20| Tragedi Dramatis

"GUE lihat, lo beneran udah jatuh cinta sama Virga."

Dengkus kasar Melodi mengudara. Ia memindahkan beberapa perlengkapan logistik untuk acara festival sekolah yang hendak dilaksanakan besok lusa ke sudut ruang OSIS. "Lo tahu kenapa Nura tergila-gila sama Virga?" Tatap itu kemudian terpusat penuh ke arah Sahal. "Karena dia memang istimewa. Enggak ada alasan buat gue enggak jatuh cinta dan tergila-gila juga sama dia."

Jawaban Melodi sukses Membuat Sahal berdecak. Tentu saja, ia tahu kalau Virga itu istimewa sehingga gadis—yang dalam pandangannya—teramat  luar biasa seperti Nura bahkan menaruh hati. Selain memiliki rupa idaman perempuan, Virga memiliki banyak bakat yang gadis manapun akan terpikat karenanya. Belum lagi, kepribadiannya yang hangat, cepat membuat banyak gadis nyaman di sisinya.

"Tapi, Sahal ...." Melodi menggengam erat tangan Sahal. Menatap dalam iris sepekat malam milik laki-laki bertubuh tinggi itu. "Gue emang tipe orang yang mudah jatuh cinta, tapi bukan berarti gue gak berjuang buat lupain lo."

Sejenak, Sahal terdiam. Balas menatap mata teduh Melodi. Mungkin benar, ia tak lagi melihat cinta yang bersemayam di sana untuk dirinya, dan Sahal bersyukur untuk itu. Namun, manik indah itu masih menyimpan luka bekas harapan besar yang ia runtuhkan.

"Enggak usah ngerasa bersalah karena udah move on dari gue. Lo emang pantes dapetin yang lebih baik dari gue." Sahal melepas genggaman tangan Melodi. Lantas mengusak gemas poni sahabat baiknya itu.

Melodi merengut, memukul pelan lengan Sahal. "Berantakan tahu!" Jika diingat lagi, sudah cukup lama, setelah hubungan mereka merenggang sebab saling silang hati, tak ada lagi obrolan akrab antara mereka. Harusnya setelah ini hubungan persahabatannya dengan Sahal kembali membaik.

"Sahal, lo dipanggil pembina OSIS, tuh." Andini berdiri di ambang pintu. Raut wajahnya dipenuhi aura negatif kini. Ia melangkah masuk ke dalam ruangan, sementara Sahal memilih untuk segera berlalu. Selain untuk memenuhi panggilan Pembina OSIS, ia juga tengah berusaha menghindari Andini saat ini.

"Gue denger lo pacaran sama Virga, bener?!"

Akan tetapi, pertanyaan Andini yang jelas tertuju untuk Melodi kembali memaku gerak Sahal. Menunda niatnya, Sahal memilih untuk berdiri di sisi pintu. Ingin mendengar lebih jauh apa yang hendak Andini katakan kepada Melodi.

"Udah mau sebulan, lo ke mana aja?"

"Gue enggak nyangka lo nikung temen lo sendiri." Maksud Andini adalah Nura, tentu saja.

Melodi memutar bola mata bosan. "Lo enggak tahu apa-apa, jadi enggak usah bacot!" Demi apa pun itu, hal yang paling Melodi benci saat ini adalah kehadiran Andini di SMA Hansa. Selain songong, belagu, sok, gadis itu juga ....

"Pokoknya, kalau dalam waktu deket ini lo sama Virga enggak putus, Gue bakal bilang sama Om Aryan kalau selama ini, orang yang nyembunyiin Sahal itu adalah bokap lo."

... ancaman terbesar untuk apa yang ia lindungi dalam hidupnya.

"Lo tahu kan, apa yang akan terjadi seandainya Om Aryan tau kalau partner bisnisnya sendiri yang udah mengkhianatinya?"

Tak hanya Melodi, Sahal yang juga berdiri di luar ruangan, kontan mengepalkan tangan kuat-kuat. Ingin ia melangkah masuk ke dalam ruangan dan melabrak Andini di dalam sana. Namun, itu hanya akan membubazikan energi Sahal yang tak banyak. Alhasil, seraya melangkah meninggalkan tempatnya, Sahal sibuk mengotak-atik ponselnya.

| Apa pun yang terjadi, jangan putus!
| Percaya sama gue, kita bakal jadi pemenangnya di sini!

Setelah memastikan pesannya kepada Melodi terkirim, sesegera mungkin Sahal menghubungi seseorang. Satu-satunya orang yang bisa membuat Andini dan Fedrik gagal dan tak mendapatkan apa pun di akhir.

"JADI, beneran boleh?!" Mata Nura berbinar cerah saat melihat anggukan setuju yang Sahal tunjukkan. "Hansa Magazine beneran boleh liput soal kehidupan lo?" tanya Nura berulang.

"Hm ...." Sahal mengangguk lagi. Walaupun dalam hati ia meragukan hal itu. Namun, melihat bagaimana bahagianya Nura, membuat Sahal enggan memikirkan hal lain tentang seberapa kelam kehidupan ia sebenarnya.

"Boleh dibahas hari ini, kan?"

Tak lalu menjawab, Sahal memutar bola mata ke arah luar jendela angkot. Tak ingin meretakkan harapan Nura, Sahal akhirnya mengiyakan saja.

"Gue ke rumah lo, ya?" Tiba-tiba saja Nura merasa begitu bersemangat.

"Hm ...."

"Makasih!" Nura melingkarkan tangannya di pinggang Sahal. Cukup refleks, sehingga ia tak sadar kalau itu membuat Sahal membatu di tempatnya.

Setelah hampir satu bulan berpacaran, akhirnya Sahal bisa merasakan dekap gadis itu. Kendati tak disadari, tetapi itu cukup menciptakan tabuh ramai dalam dada Sahal. Seketika itu, seluruh kegundahan hatinya perihal ancaman Andini, melebur dalam sekejap.

Saat telinganya menangkap degup jantung tak wajar di dada Sahal, baru Nura tersadar. "Sorry!" tukas Nura. Ia hendak menarik diri sebelum Sahal menghentikan pergerakannya.

"Jangan dilepas! Nanti bom di jantung gue meledak." Tak peduli dengan sopir angkot yang melirik mereka di balik kaca spion, Sahal mengeratkan pelukannya di tubuh mungil Nura. Membuat gadis itu tertahan dalam posisinya. Beruntung hanya ada mereka berdua di dalam angkot saat ini.

"Sah—"

"Kalau dilepas, gue tarik izin gue."

Akhirnya, Nura pasrah. Awalnya ia terpaksa. Demi Hansa Magazine, pikirnya. Namun, wangi tubuh Sahal semakin lama membuat Nura terbuai. Entah apa yang terjadi, irama jantungnya turut berdetak tak normal. Terasa seperti hendak meletus saja. Nura tidak ingin mengakui kalau debar aneh di dada itu adalah pertanda ada rasa yang perlahan tumbuh. Namun, rasa kecewa yang menyergap kala Sahal tiba-tiba saja melepas pelukan yang ada, membuat Nura sangsi dengan perasaannya sendiri.

Nura melontar pandang ke arah beberapa penumpang lain yang naik ke dalam angkot. Alasan kenapa Sahal tiba-tiba melepas pelukannya. Ketika Sahal menggeser tubuhnya lebih rapat sehingga tidak ada jarak lagi antara mereka, bom dalam dada Nura benar-benar akan meledak rasanya.

PERASAAN Sahal mulai tak tenang saat ia melihat beberapa mobil berjejer di depan gerbang rumahnya. Kemudian, semakin dilanda gundah kala netranya menangkap beberapa orang berpakaian  serba hitam, tengah berdebat sengit dengan Risti di depan rumah.

Menangkap keberadaan Sahal di depan gerbang sana, Risti berteriak panik. "SAHAL, KAMU HARUS LARI!"

Teriakan Risti membuat semua orang berpakaian serba hitam itu berbalik dan menatap dirinya. Namun, alih-alih menuruti perintah Risti untuk kabur, Sahal justru refleks meraih tangan Nura yang hanya terpaku bingung di tempatnya. Saat empat di antara ketujuh pria berpakaian hitam itu berlari menghampiri dan mengepungnya, Sahal tetap bergeming.

"Sahal, ini ada apa?" Demi semua koleksi pernak-pernik Harry Potter yang ia miliki, Nura tidak menyangka dihadapkan dalam situasi macam drama action seperti saat ini.

Sahal tak menjawab tanya Nura. Laki-laki itu merangkul bahu Nura dengan erat. Keberadaan Nura di sisinya membuat keberanian mendadak muncul dalam diri Sahal. Risti yang hendak berlari menghampirinya, ditahan oleh salah satu dari ketiga orang lainnya di depan pintu sana.

"Bos bilang, kami boleh berbuat kasar seandainya kamu melakukan pemberontakan." Heru. Pemimpin pasukan serba hitam itu melangkah pasti menghampiri Sahal. Berdiri tepat di depan kedua anak berseragam SMA itu. Sekilas, ia melirik gadis yang kini mematung panik di samping Sahal. Lantas, memberi kode kepada salah satu dari anak buahnya untuk menarik Nura menjauh dari Sahal.

Nura memekik kontan kala tangannya ditarik kasar. Tak terima, Sahal berusaha mempertahankan Nura di sisinya. Menggenggam pergelangan tangan gadisnya dengan cukup erat. Namun, tendangan yang ia rasa di perutnya membuat tautan tangannya dengan Nura terlepas. Melihat hal itu, Nura dan Risti kompak berteriak. Sumpah serapah lolos dari mulut kedua wanita itu.

Tubuh Sahal membungkuk, selagi kedua lengannya terparkir di area yang sempat jadi sasaran tendang. Menahan sensasi sesak yang perlahan merambat hingga dada. Ia mengerang tertahan saat seseorang memaksa tubuhnya berdiri tegak, lantas mengunci kedua tangannya di belakang punggung.

"Lepas, Sialan!" Sahal berusaha melepaskan diri. "Gue bakal pulang!" teriak Sahal saat Heru hendak kembali menyerangnya.

"Sahal, jangan!" Risti menjerit. Air matanya meluncur dengan begitu deras. Ia baru saja menyadari kesalahannya terhadap Sahal, dan ia belum memperbaiki semuanya. Sadar kalau Aryan mungkin akan kembali membawa Sahal ke dalam jurang penderitaan, membuat si ibu merasa begitu sedih. Ia tidak akan bisa tidur dengan tenang jika ia benar-benar melepas Sahal pergi.

"Dua hari." Sahal melepas paksa cengkeraman di tangannya. "Dua hari lagi, kalian kembali ke sini buat  jemput gue."

"Jangan coba-coba kelabui kami!" Heru mencengkeram kerah seragam Sahal.

Sahal mulai kesal. Ia menepis kasar tangan Heru. Sementara itu dadanya mulai terasa begitu nyeri. "Dia cewek yang paling berharga dalam hidup gue." Tatap Sahal terlempar ke arah Nura. "Kalau kalian enggak bisa bawa pulang gue nanti, kalian boleh ambil Nura sebagai sandera."

Mendengar hal itu, mata Nura kontan saja membulat. Alih-alih merasa senang dibilang cewek paling berharga untuk Sahal, Nura justru kesal sebab ia dilibatkan dalam situasi dramatis ini. Ia melepas tatapan tak percaya juga kecewa ke arah Sahal.

Heru melirik Nura. "Berikan alamatnya."

"SMA Hansa. Kelas sebelas IPA-1. Kalian bisa cari dia di sana nanti." Yang benar saja. Sahal tidak mungkin turut menyeret Nura masuk ke dalam jurang penderitaannya.

"Baiklah!"

Sedetik setelah cengkeraman di tangannya lepas, dan pasukan serba hitam itu pergi, Nura berjalan tergesa ke arah Sahal. Bola matanya dilumuri amarah kini. Di samping tak paham dengan apa yang baru saja terjadi, ia juga merasa tak terima sebab Sahal turut menyeret dirinya dalam bahaya  seperti ini. "Lo pikir, karena gue cewek lo, lo bi——"

"Sa-sakit!"

Keluhan yang meluncur refleks, selagi tubuh tinggi yang perlahan luruh ke arahnya, membuat rutukan kesal yang hendak Nura amburadulkan, tertahan di dalam mulut. "Sahal!"

Bandung, 08 Pebruari 2021

...

follow ig-ku boleh, dong... (@naesu13 atau @queenofsadending_)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top