Chapter 1 Part 2
Senyum sempurna. Mata berkharisma. Melankolis. Tapi aku mengakuinya.
***
Ia menutup langkah. Menengadah, melihat bangunan berselip koridor di depannya.
"Ryu, Sensei Kuso sudah masuk. Lapangan sudah sepi, dan ... " pria di sebelahnya melirik arloji, "kita sudah benar-benar terlambat."
Yang dipanggil tak bergeming. Terus menatap ke bagunan dengan raut datar yang penuh arti.
"Sekolah kita bagus. Berikut pula para murid wanitanya," ucapnya lurus, tanpa terselip candaan.
Pria di belakangnya yang sedang membaca komik tiba-tiba teralihkan dan langsung terkikik.
"Astaga, ternyata ada yang lebih otaku dari pada aku," katanya sambil tertawa. Kento, pria berambut spray itu hanya tertawa sekilas lalu menatap Ryu yang masih melihat pemandangan gedung seakan itu adalah keindahan yang tak boleh di lewati.
"Ryu," panggil Kento lagi, kali ini sedikit memaksa.
Bola mata Ryu menuruni satu per satu gedung. Seorang gadis berambut panjang yang sedang menatap ke bawah yang ada di lantai tiga-seorang gadis sedang tertawa bersama temannya-dua orang gadis di lantai dua yang sedang bercakap ringan-pintu kelas yang terbuka-dan menolehlah dia kearah wajah Kento yang tak sabar.
"Ayo," ujarnya datar.
Lalu bak gengster sekolah, mereka masuk ke lobi utama dan beranjak ke kelas.
***
Kepala Chelsea memutar, menjelajahkan pandangannya.
Deretan jendela bening menembus cahaya mentari, memasuki pekarangan meja dan kursi yang tersebar di kelas. Ramai dengungan cakap-cakap murid sudah menguar. Papan tulis dan aneka ragamnya ada di depan. Chelsea bisa melihat betapa bersihnya kelas di sini. Walau merasa sedikit canggung, tapi keberadaan Yuki selang beberapa menit, membuatnya seperti sudah lama ada di Jepang.
"Eh, Asuka. Tahu tidak, kenapa aku pindah ke sini?" Yuki menaruh ransel sambil beranjak duduk. Kursi Yuki berada di belakang Chelsea. Sedangkan Chelsea sendiri memakai kursi depan agar konsentrasi belajar.
"Kenapa?" Chelsea menaruh ransel, tak segera duduk. Menikmati pandangan gedung-gedung di sebrang sana, saling menjulang hendak menyentuh cakrawala.
Yuki tersenyum-senyum malu, "karna. . ." Chelsea melirik, mendengar nada bicara Yuki sedikit berbisik.
"Aku ingin melihat, Ryu-kun." Ia mengakhiri sambil terkikik malu. Chelsea mengernyit keras.
"Siapa?"
Yuki melotot, "astaga. Kau tidak tahu Ryu-kun?"
Masih dengan kerut yang sama, Chelsea menggeleng takjub.
Yuki berdeham sekali, sambil menjetikkan jemarinya yang lentik, beserta kuku-kuku mengkilapnya yang bersih, ia bergaya seperti seorang pembawa acara.
"Kuberitahu, Ryu-kun adalah seorang pewaris sekolah keren ini---"
Kemudian cerita berjalan seperti di film-film. Menarik mundur alur, membuat Chelsea membayangkan Ryu yang ada di pikiran Yuki seperti seorang artis.
Pertama, Ryu adalah playboy yang parah. Kedekatannya dengan para gadis di sekolah sudah tak di pungkiri. Matanya berkarisma, dagu runcingnya sangat istimewa. Yuki sampai bergidik sendiri ketika menceritakan citra pria yang dimaksud itu.
Kedua, Ryu selalu memiliki caranya sendiri dalam mendekati gadis-gadis. Dari luar, Ryu mungkin terlihat sangat angkuh, tapi sebetulnya, dia adalah pemuda busuk yang sangat hidung belang. Sialnya, menurut Yuki, hidung belang itu adalah seorang yang sempurna dalam memainkan perannya.
Bagaimana Ryu mengatur langkahnya supaya terlihat mempesona, bagaimana Ryu menyimpan tangannya di balik saku, melirik gadis walau hanya sekilas tapi bisa membekas. Meluluh lantahkan setiap gadis walau hanya melihat sepatunya. Dan bla-bla-bla.
Yuki menarik napas sejenak, "dan dia adalah anak dari Direktur sekolah ini, jadi berlagak seperti penguasa itu sudah sangat biasa."
Chelsea menemukan kerongkongannya mendadak kering. Hanya menatap Yuki beberapa detik dengan takjub lalu mengerjap sekali.
"Astaga. Kau konyol sekali. Pindah ke sini hanya demi pria, itu?" Chelsea duduk menghadap Yuki yang di belakangnya.
Yuki mengangguk mantap. Anggukan yang begitu yakin. Namun, saat Yuki melihat ke arah belakang Chelsea, raut wajahnya memucat seketika.
"Ke---Kenapa?" tanya Chelsea ragu. Mata Yuki semakin membesar, perlahan-lahan, Chelsea menoleh ke belakangnya.
"Ada apa---"
Suara Chelsea tertahan begitu matanya mengenai jenjang kaki panjang-semakin naik ke atas-lengan seragam yang di gulung-berikut rompinya yang di selempangkan ke bahu-kemudian berujung di wajahnya.
"Maaf, sepertinya apa yang dikatakan Yuki-san memang benar."
Chelsea setengah terkejut. Nyaris ia membuka mulut lebar-lebar dan tertawa takjub. Di tahun ini, masih ada orang melankolis begini? Yang benar saja. Semua pesona itu omong kosong.
Apa yang ada di hadapannya sekarang adalah benar. Dagu runcing mempesona dan tatapan mata berkarisma. Hampir 5 detik, Chelsea lupa tentang keheningan kelas yang mendadak itu. Dan hampir lebih dari lima detik, ia seperti terikat sesuatu lewat tatapan itu.
Wajah Ryu mendekat perlahan, setengah menunduk, berikut dengan desahan dari bisikan para wanita. Chelsea menaikan alis seraya pergerakan Ryu yang semakin mendekat ke wajahnya. Sejenak, bulu kuduknya meremang, ia menenggak ludah.
Hampir tergagap, Chelsea menelan kembali semua rasa gugup yang muncul mendadak itu.
"Ma ... Mau apa kau?"
Mata Ryu menyipit, ia mengulas senyum. Refleks, jeritan para siswi mulai bergumam. Chelsea bahkan mendadak bisu.
"Kau cantik. Siapa namamu?"
Setengah murid benar-benar berteriak. Dari belakang, Kento dan Hendo mulai tersedak tawanya sendiri. Chelsea tergagap, merasakan pipinya memanas.
Ryu mengeluarkan tangan dari saku, lalu mengulurkan tangan ke hadapan Chelsea.
"Ryu. Ryu Otosaka," pria itu memiringkan kepala sambil menatap Chelsea yang bergeming.
"Kau seperti bukan orang Jepang asli?"
Tangan Ryu masih di sana. Antara kebingungan dan mati kutu. Tatapan Ryu menguncinya, membuat sekujur tubuhnya bergetar hanya melihat manik cokelat itu.
Dari belakang, Yuki mengguncang pundak Chelsea untuk segera tersadar. Anak itu habis mengigiti kuku-kukunya sampai rusak, saking gemas melihat wajah Ryu.
Dengan gemetar ragu, Chelsea menyambut salam perkenalan itu.
Ryu menelan separuh telapak tangannya, menggenggamnya hangat seakan tang ingin lepas. Jemari-jemari panjangnya begitu bergairah, jantung Chelsea semakin berpacu tanpa arah.
"Asuka. Asuka Matsumoto," ujarnya pelan. Lagi-lagi teriakan para gadis mengguyur kelas. Ramai dan ricuh. Senyum Ryu menukik lagi, membuat degup jantung Chelsea berdegup semakin kencang. Sialnya, senyum itu melempar Chelsea lupa pada setiap memori-memori lamanya. Sekejap, hanya ada tatapan itu, dan rekatan di dalamnya.
Ryu kembali tersenyum, dan membiarkan Chelsea kembali menarik tangannya.
"Okairi, Asuka-san," Ryu menatap ke bawah, melihatnya penuh arti lalu tersenyum sekilas. Jantung Chelsea lagi-lagi bergelanyut. Sinting, kenapa bisa ada orang memiliki senyum yang membuatnya begitu takut?
Kemudian dengan santai, Ryu berjalan ke belakang mengikuti deretan meja di belakang Chelsea diantara dengan dengungan para siswi.
Chelsea menemukan dirinya sendiri tergagap untuk beberapa detik.
Habis tersengat apa dia tadi?
Dari belakang, beberapa siswi langsung menerkam Chelsea.
"Kau beruntung sekali!"
"Aku mau di tatap begitu!"
"Wah, anak baru hebat, ya bisa memikat Ryu secepat itu."
Chelsea menengadah cepat sambil tersadar dari alam bawah sadarnya. Tekejut mendapat perhatian begitu banyak, Chelsea langsung mengibaskan tangannya cepat-cepat.
"Hah? Tidak-tidak. Apa-apaan, ini ...?" Chelsea melirik Yuki. Anak itu berkaca-berkaca.
"Asuka-san! Kau beruntung sekali!"
Dengan kerut penuh takjub, Chelsea kembali merasa sinting.
***
Hae, makasih kalo msh ada yg stay tune hehe, aku masih berusaha utk buat so sweet yg paling sweet. Agak susah sih soalnya aku ga pernah di so sweetin(?) Bhak*
Anyway, vomment kalian sgt berartu buat aku loh, and buat para silent readers..ayolah, itu bintang disentuh biar cerita ini bisa berkembang ke smua orang hehe
Kalo mau kritik, atau apa, silahkan cerita ini terbukaa sekalii, biar sama2 enak bacanya, okay?
Dan kalau ada yg tahu arti otaku, tolong komen yaaa aku gak tau itu kata-katany bener apa salah😅😅
Hai, arigatou gozaimasu^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top