14 | Tujuan Sebenarnya
VIRGA melihat Melodi tengah duduk sendiri di salah satu meja kantin. Virga menyayangkan saat melihat awan mendung tampak menghiasi wajah cantik gadis itu. Hiruk-pikuk yang terjadi di tiap penjuru kantin bahkan tampaknya tak membuat gadis itu turut bersemangat. Hanya larut dalam pikirannya sendiri. Tenggelam dalam luka dan kecewa.
Kendati sebelumnya tak ada benang yang membuat hubungan mereka akrab, Virga memantapkan hati untuk mendekati si gadis. Sebelumnya, ia membeli dua botol isotonik. Menyimpannya tepat di hadapan Melodi, mengundang tatap bingung dari gadis bergigi kelinci itu.
"Sayang aja kalau dibuang," tutur Virga seraya mendudukkan diri di hadapan Melodi.
Melodi mendengkus. Tersenyum miring. Ia kenal Virga karena laki-laki itu saudara Sahal. Hanya saja, tak pernah ada momen pas di mana mereka bisa saling mengenal satu sama lain. Lagi, Melodi tidak pernah ada niat mengenal sosok itu lebih jauh. Melodi pikir, Virga pun demikian. Sebabnya, melihat Virga tiba-tiba seperti ini membuatnya sedikit bingung.
"Thanks!" tukas Melodi.
Virga membuka botol isotonik miliknya, meminum isinya hingga menyisakan setengah dan kemudian mengangguk. Ia sedang mencoba mencari topik pembicaraan yang pas dengan gadis pujaannya itu.
"Gue mau tanya sesuatu."
Akan tetapi, tampaknya Melodi jauh lebih pandai melakukan itu. Virga mengubah posisi duduknya, menyatukan seluruh jari-jemari tangannya dan meletakkannya di meja. Bersiap mendengar apa pun yang hendak Melodi utarakan.
"Apa yang bakal lo lakuin kalau orang yang lo sukai, sukanya sama sahabat lo sendiri?" Pertanyaan itu mengalir alami dari bibir ranum Melodi. Sungguh mewakili apa yang tersimpan di pedalaman hatinya saat ini.
Virga memutar pandang, selagi tangannya mengusap belakang kepala. "Merebutnya apa pun yang terjadi," terangnya.
Mendengar jawaban itu, kontan saja sebelah alis Melodi naik. Tak menyangka akan jawaban yang didengarnya. Ia pikir, Virga akan memberi jawaban yang bijaksana, tetapi sosok di hadapannya benar-benar di luar dugaan.
"Tapi, itu gue. Karena buat gue kadang manusia perlu egois dalam memperjuangkan apa yang jadi impiannya." Virga mengangkat bahu. "Kalau lo, gue yakin punya prinsip sendiri. Apa pun itu, lo tahu mana yang menurut lo baik buat lo dan semuanya."
Jawaban yang Virga jabarkan, jujur membuat Melodi terkesan. Itu adalah jawaban paling bijaksana yang ia dengar.
SAHAL hanya bisa menahan emosi saat lagi-lagi harus merekam adegan Nura berangkat dan pulang bareng bersama Virga. Nura benar-benar tak mengindahkan kata-katanya. Gadis itu justru mendiamkannya dua hari ini. Sepanjang jam pelajaran berlangsung, tak ada sepatah kata pun yang Nura katakan padanya.
"Sial!" Sahal membanting asal tasnya ke atas meja. Lantas ia mengempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Menatap hampa langit-langit kamarnya dengan penuh emosi.
Sungguh! Sahal tidak menyangka kalau jatuh cinta bisa serumit ini. Ia pikir lebih baik dibebani dengan segudang tugas mata pelajaran ketimbang harus merasakan cinta sebelah pihak seperti saat ini. Namun, yang lebih meresahkan justru perasaan khawatir seandainya orang yang ia cintai terluka.
Dalam satu gerakan, Sahal bangkit. Ia hendak mengambil ponselnya saat sesuatu lebih menarik perhatiannya. Sahal menyambar cepat sketchbook yang Virga jatuhkan di depan kamarnya tempo hari. Di sanalah isi hati Virga yang sebenarnya.
Semula, Sahal tak keberatan melepas Nura untuk Virga. Seandainya Virga benar-benar tulus. Namun, gambar-gambar yang memenuhi sketchbook itu membuat Sahal berpikir akan salah melepas Nura untuk orang yang tak tepat. Faktanya, Virga tak sungguh-sungguh menyukai Nura. Entah apa tujuan Virga sebenarnya, tetapi dengan membiarkan Nura terus terjebak dalam harapan palsu yang Virga buat, itu hanya akan membuat orang yang dicintainya itu mendapat luka di akhir.
Tak ingin berpikir banyak, Sahal berjalan ke luar kamar. Turut membawa sketchbook milik Virga dalam genggamannya. Lantas, tanpa meminta persetujuan si pemilik ruangan, Sahal menerobos masuk ke dalam.
"Gue tahu lo suka Melodi!" Sahal melempar sketchbook di tangannya ke hadapan Virga.
Virga yang tengah asyik bermain ponsel, seketika mendengkus. Melupakan video tutorial yang tengah ditontonnya, laki-laki berkulit putih itu kemudian berdiri menantang di hadapan Sahal. Selagi senyum sarkastik tersemat di bibir tipisnya.
"Berhenti jadi PHP dan jangan dekati Nura! Jangan lukai Nura!"
"Sayangnya bukan itu tujuan gue." Virga mendorong bahu Sahal hingga sosok itu mundur beberapa langkah ke belakang. "Tujuan gue bukan lukain Nura. Tapi lo, Sahal! Kalaupun Nura terluka, itu bonus!"
Refleks Sahal mengatupkan rahangnya kuat-kuat. Berusaha menahan sesuatu yang nyaris meledak di dalam dadanya. Demi apa pun itu, Sahal tidak suka Virga memanfaatkan orang lain—-terlebih itu orang yang disukainya-—hanya untuk melampiaskan kebencian terhadapnya.
"Virga!" Sahal mencengkeram lengan Virga dengan kuat.
"Minggir! Kita enggak sedekat itu, jadi jangan pegang-pegang gue!" Setelah menepis kasar tangan Sahal, Virga segera berlalu dari hadapan anak dari ibu tirinya itu.
Sedalam mungkin Sahal menghirup udara di sekitarnya. Membiarkan Virga berlalu begitu saja, karena ia pikir akan percuma berbicara dengan orang yang bahkan tak menganggap eksistensi dirinya selama ini.
Entah kenapa, mendadak Sahal merasa kalau ruangan tempatnya berada saat ini tiba-tiba menyempit, menghimpit dirinya hingga bahkan untuk menghirup udara saja begitu sulit.
"KENAPA sih, Mel?" Belakangan ini, Nura lihat Melodi tampak murung. Hal aneh sebab teman baiknya itu biasanya begitu ceria dan penuh semangat. Saat Melodi mengirimnya pesan, bilang ingin makan bakso superpedas, Nura pikir Melodi tengah galau.
"Gue patah hati," aku Melodi. Ia menatap buku menu dengan enggan. Ia sempat berpikir untuk tak memberi tahu Nura perihal perasaannya yang bertepuk sebelah tangan sama Sahal. Namun, bagi Melodi terbuka kepada sahabat adalah sebuah keharusan. Ia tidak boleh menyembunyikan apa pun dari Nura, sahabat baiknya.
"Patah hati sama siapa?" Mengambil alih buku menu di tangan Melodi, Nura melempar tanya. Tak sampai lima detik, ia segera memanggil pelayan dan memesan makanan favorit mereka.
"Gue sebenarnya ..." Melodi menggantungkan kalimatnya. Menunggu pelayan kedai bakso menyelesaikan urusannya dan pergi. "... suka sama Sahal. Tapi, kayaknya Sahal suka sama lo," imbuh Melodi. Tatap sendu terarah tepat ke arah mata Nura.
Tidak ada alasan untuk Nura tak terkejut. Ia kini paham apa alasan Sahal menyuruhnya tak dekat-dekat dengan Virga. "Enggak mungkinlah!" Namun, tak terlintas dalam benak Nura kalau alasannya adalah karena laki-laki itu menyukainya.
"Kenyataannya memang gitu, Nura."
"Lo enggak perlu khawatir. Gue cuma anggep Sahal sebagai temen doang kok. Lagian, lo tahu kan kalau dari dulu gue udah suka sama orang lain?" Nura hanya berharap kalau Melodi tak terluka karenanya. Faktanya, kendati Sahal menyukainya, tetapi Nura tak akan pernah hisa membalas perasaan laki-laki itu.
Melodi tak merespon lagi. Murung semakin terlukis di balik wajah cantiknya.
"Lo tahu Virga, kan?" Nura kembali bersuara. Melodi sudah memberi tahu siapa orang yang disukainya, Nura pikir ia pun harus demikian. "Sebenarnya, dari dulu gue udah suka sama dia."
Embus napas lega Melodi mengudara. Ia senang karena mungkin Nura tidak akan merebut Sahal darinya, mengingat Virga juga tampaknya sama-sama menyukai Nura. "Seenggaknya, Virga mungkin suka juga sama lo."
Bandung, 25 Januari 2021
....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top