5 | Sahal Sakit
"HEI!" Nura menyenggol lengan chairmate-nya dengan gemas. Memang, mendapati Sahal selalu diam itu hal biasa. Hanya saja, hari ini Nura merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan laki-laki berlesung pipi itu.
Sejak di angkot Sahal terlihat tidak baik-baik saja. Selain tak meloloskan sepatah kata pun, wajah laki-laki minim ekspresi itu juga dipenuhi rona pucat. Jangan lupakan berlapis-lapis pakaian hangat yang membalut tubuhnya.
Sahal pasti sedang sakit, pikir Nura demikian.
"Gue anter ke UKS aja yuk kalo lo sakit." Kelas terlihat sepi sebab beberapa menit yang lalu bel istirahat berbunyi. Teman-teman sekelas tentu memilih untuk segera melesat ke kantin. Meninggalkan Nura dan Sahal dalam hening, sebelum Nura bersuara.
"Diem." Sahal menjatuhkan kepalanya di atas tangannya yang terlipat di atas meja.
"Selama gak ada undang-undang larangan ngomong, gue gak bakal diem." Nura bersungut-sungut.
"Diem atau gue cium?" Sahal membuka matanya sehingga netra pekatnya yang masih terlihat begitu jernih itu bertubrukan dengan tatap Nura yang mendadak tajam.
"Dasar jelema gelo!" Refleks Nura melempar buku catatannya yang langsung jatuh tepat di muka Sahal. Lantas ia bangkit, berjalan keluar kelas sambil misuh-misuh tak jelas. Berusaha membuang peduli kepada teman satu bangkunya itu.
Senyum tipis Sahal tergurat. Matanya masih mengekori Nura sampai kemudian punggung gadis itu menghilang di balik pintu kelas. Lantas ia kembali sibuk dengan segala sakit yang mencubiti seluruh tubuhnya, terlebih area dadanya. Nyeri itu bahkan terasa menusuk setiap kali ia menarik napas.
Sahal tahu kalau penyakitnya kembali beraksi sejak semalam. Namun, tidak ingin ibunya tahu kemudian menyuruhnya pulang ke rumah sang ayah, membuat Sahal menyembunyikan segala nyeri yang ada dan memaksakan diri berangkat sekolah.
Sekarang ia malah kerepotan sendiri. Selain badannya terasa seperti dibekukan, dadanya juga sesak dan sakit.
Kayaknya emang harus ke UKS. Batinnya.
"NURA!"
Nura baru saja keluar dari UKS saat wajah seseorang memenuhi pandangannya. Begitu dekat sehingga tanpa aba-aba tabuh ramai berdendang dalam dadanya. Tangannya yang tengah menggenggam beberapa obat yang hendak ia berikan untuk Sahal mendadak bergetar dan berkeringat.
"Vi-Virga?" Gugup. Salah tingkah. Ini pertama kalinya Virga menatapnya dalam jarak yang begitu dekat.
"Lo gue cariin dari tadi. Tahunya di sini. Ngapain? Lo sakit?"
Nura menggeleng. Berusaha menguasai diri. Demi semua koleksi film sad ending yang dimilikinya, Virga berkali-kali lipat lebih menawan dalam jarak yang begitu dekat seperti saat ini. Semakin membuat Nura jatuh dan tak bisa berhenti mengangumi sosok itu.
"Terus itu buat siapa?" tunjuk Virga pada beberapa bungkus obat di tangan Nura.
"Oh, ini ... ini buat Sahal." Nura tersenyum tipis. Ia bisa melihat raut wajah Virga berubah kusam sedetik setelah nama Sahal lolos dari lisannya. Selalu, seperti yang sudah-sudah.
"Eh, tadi katanya lo nyariin gue. Ada apa emang?" Nura baru ingat walaupun satu ekskul, ia dan Virga tak sedekat itu sebelumnya. Aneh sekali rasanya laki-laki yang di mata Nura begitu memukau itu tiba-tiba mencarinya.
"Nomor ponsel lo, masukin sini!" Virga menghadapkan ponselnya ke hadapan Nura.
Dengan kening berkerut, Nura mengambil benda pipih itu dan mengetik beberapa digit angka. "Dari kapan lo suka gambar?" tanya Nura. Melirik sekilas sebuah sketsa wajah seseorang yang tampak menghiasi wallpaper ponsel Virga, sebelum mengembalikan benda itu kepada pemiliknya.
"Satu tahun ini," jawab Virga. Membiarkan saku seragam kembali menelan ponselnya. "Oya, nanti gue chat lo ya?" Lantas setelahnya laki-laki itu berlalu. Sebelumnya ia menepuk pelan pundak Nura.
Di tempatnya Nura membatu, tetapi jiwanya melayang entah ke mana. Melanglang buana. Aroma tubuh Virga masih tercium padahal laki-laki itu sudah sirna dari pandangan matanya. Dadanya berdebar, sentuhan Virga di bahunya bahkan masih terasa. Namun, fatamorgana itu tak bertahan lama sebab ...
"Minggir!"
... Sahal tampak berdiri di hadapannya. Mengacaukan khayalnya. Ia hendak mengumpat dan merutuki sosok di hadapannya itu jika saja segala kepayahan tak terlukis di wajah Sahal.
"Lo kenapa?" cemas terdengar jelas dalam nada suara Nura. Ia menggeser tubuhnya dari ambang pintu dan membiarkan Sahal masuk.
Sahal tak menjawab, ia memilih untuk membaringkan tubuhnya di salah satu ranjang UKS. Menggulung tubuhnya sendiri.
"Lo baik-baik aja kan?" Nura sungguh khawatir. Di kelas tadi, Sahal tidak separah saat ini. Sekarang laki-laki itu terlihat benar-benar kesakitan. Beberapa kali Sahal terbatuk, kemudian mengerang kecil. Teman sebangkunya itu kini bahkan terlihat kesulitan bernapas.
"Bu Lasti mana?"
"Katanya dia mau ke ruang guru dulu. Tapi, tadi gue udah minta obat buat lo. Terus Bu Lasti kasih ini." Nura menunjukkan beberapa obat di tangannya.
Melihat hal itu, Sahal kontan bangkit dan mengambil alih obat di tangan Nura. Membuka bungkusnya lantas menelannyanya. Sigap, Nura menyodorkan satu gelas air. Setelah itu ia membantu Sahal untuk kembali berbaring.
"Gue balik ke kelas ya?" pamit Nura saat melihat mata Sahal mulai menutup.
Sahal menggumam saja. Terlalu sibuk merasakan reaksi obat dalam tubuhnya.
"Eh, enggak deh gue di sini aja." Belum kakinya melangkah lebih jauh, gadis imut itu kembali berbalik. "Gue tungguin lo sampai Bu Lasti datang," putusnya seraya mendudukkan diri di tepi ranjang tempat di mana Sahal berbaring.
Diperhatikannya sosok itu dalam diam. Lama. Kemudian, fokusnya teralih pada suara getar ponselnya. Pesan dari nomor tak dikenal.
082667555xxx
| Nmr gue. Save ya...
| Virga
Baru mendapat pesan singkat seperti itu, taman bunga seperti tumbuh dalam hati Nura. Senyumnya bahkan terlukis dengan begitu lebarnya. Sebelum membalas pesan itu, ditambahkannya nomor orang terkasihnya itu ke dalam kontak ponselnya.
| Udaaah. 😊
|Read
💕IfOnlyYouWouldTrulyBeMine💗
| Nanti plg brg sama gue ya?
Mendapat balasan pesan seperti itu, Nura nyaris saja menjerit senang jika saja gerak gelisah Sahal tak menahannya jeritannya di dalam mulut. Setengah tak percaya kenapa mendadak sikap Virga begitu berbeda padanya. Padahal sebelumnya mereka hanya bertegur sapa seperlunya.
|Typing...
💕IfOnlyYouWouldTrulyBeMine💗
| Banu nyuruh kt gumpulin materi bwt majalah.
Membaca pesan susulan itu, kontan iris cokelat tua Nura berputar ke arah Sahal. Gue belum berani ngomong sama Sahal soal rencana liput kehidupan dia buat majalah.
SAAT membuka mata, Sahal tidak menemukan Nura di sisinya. Padahal jelas ia masih belum jatuh terlelap ke alam bawah sadar saat Nura memutuskan untuk tetap tinggal dan menjaganya. Tapi justru Melodi yang kini berada di sisinya.
"Akhirnya lo bangun juga." Wajah sumringah Melodi terbit kala sosok yang sejak tadi dijaganya mulai membuka mata.
Sahal memaksakan diri mendudukkan tubuhnya. Pening masih menyiksa kendati tak sekejam tadi. Sebenarnya ia penasaran kenapa Melodi bisa menggantikan posisi Nura. Tapi, ia urung melempar tanya. Hanya membiarkan matanya menyapu keadaan sekitar. Kemudian fokusnya jatuh pada jam dinding yang menempel di sebelah barat ruangan.
Pantesan. Udah jam pulang.
"Udah sore banget. Gue anterin lo pulang aja ya?" Dalam satu gerakan, Melodi bangkit dan menyambar tas Sahal yang tersimpan di atas nakas. "Yuk, supir gue udah nunggu dari tadi!" Lantas gadis cantik itu melangkah lebih dulu, menunggu di ambang pintu dan bersiap mengunci pintu.
Sebentar Sahal membiarkan paru-parunya menghimpun udara. Tidak separah sebelumnya, tapi masih ada sedikit nyeri yang tersisa di sana. Kemudian ia turun dari ranjang UKS dan mulai melangkah menyusul Melodi. Setelah memastikan pintu terkunci, beriringan mereka menyusuri koridor sekolah yang sudah sepi.
Bandung, 27 April 2020
....
Yang Nura sayang.
Yang Nura damba.
Yang Nura harap.
Virga Yudistira
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top