June 11th . The Fruit

Sub genre: fantasy

Beberapa jam kemudian, kereta berhenti tepat di stasiun Norway. Yoru melihat ke luar jendela setelah Alan selesai menceritakannya beberapa kisah. Dia mengucek kedua mata kuningnya.

"Apakah sudah sampai?" tanyanya sedikit berbisik.

Alan berdeham dan mengangguk. Dia beranjak dari kursi. "Ayo!"

Sekian menit kemudian, keduanya sudah turun dari gerbong. Alan menenteng tasnya dan Yoru berjalan di sampingnya. Kucing hitam itu sudah seperti belahan jiwa Alan, tak pernah terpisahkan.

"Kita mau ke mana?" tanya Yoru seraya menyebarkan pandangan. Banyak penumpang yang baru saja turun dari kereta disambut oleh sanak saudaranya.

"Ke mana pun," jawab pemuda 15 tahun itu. "Kita harus mencari Paman Edward," lanjutnya.

Yoru mengangguk. "Baiklah. Tunjukkan aku jalannya!"

Alan berjalan ke luar stasiun. Dia sedikit mengeratkan salah satu tangan pada jaketnya demi mengusir suhu dingin di sana. Hidung dan kedua pipinya telah bersemu merah, kontras sekali dengan kulitnya yang putih. Sementara itu, Yoru dengan nakalnya naik ke pundak pemuda itu dan setengah meringkuk di sana. Mata kuningnya masih tampak mengawasi sekitar.

Tak lama, mereka bertemu dengan seorang pria yang tengah bersandar pada sebuah mobil kuno. Pria bertopi hitam itu melihat Alan dan melambaikan tangan. Usai keduanya bertemu, pria itu tampak mengambil alih tas Alan, meletakkannya di jok belakang, dan mengambil sesuatu di sana. Dia memberikannya ke Alan.

Kening Alan berkerut. "Apel?"

Pria itu mengangguk. "Permohonan maaf dari pamanmu karena dia tidak bisa menjemputmu," balasnya, lalu masuk ke kursi sopir. Dia memberi isyarat pada pemuda 15 tahun itu untuk masuk ke mobil

Alan duduk di jok belakang bersama Yoru dan tasnya. "Apa Paman panen apel di musim dingin?" selisiknya sembari melihat sebuah apel merah di tangannya. "Dan dia menyuruh Paman Harvey menjempuku?"

Harvey--nama pria tadi--terkekeh. "Dia tidak punya waktu senggang setelah mengurusi panennya bulan Oktober kemarin," jawabnya sambil menyetir mobil. "Dia memberikan apel itu sebagai permintaan maaf padamu. Katanya, apel itu bisa membuatmu menjelma jadi apa pun."

Tawa Harvey meledak, disambung dengan gelengan darinya. "Dia juga bilang padaku untuk menyampaikan ini padamu," lanjutnya.

"Menyampaikan apa?"

"Setelah kau sampai di rumah, dia akan ke sana untuk mengambil sesuatu," timpal Harvey.

"Hm? Mengambil apa?" selisik Alan.

"Katanya, Alexandrite."

Tiba-tiba Alan teringat sesuatu, lantas menatap Yoru yang turut memalingkan wajah ke arahnya. Pemuda itu kemudian memeriksa kantung jaket, lalu membuka tas. Sementara itu, Harvey memandangnya dari kaca spion.

Saliva Alan terteguk sempurna. "Batunya ... hilang ...."

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top