1. Toko Penjual Kebahagiaan

Di tengah hutan nan jauh di sana, konon ada sebuah negeri ajaib yang dihuni para peri. Negeri yang damai dan makmur. Negeri yang diimpikan semua orang. Namun, manusia biasa tentu saja tidak akan bisa tinggal dan hidup di sana. Meski demikian, bukan berarti manusia sama sekali tidak bisa datang ke sana.

Serena memandangi sebuah peta yang ia dapatkan dari tetangganya. Matanya terfokus pada satu titik bertuliskan "Toko Penjual Kebahagiaan". Toko itu berada di Negeri Peri yang selalu menjadi topik pembicaraan di antara orang-orang. Serena sudah bertekad, malam ini ia akan berangkat ke sana. Meskipun ia tahu, perjalanan ke tempat itu tidaklah mudah. Ia juga tidak punya perbekalan yang cukup. Namun, orang-orang bilang, modal untuk pergi ke sana cukup hanya dengan membawa keputusasaan.

Saat menjelang petang, Serena sibuk menyiapkan makanan. Untuk makan malam ini, di rumahnya hanya tinggal segenggam beras, dan beberapa genggam sayuran liar yang ia dapatkan dari kebun orang. Meski seumur hidupnya Serena tidak pernah memasak makanan mewah, tetapi setiap masakan yang ia hidangkan selalu dimasak dengan penuh cinta. Meski seperti biasa, makanan itu tidak pernah disambut dengan cinta yang setara.

"Sudah kubilang, aku tidak mau makanan sampah seperti ini!" bentak Airin, putrinya.

"Tapi kita hanya punya ini, Nak." Suara Serena bergetar melihat semangkuk sayur yang sudah berserakan di ubin.

"Dari dulu juga seperti itu! Bukan hanya hari ini. Setiap hari kita hanya punya ini, kan?"

Serena tertunduk lesu dengan tenggorokan yang terasa ngilu.

"Sampai kapan? Aku lelah hidup seperti ini!" teriak Airin. "Selama tujuh belas tahun aku hidup, aku tidak pernah sedikit pun menemukan kebahagiaan di rumah ini. Aku hanya melihat kemiskinan yang harus aku terima dengan lapang dada, dan pria tidak bertanggung jawab yang sekarang entah masih hidup atau tidak."

Serena mengangkat kepala dan menatap Airin lekat-lekat. "Lalu, Ibu harus bagaimana, Nak? Ibu akan melakukan apa pun demi kebahagiaanmu."

"Memangnya Ibu bisa melakukan apa? Ibu bisa menghasilkan banyak uang dengan kemampuan dan pendidikan rendah yang Ibu miliki?"

Serena terdiam, karena apa yang dikatakan Airin benar adanya.

"Sudah kubilang, biar aku saja yang mencari uang untuk diriku sendiri. Ibu tidak perlu repot-repot," kata Airin. "Tapi Ibu terus menyuruhku untuk belajar dan sekolah."

Airin berlalu. Serena tersentak ketika mendengar pintu kamar Airin ditutup dengan keras. Sambil mati-matian menahan air mata, Serena juga pergi ke kamar miliknya. Ia mengambil sesuatu dari bawah bantal. Sebuntal kain berisi beberapa lembar uang yang ia kumpulkan siang malam dengan bekerja apa saja. Mulai dari mencuci baju tetangga, membantu menangkap ikan dan menjualnya di pasar, dan masih banyak lagi. Selain uang, ia biasa mendapatkan upah berupa bahan makanan juga. Uang itu ia simpan baik-baik untuk biaya dan keperluan sekolah Airin. Itulah sebabnya, untuk makanan, ia hanya bisa menyiapkan nasi ditambah lauk seadanya yang didapat dengan gratis.

Serena berdiri di depan pintu kamar Airin dan beberapa kali menghela napas berat. Buntalan uang itu kemudian ia taruh tepat di depan pintu kamar Airin. Setelah itu, Serena keluar meninggalkan rumah.

Mengandalkan cahaya bulan, Serena menyusuri jalanan kampung. Makin jauh, makin masuk ke dalam hutan. Dari cerita orang-orang, perlu waktu tiga hari untuk sampai di Toko Penjual Kebahagiaan. Namun, orang yang pergi ke sana akan sanggup bertahan tanpa makan dan minum. Jika dipikir menggunakan logika manusia normal, mungkin terdengar tidak masuk akal. Namun, Serena sudah tidak bisa memikirkan apa-apa lagi selain kebahagiaan Airin, satu-satunya harta berharga yang ia miliki di dunia ini.

Sesuai kabar yang didapat, Serena berhasil tiba di Toko Penjual Kebahagiaan setelah tiga hari perjalanan. Sesuai kabar yang beredar juga, bahwa Toko Penjual Keajaiban itu hanya akan terlihat oleh orang yang benar-benar putus asa. Adapun orang yang hanya iseng pergi ke sana, maka ia akan tersesat dan tidak bisa keluar lagi seumur hidup.

Serena meneteskan air mata ketika melihat sebuah toko yang berdiri megah di hadapannya. Toko itu dikelilingi taman bunga warna-warni, beserta makhluk-makhluk kecil beterbangan ke sana ke mari. Meski sekarang siang hari, tetapi tempat ini sangat teduh, layaknya malam hari yang disinari bulan purnama. Toko itu dihiasi lampu yang menyala di sana-sini.

Serena melangkahkan kakinya ragu-ragu, memasuki toko tersebut. Di dalam toko semegah ini, ternyata tidak ada pegawainya. Hanya ada satu makhluk kecil bersayap yang menghampiri Serena.

"Selamat datang di Toko Penjual Kebahagiaan. Saya Kelly, pemilik toko ini." Makhluk kecil dengan gaun hijau berkilauan dan rambut pirang bergelombang itu memperkenalkan diri.

"Nama saya Serena," timpal Serena ikut memperkenalkan diri.

"Anda pasti lelah sudah jauh-jauh datang kemari. Duduklah dan minum teh dulu."

Kelly menuntun Serena duduk di sebuah kursi dengan meja bulat di hadapannya. Meski pemiliknya adalah makhluk kecil, tetapi barang-barang di sini berukuran sebesar barang-barang manusia normal.

"Jadi, apa masalah Anda?" tanya Kelly setelah Serena menelan seteguk tehnya.

Serena sedikit bingung. Ia pikir, tidak perlu lagi menjelaskan apa pun, karena orang yang datang ke tempat ini pasti adalah orang yang sedang kesulitan.

"Saya datang untuk membeli kebahagiaan. Saya akan membayarnya dengan keputusasaan yang saya bawa," jawab Serena. Ia sudah menghafal kata-kata itu dari tetangganya.

"Untuk siapa kebahagiaan itu?"

Serena tertegun. Jadi, itu maksudnya. Kelly harus tahu untuk siapa ia membeli kebahagiaan itu.

"Airin, putri semata wayang saya," jawab Serena.

Kelly kemudian terbang menuju sebuah meja panjang di ujung toko. Ia kembali seraya membawa sesuatu.

"Terimalah ini," ujar Kelly.

Dahi Serena mengernyit ketika menerima benda itu. "Ini, kan, kunci rumah saya."

"Benar. Bawalah benda itu dan kembalilah sebelum tengah malam."

"Ini saja?" Serena benar-benar ingin memastikan apakah Kelly tidak salah memberinya sesuatu.

"Memang apa lagi yang Anda harapkan selain kebahagiaan putri Anda?"

"Tidak ada." Serena menjawab yakin.

Kelly mengangguk. "Kalau begitu, silakan pulang dan berikan kebahagiaan itu."

Setelah terdiam sebentar, Serena memutuskan untuk mengikuti kata-kata Kelly. Ia segera keluar dari toko dan kembali ke rumah.

Sepanjang perjalanan, Serena tak hentinya memandangi kunci rumah di dalam genggaman. Pertama, ia bingung mengapa benda itu ada di Toko Penjual Keajaiban. Kedua, ia tidak mengerti mengapa "kebahagiaan" yang diberikan Kelly hanya sebuah kunci, dan itu adalah kunci rumahnya sendiri.

Serena tiba di rumahnya setelah tiga hari perjalanan, sama seperti saat dirinya berangkat. Serena membuka pintu dengan kunci yang ia bawa. Saat memasuki rumah, Serena masih bingung apa yang harus ia lakukan. Ia tidak membawa apa pun untuk diberikan kepada Airin. Jika Serena memberikan kunci itu kepada Airin, yang ada malah Airin makin membencinya.

Serena terduduk lemas di sofa lusuh dengan pandangan nanar. Ia kemudian mendengar suara langkah berasal dari kamar Airin. Untuk beberapa detik pandangan mereka saling bertemu. Detik berikutnya, Airin berlari ke dalam pelukan Serena.

"Ibu dari mana saja? Ibu, maafkan aku. Kumohon jangan tinggalkan aku. Ibu sudah pergi selama sebulan. Kupikir Ibu tidak akan pernah kembali." Airin memeluk erat Serena dan menangis histeris.

Serena terdiam. Ia baru menyadari perbedaan waktu yang cukup lama antara dunia manusia dengan dunia peri.

"Maafkan Ibu, Nak," ujar Serena. "Ibu pergi ke Toko Penjual Kebahagiaan, tetapi Ibu malah pulang tanpa membawa apa pun."

Airin mendadak diam dan melepas pelukannya. Kedua bola mata yang tergenang itu membulat menatap Serena.

"Ibu pergi ke sana? Bagaimana kalau Ibu tidak bisa kembali? Tempat itu bukan dunia yang bisa dihuni bangsa kita," ujar Airin.

"Ibu hanya ingin membelikanmu kebahagiaan, tetapi Ibu malah disuruh pulang tanpa membawa apa pun. Maafkan Ibu."

Airin terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Ibu sudah pulang dengan membawa kebahagiaan itu. Terima kasih sudah kembali. Jangan pergi lagi."

***

Halooo!
Telat sehari dari rencana. Tadinya mau up kemarin apa pun yang terjadi, tapi ternyata mataku gak kuat dan memilih untuk tidur. Gapapa lah ya?

Btw, happy anniversary RAWS Community yang ke-6. Semoga suatu hari komunitas ini menjadi besar dan mendominasi dunia literasi Indonesia.

20 September 2024
Salam hangat,

Wina Alda

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top