Toilet Training

Meski hanya sedikit, lakukan sesuatu untuk mereka yang memerlukan bantuan, sesuatu yang tidak membuatmu memperoleh bayaran selain kehormatan untuk melakukannya. Albert Schweitzer  

Ini adalah kali ketiga dalam kelasku. Janet mendekatiku dengan wajah memerah dan setengah meringis sambil memegangi perutnya. Aku sudah bisa menebak apa yang akan dia katakan.
“ Ijin ke toilet lagi? “ kataku sambil menatapnya dengan iba.

Aku terdiam mematung sambil mengatupkan kedua lenganku di atas meja. Mataku tegang mengamati jam bulat di dinding.

Sudah lebih dari lima belas menit, namun Janet belum keluar juga.
Otakku sibuk menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi padanya.
Janet akhirnya kembali ke kelas sesudah dia menghilang selama dua puluh menit. Entah apa yang dikerjakannya.
Bagiku ini adalah sebuah misteri yang harus segera kupecahkan.
“ Ah….sudah lega!” seru Janet sambil menarik kursinya dan duduk tepat di hadapanku.
“Mari kita mulai belajar!” seru Janet riang sambil membuka bukunya.
“ Maaf, mbak Janet, Anda tadi malam makan makanan pedas?” tanyaku hati-hati karena aku takut menyinggung perasaannya.
Sebetulnya hal ini tidak boleh aku tanyakan padanya karena dia orang Amerika.
Mereka sangat menjunjung tinggi privasi. Mereka tidak akan mudah terbuka dan percaya pada orang lain, terutama bagi orang yang baru saja mereka kenal.

Reaksi Janet di luar dugaanku.
“ Come here and let me tell you a secret!” katanya.
Aku mendekatkan kupingku ke mulutnya dan bisikan kata-katanya membuatku terperanjat. Kaget sekaligus prihatin.

“Benar begitu? Apakah mbak Swanny tidak memberimu toilet training? Kenapa mbak Janet tidak bilang pada saya?” tanyaku bertubi-tubi padanya.

Janet menjelaskan, sebetulnya mbak Swanny, petugas FO kami sudah memberi training tersebut kepada seluruh penghuni Homestay Heru.
Namun karena waktu itu ada temannya yang merayakan ulang tahun di Café Vegetarian, maka Janet absen di kelas tersebut.

Ingin bertanya pada ibu homestay, dia merasa malu.
Jadi yang dia lakukan setiap pagi di kelasku adalah membuang sesuatu yang dia simpan selama satu hari untuk dikeluarkan di esok harinya.
Dan alasannya sangat sederhana. Dia tidak bisa menggunakan WC jongkok di homestay-nya.  
Aku hanya melongo mendengarkan penjelasannya. Sesaat aku tidak tahu harus berbuat apa.

Tapi jika aku biarkan waktu belajar paginya berkurang selama 20 menit setiap hari, dia yang akan rugi sendiri karena target materinya tidak akan tercapai selama belajar disini.
Janet, seorang relawan VSO (Voluntary Service Overseas), sebuah LSM Internasional yang memiliki visi “ Dunia tanpa Kemiskinan” dan misi “Bersama-sama Melawan dan Mengenyahkan Kemiskinan di Seluruh Dunia”. Relawannya tersebar di seantero jagat raya.
Dan selepas belajar Bahasa Indonesia selama sebulan, dia akan ditempatkan di Alor, sebuah kota kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang pemandangan alamnya sangat indah namun masyarakatnya masih sedikit primitif.

Karena itulah dia ditempatkan di homestay Heru yang semua kamarnya menggunakan WC jongkok. Supaya dia terbiasa dengan keadaan tersebut dan tidak kaget jika dia mendapatkan rumah dengan fasilitas yang sangat sederhana.

Selintas ide membayang di kepalaku.  Aku tersenyum dan menarik tangan Janet.

“ Mbak Janet, ayo ikut saya ke toilet!” Aku mengajaknya berjalan menuju toilet yang menjadi masalah besarnya selama ini.

Janet menurut saja mengikuti langkahku. Saat kami berada di depan toilet, aku baru menjelaskan apa yang akan kulakukan.

Dan walau sebenarnya bukan tugasku menerangkan padanya, aku ambil alih tugas mbak Swanny.
Yang kupikirkan hanya satu, aku benar-benar ingin membantunya agar bisa fokus belajar tanpa resah diganggu oleh panggilan alam.

Pelajaran pertama yang kuajarkan padanya adalah cara memegang gayung. Tangan kanan kuulurkan untuk mengambil gayung. Kemudian dengan gayung tersebut aku mengambil air dari dalam bak mandi dan berjongkok.  

Setelah itu aku praktekkan juga cara menggunakan tangan kiri untuk membersihkan. Mungkin agak sulit baginya membasuh dengan air karena biasanya dia selalu menggunakan tissue toilet.
Aku menyemangatinya sambil berkata, “It’s going to be an easy thing to do because you may get used to it… isn’t it?”

Janet benar-benar serius memperhatikan semua praktek yang kulakukan.  Dia bertekad akan mencoba mempraktekkannya selepas makan siang.

Kami pun keluar dari toilet dan kembali ke kelas. Sayangnya jarum jam sudah menunjukkan pukul 9.45 WIB dan ini adalah saatnya istirahat.
 Setelah break 15 menit, Janet harus menuju ke ruang lain untuk kelas keduanya.

Aku baru saja akan meletakkan piring kotorku di dapur saat kudengar teriakan Janet dari kejauhan.

“ Keke…I did it! I finally did it! “serunya sambil menubrukku dari belakang.

Aku meletakkan piring dan mencoba merenggangkan pelukannya sambil berkata,
“Let me put the dirty dishes, mbak Janet…”
Janet meminta maaf karena terlalu bersemangat ingin memberitahuku tentang keberhasilannya di WC jongkok kami.
Sekarang dia sudah tidak khawatir lagi menunggu hari berganti pagi. Karena jika sewaktu-waktu panggilan alam memanggil, dia bisa memenuhi panggilannya di homestay-nya.

Seorang guru mungkin hanya memberikan bantuan kecil, namun hal itu bisa jadi sangat berarti bagi sang murid sehingga bisa mengubah dunianya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: