Chapter 7 Part 3
Kau lihat? Hanya ada di Tokyo kau bisa merasakan ini semua. Dan aku yakin, suatu saat kau akan merindukan ini... dan juga aku.
Chelsea membuka mata.
Langit-langit putih di atas menyapanya. Seberkas sinar mentari yang terbias sebagian dari jendela yang tak tertutup tirai menerangi kamar. Suara kicauan burung yang terasa jauh mulai menyadarkannya.
Di mana ini?
Chelsea bangun dan beranjak duduk di tepian kasur. Kepalanya memutar, memandang ke sekeliling ruangan. Lemari buku, tempat baju kotor yang masih ada beberapa, warna pastel ruangan, dan beberapa barang lain yang sangat ia kenal. Chelsea menunduk, merasakan berat kepalanya dan menyangka ini masih mimpi.
Aku sudah di Jakarta?
***
Bau masakan dari dapur mulai menyerbu penciuman Chelsea. Kakinya dengan lemah menuruni tangga satu per satu, kepalanya yang berat terkadang masih teringat kejadian malam itu.
Sejenak, kakinya berhenti dan ia terpaku kosong pada pegangan kayu tangga.
Bagaimana dengan keadaan Ryu? Apa yang sebetulnya ia lakukan sehingga bisa membuat dirinya pergi pada malam itu? Dan bagaimana bisa Chelsea dengan lemahnya mengikuti perintah Ryu tanpa bertanya sekali lagi? Chelsea semakin pusing. Terlalu rumit untuk di pertanyakan. Dan ia takut untuk mengetahui jawabannya. Apalagi semenjak ibu dan ayahnya semakin menjauhi dirinya dengan pria itu.
"Ohayou, Asuka-san," suara wanita dari dapur mengejutkannya sesaat. Chelsea menoleh cepat dan sedikit terlonjak saat ia hampir menyamakan bayangan pemilik suara itu dengan aslinya.
Itu Ibu. Ternyata bukan.
Chelsea menghela napas dalam hati lalu memasang seulas senyum memaksa.
"Selamat pagi," ujarnya sambil berjalan ke arah dapur, membuka pintu kulkas seperti biasa dan mengambil air dingin dari botol kemudian menenggaknya.
Setidaknya air dingin di pagi hari adalah terapi rutinnya untuk menyingkirkan dari rasa pusing aneh yang suka ia rasakan jika habis bermimpi hal buruk.
"Mimpi buruk lagi?" terka ibunya yang sibuk menggoreng telor di sampingnya. Chelsea termenung sesaat sewaktu ia kembali mengingat pemilik suara yang terngiang-ngiang dalam kepalanya.
Ia bermimpi Ryu. Apakah itu termasuk mimpi buruk?
"Chels?" panggil ibunya lagi membuyarkan lamunannya.
Chelsea tersenyum sekilas sambil mengusap wajahnya, "tidak, aku hanya..." Chelsea menyadari lidahnya yang tiba-tiba kelu karna saat pikirannya terbang pada bayangan Ryu, hatinya tersendat dan seketika lonjakan akan pertanyaan besar tiba-tiba muncul, membuat sebagian dirinya tak yakin kalau ia mulai merindukan pria itu.
"Hanya apa?" suara letupan minyak di atas kompor mengisi kekosongan. Sejenak, kepala Chelsea tak bergeming, perlahan-lahan, suara pagi ini menghilang dan sayup-sayup tenggelam pada bayangan di kepalanya.
Bagaimana keadaan Ryu? Apa yang sebetulnya malam itu ia lakukan sehingga bisa membuat semua orang pergi dari tempat itu? Apa? Apa?
"Chelsea, ada apa?"
Chelsea tersentak, ia tersadar.
"Aku..." ia menelan ludah, berusaha menyembunyikan wajahnya, tapi terlambat, wanita itu sudah pasti mengetahui penyebabnya.
"Apa kau masih memikirkan, Ryu?" suara ibunya membuat Chelsea mengangkat kepala tanpa sadar dan diam mengharapkan ibunya menjelaskan lebih lagi.
"Setahuku, saat kita pergi, aku melihat Ryu naik mobil bersama orang-orang itu, lalu mereka...." suara ibunya terputus karna suara degupan jantung Chelsea tiba-tiba melesat kencang meneriakinya ketakutan yang terdalam. Napas Chelsea seketika terasa sesak, dan pikiran itu muncul lagi.
Apa jangan-jangan....
Mata Chelsea membulat, bersamaan itu, ia bisa menduganya dengan cepat.
Ryu mengorbankan nyawanya?
***
"Apa?" tenggorokan Chelsea tercekat.
"Mungkin ini hanya firasat burukku, tapi aku tak pernah membayangkan kalau perkumpulan itu akan benar-benar menghabisinya, tidak mungkin," jelas ibunya yang sepertinya mengetahui kalau Chelsea benar-benar khawatir.
Yakuza adalah penguasa. Semua orang tunduk padanya. Mereka menuntut bayaran. Bukan uang, tapi nyawa.
Berulang kali kata-kata itu terngiang, merasuki jati dirinya yang semakin tercekik memikirkan kondisi Ryu yang entah bagaimana. Ia ingin menelpon, tapi ia tak tahu apakah ia sudah berani menerima jawabannya. Ia takut, takut kalau suatu saat nanti, hal yang paling ia pendam, hal yang paling tak mungkin terjadi, malah akhirnya terjadi.
Chelsea sedikit terhuyung, kenapa ia tega meninggalkan Ryu saat itu? Kenapa ia begitu bodoh untuk menyangka kalau malam itu benar-benar hari terakhir ia bertemu dengan pria itu?
Dada Chelsea terasa sesak. Ia menyadari cekatan di tenggorokannya yang semakin mendalam, mengetahui luka dalam hatinya yang mulai tersobek perlahan-lahan.
Bagaimana kalau Ryu ternyata... mati?
Tanpa sadar, mata Chelsea berkabut, dan untuk kesekian kalinya, ia menyadari kalau ia mulai menangis.
***
"Kau tidak tahu?" ulang Chelsea dengan nada tak percaya pada Ai di telepon.
Sinyal sedang jelek, suara gadis itu terdengar sangat jauh.
"[Ya, aku... maafkan aku, Asuka, tapi kuharap ia tidak apa-apa, karna sampai sekarang memang belum ada berita aneh-aneh yang seperti kau... bayangkan itu]"
Chelsea sedikit merasa lega. Sedikit.
"[Asuka, kenapa kau mendadak pulang malam itu?]"
Chelsea terkesiap sejenak, "aku---Ryu yang memaksaku, katanya, bisa lebih buruk kalau aku tinggal lebih lama dan kau tahu para Yakuza itu... jadi...."
Keheningan merayap seketika. Wajah Ryu yang samar-samar muncul di pikirannya mulai perlahan-lahan merasuki, menghentikan gerakannya, dan Chelsea merasa sesak lagi. Ia memejamkan mata sejenak, menghembuskan napas penyesalannya untuk kesekian kalinya.
"Jadi, dengan bodohnya aku menurutinya..." sambungnya pelan. Ada nada lirih yang tak bisa dijelaskan keluar dari mulut Chelsea.
Sambungan telpon hening sejenak. Sepertinya Ai sedang berpikir, suara napasnya tenang.
"[Aku....]" ¡ata Ai terputus.
"Apa?"
"[Kurasa, aku melihat ayah Ryu di sana]"
Alis Chelsea berkedut, "kau---bisakah membantuku menanyakan keadaannya?" sahut Chelsea. Terdengar langkah derapan cepat dari Ai di sebrang sana. Sepertinya temannya itu tanpa disuruh sudah melakukannya lebih dulu.
Beberapa menit kemudian terdengar Ai memanggil kepala sekolah dengan suara yang sopan lalu terjadilah percakapan...
Konichiwa, sensei...
Ya, ada apa?
Ai terdengar tidak yakin, tapi suara jauhnya masih terdengar.
Aku... sejujurnya temanku, Asuka Matsumoto, ia... ingin menanyakan keadaan Ryu.... karna kau tahu, sejak malam itu mereka tidak bertemu lagi?
Dari sambungan telepon Chelsea menelan ludah, bersiap dengan jawaban yang akan ia dengar. Ayah Ryu terdiam sejenak, seakan Chelsea bisa menggambarkan rautnya yang terdengar sedih.
Tidak, jangan....
Asuka? Ah, yah... dia beberapa kali menyebutkan namanya waktu itu...
Suara berat itu memulai, Chelsea menggigit bibir, berusaha menahan napas agar membuat jantungnya tenang sedikit.
Tapi, kuharap gadis itu jangan mendatangi Ryu lagi...
Chelsea tersontak. Ia nyaris menjatuhkan ponselnya sebelum mendengar suara Ai bertanya dengan nada heran. Rasanya Ai tahu semua apa yang ingin ia katakan pada pria itu.
Karna....
Hening sekilas, dada Chelsea mulai beringsut dan ia mulai menahan napas.
Ryu sedang koma.
***
Duh Ryu, aku bener2 ga nyangka bisa buat dia setulus itu😢😢
Tapi gimana kelanjutannya lagi? Apakah Chelsea bakal ke Jepang nemuinn si Ryu?
Aku gatau juga sih, tapi yang pasti tungguin lagi ya, dua atau satu episode terakhir! Haha (kaya sinetron aja)😂
For all, who read and still votes this story, thank you very much. I gotta say, without you guys, this story wouldn't be right in this position😆
Sorry if i still can't come to your guys story, very busy in this world haha so i need...still i need a time, but don't worry, your story still in my lib and i will read it😉
Okay, mendadak gw sok inggris gitu haha tapi yang pasti keep waiting yaa😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top