22 | Festival Sekolah
"HAI!"
Selangkah melewati gerbang rumah Sahal, lambai ringan disertai senyum manis Melodi menyambut Nura. Virga yang sudah stand by di motornya, tampak memasangkan helm di kepala Melodi. Begitu manis dalam pandangan Nura. Romantis dan ... ya, mereka emang pasangan serasi! Nura membatin miris. Faktanya, cemburu masih saja menjajah hatinya.
Melihat Melodi yang sudah mulai membuka hati untuk Virga, membuat Nura merasa begitu iri. Ia pun ingin membuka hati untuk Sahal, tetapi entah kenapa rasanya terlampau sulit.
"Lo mau berangkat bareng Sahal?" Melodi melepas tanya begitu langkah Nura berhenti tak jauh dari posisinya.
Nura mengangguk. Sebisa mungkin ia memasang ekspresi senatural mungkin. Bersikap represif, menahan huru-hara yang bergemuruh ramai dalam dada sana. "Tadi, kata Sahal gue enggak usah nunggu di tempat biasa. Jadinya gue datang ke sini."
"Kebetulan banget kalau gitu." Virga membuka resleting ranselnya. Mengambil sesuatu di sana dan menyerahkannya kepada Nura. "Kemarin lo enggak masuk, Banu nyuruh lo ngambil dokumentasi buat Hansa Journalism." Sebuah DSLR Canon 850D berpindah ke tangan Nura kini.
"Kenapa enggak lo atau yang lain aja?" Benar, kemarin ia dan Sahal bolos bersama. Seharian kemarin, Sahal malah mengajak ia jalan-jalan alih-alih bersekolah.
"Di antara anggota yang lain, cuma lo yang enggak ikut ngisi acara di festival ini."
"Emang lo ngisi juga?" tanya Nura.
Virga mengangguk.
Nura ingin kembali melempar protes, tetapi kemunculan Sahal menahan seluruh kata yang hendak ia paparkan. Alhasil hanya kata, "Yaudah ...." yang keluar dari bibirnya. Tatapnya kini terfokus penuh ke arah laki-laki di ambang pintu sana.
Sahal berkali-kali lipat berbeda. Suit hitam dan inner senada yang melekat ditubuh tinggi itu membuatnya terlihat begitu menawan. Tak hanya Nura, Melodi dan Virga bahkan tak ingin melewatkan setiap pergerakan Sahal di depan pintu sana. Laki-laki itu tampak kesulitan mengunci pintu rumah.
"Ayo!" Selesai berurusan dengan kunci pintu, Sahal berdiri di hadapan Nura.
Melihat penampilan Sahal dan Nura, Melodi berdecak. Cukup kagum. "Kalian janjian pake style monokrom, huh? Cocok banget! Iya enggak, Vir?" komentar Melodi seraya melirik Virga. Apa yang Sahal kenakan, sungguh serasi dengan long Sleeve putih, knitted vest abu-abu yang Nura kenakan.
Virga mengangguk. Men-starter motornya saat Melodi mengambil posisi di belakangnya.
"Apaan sih?" Kerling bola mata Nura tunjukkan.
Melodi tertawa kecil. Gadis itu melempar sesuatu ke arah Sahal, yang langsung dengan sigap Sahal tangkap. "Enggak asyik bawa cewek cantik naik angkot! Mobil gue di depan tuh." Sedetik setelah mengatakan hal itu, Melodi berlalu bersama motor yang Virga kemudikan.
Sahal mendengus, melirik Audi putih di depan gerbang sana, sebelum kemudian menjatuhkan tatap ke arah Nura. Benar kata Melodi, Nura terlalu cantik untuk ia bawa naik angkot.
"Lo ikut ngisi acara juga? Kok pake semi-formal gini?" Merasa diperhatikan dengan intens, Nura melempar tanya. Berganti ia memerhatikan Sahal dengan rinci.
Sahal mengangguk. "Keliatan enggak banget ya?" Sebelumnya, pembina OSIS memang meminta ia menyampaikan sambutan di awal acara.
"Enggak, kok. Cocok!" Lo ganteng banget hari ini, Sahal. Nura hanya bisa melontatkan pujian itu dalam hati. Rasanya bahkan sangat sulit mengakui kalau kali ini Sahal terlihat lebih memukau dari Virga.
"Mau naik mobil?" Melupakan soal penampilannya, Sahal menunjukkan kunci mobil tepat di depan wajah Nura.
"Emang lo bisa?"
"Harusnya sih ...." Dulu, bahkan saat ia masih duduk di bangku SMP, Aryan sudah menuntut ia agar bisa mengemudikan mobil. Harusnya sih ia tidak lupa apa yang pernah ayahnya ajarkan.
"Kok harusnya? Kalau enggak yakin, kita naik angkot aja. Gue enggak mau, ya berakhir di liang la—"
"Udah, ayo!"
DI tengah-tengah acara puncak yang diadakan di aula sekolah, Sahal mencari keberadaan Nura. Setelah disibukan dengan serangkaian tanggung jawab sebagai ketua OSIS, yang juga ketua acara festival ini, Sahal akhirnya mendapat kesempatan untuk benar-benar bisa menikmati acara yang berlangsung. Juga menghabiskan waktu terakhirnya bersama Nura sebelum ia kembali dijemput pulang oleh hulu balang Hadi Group.
Benar, alasan ia meminta waktu dua hari sebelum pulang adalah untuk bisa menghabiskan waktu bersama Nura di festival sekolah ini. Namun, kesibukannya membuat rencana itu kacau berantakan.
Tidak ada panggung megah, sebab acara puncak yang akan diisi dengan pertunjukan musik, drama, dan pertunjukan lainnya yang sudah disiapkan oleh tiap-tiap kelas, diadakan di tengah-tengah aula sekolah. Sementara itu, penonton berdiri melingkar untuk menikmati acara tersebut.
Sahal sangat bersyukur sebab ia dianugerahi tinggi badan berlimpah. Karena dengan itu, tak sulit baginya menemukan kekasihnya yang kini berdiri di barisan depan. Tampak sibuk dengan kameranya, mengabadikan momen anak-anak kelas sepuluh yang baru saja selesai melakukan aksi dance.
Saat langkah Sahal sudah berdiri di belakang Nura, Sahal melihat Virga dan Melodi masuk ke tengah-tengah acara. Sementara Virga mengambil posisi di depan piano yang sudah disiapkan, Melodi berdiri di sebelahnya dengan microfon di tangan. Siap berduet melagukan sesuatu. Sahal bahkan tidak tahu kalau mereka turut mengisi acara puncak ini.
Denting piano mulai terdengar mengusik. Menelusup sanubari. Lampu meredup, hanya Melodi dan Virga yang tersorot penuh di sana. Kemudian, suara indah Melodi mengalun. Melagukan rima yang sesaat membuat keadaan menjadi lebih hening.
When I need You milik Celine Dion merambat perlahan di dinding-dinding aula, sebelum stuck di hati orang-orang yang mendengarnya.
Sahal tersenyum miring kala netranya menangkap sosok Nura yang mematung, alih-alih mengambil momen yang Virga dan Melodi ciptakan. Ia hendak menepuk pundak gadis itu sebelum ...
"Sial! Kenapa lo selalu terlihat mengagumkan? Kenapa lo selalu bikin gue jatuh hati, sih? Apa yang enggak lo bisa di hidup lo, Virga?"
... serangkai kalimat yang lolos dari bibir ranum kekasihnya itu menahan niat Sahal.
Sahal tahu, sejak awal Nura tak mencintainya. Nura belum benar-benar move on dari Virga. Sahal sudah mencoba menerima kenyataan itu, tetapi untuk kali ini entah kenapa apa yang Nura paparkan membuat hatinya hancur berkeping-keping. Sesak. Sakit. Sahal merasa kalau ia memang tidak akan pernah bisa membuat Nura memberikan hati itu untuknya.
Lesu, Sahal balik kanan. Meninggalkan Nura. Meninggalkan acara yang tengah berlangsung. Membawa turut rasa yang memang tak seharusnya ia paksa sedari awal. Membawa kekecewaan yang merajam sadis hatinya hingga rasanya bahkan lebih nyeri dari sakit yang ia derita selama ini.
Faktanya, cinta sepihak itu tidak benar-benar membuat bahagia.
"MELODI dan anak-anak OSIS nyari-nyari lo tadi. Lo pulang duluan?"
"Hm ...." Sahal menjawab pertanyaan Virga dengan singkat. Selagi tangannya sibuk memasukkan beberapa pakaian dan barang-barang miliknya ke dalam koper. Besok pagi, ia akan dijemput pulang dan ia harus menyiapkan segala sesuatunya malam ini.
"Lo sakit?" tebak Virga. Ia masuk dan mendudukkan diri di tepi tempat tidur Sahal. Memperhatikan Sahal yang tengah sibuk berkemas di depan meja belajar sana.
Sahal menghentikan gerakan tangannya. Kemudian, ia berbalik guna menatap sengit sosok Virga. "Hubungan kita enggak sedekat itu, kan? Jadi enggak usah sok perhatian," cecar Sahal. Sebenarnya, ia hanya kesal karena Virga selalu berhasil memikat hati gadisnya.
Mendengar pemaparan Sahal, sebelah alis Virga berjungkit kontan. Ia pikir, setelah hari itu hubungannya dengan Sahal memang sudah membaik. Sahal pun tampaknya berpikir demikian. Aneh rasanya melihat Sahal tiba-tiba seperti ini.
"Lo pasti ngerasa tertekan karena harus kembali ke rumah bokap lo." Virga bangkit berdiri dan berjalan lebih dekat ke arah Sahal. Melihat ponsel Sahal tergeletak asal di atas meja belajar, Virga meraih benda itu dengan cepat.
Sahal tak bereaksi apa pun, hanya memperhatikan Virga yang kini mengotak-atik ponselnya tanpa izin.
"Kalau bokap lo lakuin kekerasan lagi sama lo, hubungi polisi!" Seraya memberikan ponsel itu kembali kepada pemiliknya, Virga berujar. Lantas sekon berikutnya ia berbalik meninggalkan Sahal.
Lama, Sahal menatap layar ponselnya. Berdecak kemudian kala sadar kalau Virga baru saja menyimpan nomor ponselnya sendiri di sana. Bukan nomor polisi yang harusnya Sahal hubungi seperti yang saudaranya itu perintahkan.
Bandung, 12 Pebruari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top