harus merespon dengan kalimat apa.
"Hahahaha, kau tahu apa yang lucu? Ada yang salah dengan kepala mama sejak kepergian papa, hik!" lanjut gadis itu, makin menceracau. "Mama jadi gila! Hahahaha ... dia ... dia selalu berteriak dan menangis memanggil nama papa. Jadi kami dipisahkan, hik!"
"Aku tinggal dengan nenek. Dia datang dari Osaka, hik! Hanya nenek yang aku punya ... aku selalu berusaha menyenangkan hatinya ... tapi...."
Hati Chifuyu bergetar. Tanpa sadar sebelah tangannya kini sudah terangkat, bersiap memeluk gadis di sebelah. Namun, bibirnya masih bungkam.
"Aku selalu berakhir dipukuli. Lucu kan...?" kata Eve. Kali ini ia memandangi Chifuyu sambil menangis terisak. Gadis itu tidak mengerti kenapa bisa tiba-tiba suasana hatinya jadi begini. Semua yang memenuhi kepalanya terasa tengah berjejalan di ujung lidah, minta dikeluarkan.
"Nenek bilang aku orang jahat karena terlahir dari orang jahat juga. Oleh karena itu ... hik! Aku merasa dikurung!" sahut Eve kemudian.
"Aku ingin bebas! Sama seperti yang lainnya! Tapi satu-satunya keluarga yang aku punya berkata kalau aku orang jahat! Orang jahat tak pantas hidup! Orang jahat harus mati!"
GREP. Seketika bibir Eve bungkam begitu rasa hangat menjalar di tiap jengkal tubuhnya. Ada perasaan nyaman yang perlahan mengetuk pintu hati gadis itu.
"Diam! Cukup, Eve!" sentak Chifuyu seraya memeluk si lawan bicara dengan erat. "Kau ini tidak jahat!"
"Kau orang baik. Semua orang sayang padamu. Mikey, Baji-san, Takemicchi, teman sekelasmu.... Itu adalah bukti kalau kau ini orang baik."
Eve menggemeretakan giginya. Hatinya yang menyimpan dendam memberontak, mengalahkan nurani yang tersisa. Emosi gadis itu meronta, begitu juga dengan tangannya yang berusaha melepaskan diri dari dekapan sang kawan. "Tidak! Aku ini orang jahat, Chifuyu! Sejak kecil aku selalu dikatai begitu!"
"Dan jika mereka bilang begitu, maka aku akan mengabulkannya!! Aku akan jadi apa yang mereka bilang!! Kalau perlu, aku juga akan membー"
"Aku sayang padamu, Eve!" potong Chifuyu. Tentu saja jantungnya berdebar-debar bukan main.
Eve terdiam, kaget.
"Kau bisa cerita apa saja padaku, tapi kumohon jangan seperti ini. Jangan menyalahkan diri sendiri sehingga kau kehilangan dirimu yang asli."
"Kau tidak seperti apa yang mereka bilang. Dirimu ya dirimu!"
Eve tertegun mendengar kalimat si lelaki. Kini ia memandangi kawannya lekat-lekat meski pandangannya masih buram akibat efek alkohol. Gadis itu tersenyum lembut begitu ada perasaan hangat masuk ke hatinya. Kini, lelaki di sebelah bagaikan obat penenang untuk Eve.
Bagaimana jadinya jika ia tidak bertemu dengan Matsuno Chifuyu?
Di dalam kondisi setengah sadarnya, Eve pun bergerak cepat. Ia menempelkan bibirnya di pipi lelaki itu dan membuat sang empunya membuka bola mata lebar-lebar.
Cup!
"Meong...?"
つずく。
Author's note:
Sejauh ini apakah ceritanya so sweet? Aku berusaha TvT)9
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top