3 || Jauh dari Ideal
Dalam film atau web series baik itu lokal atau internasional, umumnya seorang remaja pada bangku SMA memiliki geng yang senantiasa ada di kala susah dan senang. Geng berisi beberapa cewek yang siap menampung cerita bahagia dan keluh kesah, lalu mendukungnya dengan sepenuh hati. Tapi ini di dunia nyata, atau mungkin dunia nyataku saja, bahwa yah ... tidak semua orang memiliki ruang dukungan yang senantiasa ada.
Aku tidak memiliki teman yang kedekatan emosionalnya sedekat urat bakso nadi. Tapi bukan berarti juga aku tidak punya teman sama sekali. Kamu tahu 'kan, ada orang yang bisa bergabung alias nyambung ke seluruh circle pertemanan, namun belum tentu ia punya teman berkualitas yang benar-benar ada untuknya. Nah, begitulah aku.
Aku tidak punya siapa-siapa. Jadi kalau perasaan-perasaan tidak nyaman itu datang, aku biasanya pergi ke kamar mandi untuk menyendiri. Kadang-kadang juga mematut diri di depan cermin besar toilet lama sekali. Seperti kali ini.
Aku memandangi tubuhku yang jauh dari kata idealnya perempuan awam. Rambut panjangku kusut alih-alih halus dan bersinar. Kulit tubuhku kusam, meski awalnya ia sempat cerah ketika balita, tapi tetap saja sekarang kusam. Ada banyak jerawat-jerawat kecil di area dahi yang sering bikin stres berkepanjangan, karena aku sudah mengusahakan kulit wajahku mati-matian, tapi hasilnya tidak pernah sepadan.
Seandainya saja tubuhku sempurna, apa aku akan disukai banyak orang?
Salah satu pintu dari toilet paling ujung terbuka. Seseorang keluar dari sana seraya membawa tas punggungnya menuju wastafel, yakni tepat di sampingku.
Aku memerhtikannya dari ujung rambut sampai sepatu. Orang itu adalah cewek tengil tadi. Bisa-bisanya ia muncul ketika aku sedang berada dalam titik terendah?!
"Eh, ada Viana," sapanya basa-basi.
"Eh, Nadin," balasku, basa-basi.
Ia meletakkan tasnya pada meja dan mengeluarkan tas kecil selanjutnya berisi rangkaian makeup untuk touch up lip tint di sekolah. Dan kalau kamu mau tahu, isi tas kecilnya sungguh ada banyak sekali alat rias! Aku heran, ia pergi ke sekolah benar-benar untuk menimba ilmu atau mencari perhatian?
"Ya ampun, ada jerawattt!" serunya panik, padahal jerawatnya hanya kecil dan satu biji saja di pipi! "Eh, lo pakai skincare apa, sih? Kok pipinya bisa mulus gitu?"
Aku menuangkan sabun cair di telapak tangan dan mencucinya di bawah keran wastafel yang menyala. "Ya biasalah, basic skincare apa aja yang penting rutin, baru nyoba-nyoba serum dan gengnya," jawabku malas-malasan.
"Ohh gitu, ya. Kalau gue sih perasaan udah rutin ke klinik, ngabisin duit jutaan juga! Tapi kulit pipi gue nggak semulus lo," katanya lantas memakai lip tint merah ngejreng. "Cuma sayang banget ya lo, jidatnya masih banyak jerawat. Sarung bantalnya nggak pernah diganti kali," lanjut Nadin seraya tertawa di akhir. Tentu saja, jenis tawa yang berbeda karena ia sedang tidak di tengah perhatian cowok-cowok.
Aku membalasnya dengan dengusan napas kasar, lalu fokus membilaskan tangan sampai sabunnya menghilang.
Apa itu tadi? Merendah untuk meroket? Dasar, tidak berguna.
"Btw, lo pacar barunya Aldo, ya?" basa-basi Nadin lagi, kali ini sembari touch up maskaranya.
Aku mengernyitkan dahi heran. "Pacar baru? Kita udah setahun."
"Masa? Sumpah, gue baru tau," katanya yang entah kaget betulan atau pura-pura saja. Nadin memasukkan kembali semua perkakas tempurnya ke dalam tas, lalu mencangklokkan ransel itu ke punggung. "Semoga langgeng ya, Vi. Aldo orangnya baik, kok. Selama di OSIS dia terbuka sama gue, dia suka bantuin gue juga. Eh, denger-denger kalian lagi berantem, ya?"
Tidak tahu saja ia, aku sudah mengepalkan tangan di balik rok.
"Saran gue sih, jangan kelamaan berantemnya, nanti kalau Aldo yang pergi, gue yakin lo yang nyesel." Nadin mengedikan bahunya tampak acuh tak acuh, lantas menyentuh pundakku dan dengan sok asik berkata, "Gue duluan ya, see ya!"
Dadaku bergemuruh hebat, ritme napasku pun menjadi ikut tidak teratur karenanya. Apa tadi ia bilang? Aldo terbuka dengannya? Kenapa Aldo tidak pernah cerita tentang ini? Kenapa Aldo tidak mengerti sama sekali terkait perasaanku?
Ah, jangan-jangan .... []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top