June 2nd . A Festival
Sub genre : Fantasy
Sudah beberapa jam Alan mengekori Yoru sejak keduanya meninggalkan bar. Kekacauan di bar tadi membuat Yoru mengomel sepanjang perjalanan. Kucing hitam perempuan itu seperti tidak kehabisan kata-kata.
"Oke-oke, aku mengerti," ucap Alan berharap omelan Yoru berhenti. "Aku akan menyebutnya sebagai Alexandrite dan aku tidak akan membuat keributan lagi."
Yoru berdecih pelan---yang tentu saja didengar jelas oleh pemuda 15 tahun di belakangnya. Sementara itu, Alan hanya mendengkus menimpali.
Namun, langkah mereka terhenti ketika melihat keributan lagi di depan keduanya. Tidak. Ini bukan karena Alan, melainkan itu adalah sebuah acara besar.
Sebuah festival.
"Kau pernah ikut festival?" tanya Alan dengan mata berbinar-binar.
Yoru menyeka hidungnya dengan sebelah tangan. "Aku pernah mencuri ceker kalkun saat festival Thanksgiving," katanya.
"Levelmu rendahan sekali," sahut pemuda berambut hitam tersebut yang kemudian berakhir mengerang setelah Yoru menggigit salah satu lututnya. "Sialan kau!"
Kucing hitam itu sepertinya acuh tak acuh pada Alan. Ia berjalan mendahului pemuda itu dan mulai memasuki kerumunan. Alan mengikutinya sekian detik kemudian.
Festival itu sangat ramai. Banyak orang menari, termasuk beberapa gadis yang saling berpegangan tangan membentuk lingkaran dan melakukan gerakan demi gerakan dengan gembira. Terdapat hiasan mahkota bunga di kepala mereka. Momen ini mengingatkan Alan pada kisah Rapunzel saat kembali ke wilayah istana tempat kelahirannya. Sungguh memorable.
Terania yang merupakan kota besar kini menjadi ramai. Pepohonan di tepi jalan dihias dengan ornamen-ornamen berbagai warna. Banyak orang bersenda gurau, menjajakan dagangan, menari bersama tanpa alas kaki, atau tersenyum pada semua orang.
"Aku tidak tahu kalau hari ini ada acara begini," ucap Alan.
"Sejak kita kemari, kita langsung menuju bar karena mengikuti pria asing tadi," timpal Yoru. Ia berjingkat, sontak melompat ke pundak Alan ketika segelintir orang hampir menginjaknya. "Kalau saja kita fokus pada jalan, mungkin kita tidak akan masuk ke tempat sesat itu!" gerutunya.
"Maaf, Yoru." Alan menembus kerumunan, mencari celah agar dirinya bisa berjalan. "Jadi, apa kau tahu ciri dari batu dukun itu?"
"Jangan sebut itu batu dukun!"
Alan mendengkus. "Iya, maksudku Alexandre---"
"Alexandrite!"
Kali ini dengkusan kasar yang lolos dari mulut pemuda tersebut. "Jadi, bagaimana cirinya?"
"Kau sendiri pemiliknya, mana aku tahu!"
"Itu punya kakekku!"
Yoru mengeong ringan. "Tapi kau sudah pernah lihat, 'kan?"
"Hitam. Biru. Seperti mataku," jawab pemuda berjas hitam itu.
Mata kuning Yoru mengedarkan pandangan dan berhenti di satu titik. Sebuah kilau dari batu berwarna hitam kebiruan menarik atensinya. "ITU! DI SANA!" pekiknya sebelum akhirnya melompat turun dari pundak Alan dan berlari ke satu arah.
"Hei! Yoru!"
Alan berlari cepat menyusul kucing hitam tersebut. Nahas, seorang gadis menarik lengannya dan menatapnya dengan senyum merekah.
"Yoru!" pekik Alan.
Yoru menghentikan langkah, lantas menoleh ke asal suara. "Ikuti tarian mereka!" serunya.
Sesaat kemudian, kucing itu berubah menjadi seorang perempuan kembali dan masih mengenakan gaun hitam yang sama. Dia meraih salah satu tangan wanita yang menari di sana dan menari mengikuti irama serta gerakan mereka.
Alan menggeram. "Baiklah ...."
Pemuda itu tidak punya pilihan lain. Akhirnya, dia memegang salah satu tangan gadis hingga kedua tangannya sama-sama memegangi tangan mereka. Alan perlahan bergerak, mengayunkan tangan dan badan seiring dengan musik yang makin keras diputar. Dalam diam, pemuda itu mencoba untuk tetap berpikir jernih.
"Apakah ini musik hypnic yang biasa kubaca di kisah para penyihir?" batinnya. "Aku mulai pusing ...."
Tidak lama, atensi Alan tertuju pada kilau sebuah batu yang juga tengah dilihat oleh Yoru. Batu itu dipakai oleh salah satu penari di sana. Kutub kegigihan dalam hati Alan mulai bekerja meski isi kepalanya mulai semrawut karena suara musik yang menggema.
Aku harus bisa mendapatkannya!
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top