June 19th . All of Out

Sub genre: HTM

Kabut perlahan menghilang dan samar terlihat sesosok pria yang tengah bergelut dengan sosok-sosok bertudung. Sinar biru berkilat datang dari segala arah ketika pria itu mengayunkan pedangnya. Kilaunya semakin bercahaya ketika dekat dengan Alexandrite.

"Paman?"

Alan bangkit ketika Yoru telah kembali kepadanya. Kucing itu mengeong keras disertai perubahan wujudnya menjadi seekor kucing hitam besar---bukan wujud seorang gadis lagi.

"Ayo, rebut batunya!" Yoru berseru dengan suaranya yang bahkan tidak mirip seorang wanita itu.

Alan dengan keterkejutannya mengangguk. Dia menaiki Yoru sebelum akhirnya kucing besar itu melangkah lebih jauh mencapai si pembawa Alexandrite.

Pemuda 15 tahun itu mengulurkan tangan, berusaha meraih batu milik mendiang kakeknya. Namun, berkali-kali gagal. Si pembawa terus melarikan diri, bahkan ketika serangan Edward mengenainya. Sosok-sosok bertudung lain menyerang balik pria yang memiliki warna rambut sama seperti Alan tersebut.

"Alan, rebut batunya!" titan Edward.

Edward sudah memikirkan dengan matang jika batu itu tidak segera diambilnya. Alan belum cukup umur dan tubuhnya belum bisa menerima jika kekuatan yang ada dalam batu itu keluar begitu saja. Kedatangannya kali ini bertepatan dengan keluarnya para sosok gelap dari balik dimensi yang ingin merebut batu bertuah tersebut.

Sementara itu, Alan terus mengejar si pembawa batunya. Dia tidak pernah berpikir berapa banyak bahaya yang mengancam dirinya selama dia memegang kendali batu tersebut. Dia tidak tahu kegunaan Alexandrite dan yang dia tahu hanyalah batu itu milik kakeknya dan harus ia jaga.

Tangannya terulur dan untuk sepersekian menit kemudian, dia berhasil merampas batu tersebut. Yoru berlari cepat berbalik arah dan menyusul lokasi Edward. Ketika pria 45 tahun itu melihat si kucing, dia lantas melompat dan menungganginya.

Edward menatap ke belakang ketika para sosok bertudung mengejar mereka. "Ini tidak bisa dibiarkan," gumamnya. "Berikan batunya padaku, Alan."

Alan tidak banyak bicara. Dia langsung memberikan batu di tangannya kepada sang paman. Edward mencium batu itu sebelum akhirnya merapalkan beberapa mantera.

Batu itu bereaksi. Warna birunya makin berkilauan, memancar ke segala arah.

"Apa yang Paman lakukan?" tanya Alan.

"Kita tidak punya banyak waktu, Alan," ucap Edward. "Nanti kuceritakan."

Edward melempar batu itu ke atas hingga sebuah portal hitam kebiruan terbuka. Lorong spiral itu menyedot semua kegelapan yang menyelimuti wilayah tersebut.

"Yoru! Percepat!" titah Edward.

Yoru mengangguk dan mempercepat langkahnya, berlari sejauh mungkin agar mereka tidak tersedot ke dalam portal.

Setelah semuanya berakhir, portal tertutup seketika dan Alexandrite kembali ke tangan Edward. Yoru menghentikan langkah sebelum akhirnya kedua pria di punggungnya turun.

"Mereka tersedot ke sini?" Alan bertanya dengan kening berkerut.

Edward mengendikkan alis. "Ini bukan sembarang batu," katanya. "Batu ini bisa membuka portal ke dimensi mana pun dan para penyihir mengincarnya selama ini."

"Apa?"

"Memang lebih baik kakekmu atau aku tidak menceritakannya padamu," ucap Edward. Dia berjalan mendahului Alan sebelum pemuda itu menghentikannya.

"Beritahu aku." Pemilik mata biru itu menatap dengan antusias.

Senyum tipis terukir di sudut bibir Edward. Dia menghela napas seraya melanjutkan langkahnya. Tak lupa, dia melirik ke arah pemuda di sampingnya.

"Aku dan kakekmu ... adalah penyihir juga."

Alan terdiam.

"Mari ke rumah dan biarkan aku bercerita."

Senyuman Edward merekah, bahkan ketika mereka sampai di rumah. Vienna tampak menuangkan 2 cangkir teh dan memberikannya kepada Alan dan Edward.

"Kau masih tak percaya?" tanya Edward membuka obrolan.

Alan mengangguk. Dilihatnya sang paman menyeruput teh hangatnya.

"Oke. Kita mulai dari awal ...."

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top