Chapter 3 Part 7

"Ah, ya Osamu senpai, maafkan aku. . . apa? Oh ya, aku. . .sedang bersamanya," Chelsea melirik Ryu yang sedang menunggunya di gerbang. Ia sengaja menjaga jarak walau tetap saja Ryu pasti tahu ia sedang menelpon siapa.

"Besok? Oh tentu, eh---Osamu senpai, aku minta maaf ya jadi melambatkan tugasmu. . . ah, jangan begitu, aku yang membuatmu jadi terhambat," sahut Chelsea ringan sambil tersenyum.

"Sudah belum? Lama sekali teleponnya," suara berat Ryu membuat Chelsea tersentak seketika dan membalikkan tubuhnya cepat.

"Ah, iya. . . Osamu senpai, sudah dulu ya, aku---eh, apa?" Mata Chelsea terarah ke ponselnya lagi untuk mendengar kalimat terakhir pria di sana, tapi terlambat, Ryu sudah merampas benda itu duluan dan membiarkan pria itu berbicara kepada Osamu di sana.

"Oi, senpai, bisa tidak jangan menganggu waktu pacaran kami? Aku sedang ingin mengantar Asuka makan malam ke rumah kakekku, jangan mengacaukan kencan kami dengan omong kosongmu ini."

Mata Chelsea melebar, otomatis tangannya memukul punggung Ryu dengan keras. Walau Chelsea tahu ia tak bisa membantah ajakan pria itu, tapi bukan itu artinya Chelsea tidak mengatur janji lagi bersama Osamu senpai.

"Apa-apaan ini! Jangan bicara begitu!" sergah Chelsea.

Ryu menjauhkan ponsel sejenak dan menatap Chelsea sambil menyipitkan mata.

"Hei, bisa diam tidak? Apa kau mau kubungkam mulutmu dengan bibirku?"

Pipi Chelsea memerah seketika dan ia mengesalkan ucapannya. Dasar pria murahan! Ancam saja aku dengan hal seperti itu kau pikir aku...

"Ini," Ryu menyerahkan ponsel kepada Chelsea, "katakan padanya, kalau aku tak suka kau berada dekat dengannya."

Chelsea memberenggut. "Katakan saja sendiri," gerutu Chelsea sambil menaruh ponsel ke dalam saku lalu berlalu mengikuti Ryu yang berjalan di depannya.

***

Agak aneh juga pikir Chelsea. Sekarang ia sedang ada di tengah meja makan bersama keluarga Ryu. Di sana ada Kakek dan Nenek, lalu ada Ayah yang notabene Direktur sekolah dan Ibu Ryu yang sangat ramah.

Walau sempat bermasak ria bersama di dapur rumah Ryu, perasaan Chelsea tetap canggung. Apalagi ia harus mengakui kalau ia adalah pacar Ryu. Ibu Ryu yang antusias dan senang dengan keberadaannya benar-benar memenuhi perbincangan makan malam dengan topik utama--Kenangan masa lalu Ryu Otosaka.

"Bu, sudahlah hentikan, kau pikir aku tidak punya malu?" ujar Ryu acuh tak acuh sambil menenggak segelas air.

Acara makan malam sudah selesai, tapi kehangatan belum beranjak dari tengah obrolan itu.

"Ah, kau ini. Asuka kan pacarmu dan sebentar lagi akan menjadi tunanganmu dan sebentar lagi..." Mendadak Chelsea yang di sebelah Ryu menghentikan alur kunyahannya dan tertegun sejenak.

Tu---tunangan?

Tanpa sadar kepala Chelsea berputar berpaling ke arah Ryu.

"Abaikan saja, aku tahu itu berlebihan," bisik Ryu yang sadar dengan tatapan terkejut Chelsea.

"Eh, maaf, sepertinya aku sudah melantur." Ibu Ryu tertawa sendiri diikuti neneknya yang manggut-manggut sambil tersenyum sadar akan kata-katanya yang mengejutkan Chelsea.

"Kau terlalu berlebihan Renka, mereka masih kecil, pernikahan masih terlalu dini," sela Ayah Ryu santai. Tanpa sadar kepala Chelsea mengangguk.

"Eh, eh, tapi. . . kau sangat baik, sangat berbeda dari pacar-pacar Ryu yang sebelumnya, kau tahu, mereka hanya memanfaatkan ketampanan dan kekayaan kami, jadi Ryu. . ."

Chelsea menoleh ke arah Ryu. Pria itu sedang tertegun pada satu titik yang ada dipikirannya. Entah itu apa, tapi Chelsea merasa, ia sedang mengingat kejadian dua tahun lalu. Kejadian Hazuki Harukaze waktu itu.

Apa yang sebetulnya ia sembunyikan? Kenapa Ryu tidak pernah mengatakan hal ini?

"Sudahlah, tidak baik menceritakan itu, lebih baik, bagaimana kalau berbicara tentang Indonesia saja? Asuka, kudengar keluargamu berasal dari negri tropis itu?" sela Ayah Ryu sambil tersenyum hangat.

Chelsea terkesiap dan kembali tersadar.

"Oh, oh. Iya, paman, keluarga kami berasal dari Indonesia," jawabnya ramah.

Mendadak, perasaan Chelsea jadi menyepi ketika ia mengingat kilasan wajah termenung Ryu dikepalanya.

"Wah pasti menarik ya jika kita berlibur ke sana."
"Ya, boleh juga."
"Aku juga mau ke Indonesia."

Chelsea hanya manggut-manggut tersenyum meladeni Ayah, Ibu dan Kakek Ryu yang saling sambar-menyambar.

"Maaf aku menyela, Asuka, apa kau sudah selesai?" tanya Ryu sambil menoleh.

Chelsea terkesiap, "eh, iya sudah."

"Ayah, aku ingin mengantar Asuka pulang dulu, ini sudah malam, aku tak enak pada ibunya jika sudah terlalu larut," sahut Ryu. Ayah Ryu mengangguk cepat seakan ia baru menyadari hari semakin malam.

"Tidak usah, aku bisa jalan kaki dari sini," potong Chelsea cepat. Ryu terpengarah.

"Kau tak tahu apa-apa di Tokyo, Asuka."

Bibir Chelsea mengerucut, "siapa bilang aku..."

"Ah, sudah-sudah, Asuka lebih baik kau cepat pulang, nanti Ibumu mengkhawatirkanmu," sergah nenek Ryu yang duduk di sebelahnya.

"Tidak, tidak apa-apa, kalian sudah sangat baik dan jamuan ini sangat enak, aku tak ingin merepotkan kalian lagi, sungguh."

"Kemari kau," tangan Ryu meraih jemari mungil Chelsea dengan cepat dan dengan sekali gerakan ia menarik tubuh Chelsea untuk segera beranjak dari kursi. Chelsea tergagap sebentar, antara ajakan Ryu yang sudah tak bisa dibantah dan ingin berpamitan dulu.

"Eh, terimakasih, bibi, paman, kakek dan nenek, lain kali aku akan---aduh! Ryu! Hati-hati!" ucapan Chelsea jadi melantur dan asal apalagi setelah kakinya tersengkat kaki Ryu yang ada di depannya. Chelsea hanya tersenyum riang ke arah mereka dan dibalas anggukan dan lambaian tangan.

***

"Kau tak perlu mengantarku sampai ke rumah Ryu, aku bisa jalan sendiri," bantah Chelsea sedari tadi ingin melepas genggaman Ryu yang belum berhasil ia lepas.

Ryu berjalan penuh keheningan. Mereka melintasi pinggiran jalan di antara blok-blok rumah Tokyo. Langit sudah gelap, hanya ada beberapa lampu jalanan yang menerangi jalan dan kebetulan sekali di sini agak sepi, walau jalanan lengang, tapi tetap saja, Chelsea akan merasa takut kalau jalan sendirian di sini dan ia merasa untung Ryu memaksakan diri untuk menemaninya.

"Kenapa? Kau tak mau kugandeng?" Ryu menghentikan langkah seketika kemudian berpaling ke arah Chelsea.

"Kalau begitu, kau mau kugendong?" Ryu sudah siap dengan posisinya tapi Chelsea buru-buru menggertak.

"Tidak! Ryu, kau ini apa-apaan sih? Selalu saja menganggap semuanya lelucon!" pekik Chelsea. Ryu hanya tersenyum manis dan kembali mengenggam tangan Chelsea lembut. Lembut sekali bahkan sampai Chelsea tak bisa menarik diri. Ia terlalu... terpikat.

"Kalau begitu, biar aku menikmati genggaman ini sebentar ya? Aku sudah lama tak pernah merasa sehangat ini."

Kata-kata Ryu menelusup, memasuki kepalanya dan menjalar memasuki hatinya kemudian menyentakkan Chelsea sesaat. Bodoh bodoh bodoh. Ini yang selalu Chelsea takutkan kalau sedang bersama Ryu. Takut benar-benar termakan oleh pesonanya.

"Ryu," mereka sudah melanjutkan perjalanan, sementara Chelsea teringat akan sesuatu.

Ryu menoleh dengan senyum terbaiknya, "apa?"

Chelsea tak yakin ingin menanyakan ini, tapi cepat atau lambat ia harus tahu jawabannya.

"Sebetulnya, apa yang terjadi pada Hazuki Harukaze?"

***

Wah konbanwa minna-san. Kenapa saya merasa Chap ini begitu panjang ya? Maaf ya kalau agak membosankan, tapi aku sndiri udh gak sabar pen nulis sampai ke klimaksnya hehe.

Btw, makasih ya buat yg (kalo masih) ada yg baca and vote. Makasih buat siders maupun yg lainnya, aku berharap crita ini bisa kulanjutkan sampai ending. Karna setelah kulihat progresnya, readersnya menurun dan aku jadi kurang yakin mau semangat nulis:(

Tapi selama ada support pasti aku semangat kok. Hhehe ganbatte!!

See you at the next chap😘

Ps. Masih berjalan ya voting utk crita kalian makasih🙆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top