12 | Perasaan yang Sebenarnya
SAHAL tersenyum tipis melihat bagaimana Nura menikmati es krim rasa vanilanya. Terlihat lebih manis dari es krim yang gadis itu makan. Raut wajahnya pun tampak sama cerahnya dengan cuaca hari ini.
"Lo mau?" tanya Nura seraya menghadapkan es krim itu ke hadapan Sahal.
Sahal menggeleng kecil.
"Lo traktir gue es krim, tapi lo sendiri enggak beli," komentar si gadis. Dalam benaknya masih terngiang bagaimana Virga membela dirinya dan memojokkan Andini tadi. Padahal, ia ingin melihat bagaimana ekspresi Andini, tetapi Sahal lebih dulu menyeret dirinya.
"Gue enggak suka yang dingin-dingin," gumam Sahal.
Kendati pelan, apa yang Sahal paparkan berhasil menembus pendengaran Nura. Mengundang tawa kecil Nura mengudara. "Bagaimana bisa manusia es kayak lo enggak suka dingin? Malah, gue pikir lo kalau makan yang anget-anget bisa meleleh."
Sahal menendang pelan kaki Nura. Nura membalasnya dengan keras hingga Sahal meringis.
"Lo kenal sama Andini?" tanya Nura lepas setelah beberapa saat mereka biarkan hening mengambil alih. Ia memasukkan potongan terakhir es krimnya. Lantas menatap Sahal dengan raut penasaran.
Sahal mengangguk singkat, selagi melirik layar ponselnya guna memastikan waktu yang tertera. Dua puluh panggilan tak terjawab dari Melodi membuat kerut bingung seketika bermunculan di kening Sahal.
"Dia siapa? Apa orangnya emang sombong dan belagu gitu, ya?"
Kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku sweater, Sahal beralih menatap wajah Nura. "Gak usah kepo sama kejelekan orang lain," pungkasnya seraya mengusap sudut bibir Nura yang dipenuhi es krim. "Lo kalau makan es krim emang kayak anak TK apa?"
Perlakuan Sahal seperti crayon warna merah yang sengaja dioleskan di pipi Nura. Gadis itu tersipu, sebelum kemudian menggerutu pelan sementara tangannya mengusap seluruh area bibirnya dengan salting.
Tanpa disadari, ada gadis lain yang memperhatikan mereka. Cemburu dan kecewa tampak melumuri bola mata indahnya.
NURA Komala
| Sahal, gue belum bilang makasih.
| Makasih udah traktir gue es krim.
| Besok-besok gue traktir lo seblak ceker pedes kalau emang lo enggak suka yang dingin-dingin.
Di balik selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, Sahal membaca pesan itu. Seperti mengandung magic, pesan Nura mampu membuat dingin yang sejak awal memeluk tubuhnya mendadak hilang. Senyum Sahal tergurat. Wajah yang lebih manis dari es krim vanila itu kemudian membingkai di pelupuk matanya. Membuat Sahal tak ingin mengulur waktu untuk membalas pesan itu.
| Oke!
Ingin Sahal membalas lebih panjang. Namun, mendadak pembendaharaan kata yang ia miliki melebur. Ia sama sekali tidak terlalu pandai berbasa-basi.
Ponsel Sahal kembali bergetar. Balasan dari Nura. Sahal baru saja hendak membuka dan membacanya saat ketukan pintu terdengar. Dengan enggan, ia menyingkap selimut dan berjalan menuju pintu. Agak terkejut saat Virga berdiri di sana.
"Ada tamu yang mau ketemu sama lo." Setelah berkata demikian, Virga berlalu. Masuk ke kamarnya yang terletak di samping kamar Sahal.
Tak ingin menerka terlalu jauh, Sahal segera menutup pintu kamarnya. Berjalan menuju ruang depan. Alis tebalnya seketika saling bertemu saat melihat seorang gadis tengah duduk menunggu dirinya di sana.
SEPERTI yang sudah-sudah, Virga datang ke kelas Nura seusai jam mata pelajaran terakhir. Dengan dalih mencari materi untuk Klub Jurnalistik, laki-laki peranakan Indonesia-Amerika itu mengajak Nura pulang bersama.
"Lo janji mau traktir gue hari ini." Sahal menyambar cepat saat Nura lagi-lagi memberi anggukan setuju atas ajakan Virga.
Sementara Virga menyinggung senyum miring, Nura menggigit bibir bawahnya bingung. "Gue bilang besok-besok bukan berarti hari ini, Sahal."
"Tapi, gue pengennya hari ini."
Panjang, Nura menghela napas. Melirik Virga sekilas. Bimbang. Ia tidak ingin melewatkan momen berharga bersama orang yang dicintainya, tetapi ia juga tidak ingin membuat Sahal kecewa dengan menolak permintaan teman sebangkunya itu.
"Yaudah, lo pergi aja dulu sama dia. Tapi, nanti malem jangan lupa, ya?" Virga memberi keputusan. Tatap sarkastiknya tersuguh ke arah Sahal kini.
Tanpa memberi Nura kesempatan untuk merespons, Sahal segera saja menarik tangan gadis itu. Membawanya pergi menjauhi Virga.
Tak lantas meninggalkan tempatnya, Virga merenung sejenak. Larut dalam pikirannya sendiri. Kemudian kilas balik kejadian semalam, kembali terangkai dalam benaknya. Membuat ia semakin yakin untuk menjalankan tujuan awalnya.
"Lo suka Nura?"
Virga bisa mendengar pertanyaan Melodi malam itu. Niat awal mengambil sketchbook-nya yang ia pikir tertinggal di ruang keluarga, tertunda. Rasa penasaran akan jawaban Sahal merambatinya seketika. Alhasil, ia melangkah lebih dekat. Bersembunyi di sisi pintu ruangan guna mendengar percakapan antara Sahal dan Melodi di dalam.
"Kenapa emangnya?" tanya Sahal.
Sebenarnya, Virga selalu merasa cemburu setiap kali Melodi datang ke rumahnya hanya untuk bertemu dengan Sahal. Salah satu alasan kenapa ia membenci saudaranya itu. Karena Virga pikir, Sahal selalu saja memiliki apa yang ingin ia miliki.
"Lo suka, kan?" desak Melodi tak sabar. Hal itu membuat Virga yakin kalau Melodi benar-benar mencintai Sahal.
Panjang, Sahal menarik napas. Sebenarnya, ia pun tidak yakin dengan perasaannya. Namun, desakkan Melodi kemudian memaksa ia berujar, "Enggak ada alasan untuk enggak suka, kan?"
"Kalo gitu lo suka dia," desis Melodi lesu.
Wajah kecewa Melodi selalu terbayang dalam benak Virga. Sumbu emosi dalam dadanya tersulut, dan Virga merasa begitu marah. Entah karena Melodi mencinta Sahal, atau justru karena Sahal sudah menyakiti orang yang ia cintai.
Bandung, 22 Januari 2021
....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top