4. Es Teh
Saat itu, tak henti-hentinya ia menatapku sembari tersenyum, atau lebih tepatnya menertawakan.
"Cuaca sedang panas, lo," katanya.
"Iya, tahu."
"Dan kamu masih minum teh manis hangat."
"Sudah kubilang, aku alergi minuman dingin. Nanti radang tenggorokan."
"Kita memang sangat berseberangan, ya?" Ia terkekeh, lalu menyedot es tehnya sampai tandas.
Ya, kami memang terlalu berseberangan. Sampai-sampai jarak di antara kami perlahan makin melebar, lalu tidak bisa lagi melihat satu sama lain. Aku tidak lagi bisa melihat segelas es teh manis di hadapanku, pun teh manis hangat yang biasa kupesan di tempat ini. Semuanya tergantikan sebotol air mineral dengan suhu ruangan. Tidak hangat dan tidak dingin. Hambar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top