2. Calon Suami?


Mansion Salvia, mewah, megah, dan luas dengan banyak pelayan didalamnya. Sejujurnya Evria bertanya mengapa dia tidak dibeli untuk menjadi salah satu pelayan saja.

Sudah dua minggu dia berada ditempat ini, tempat asing yang memanjakannya untuk sebuah kematian.

Oh, ayolah. Semua ini adalah rencana penipuan, bagaimana mungkin dia tidak mati ditangan sang penjaga Raja yang berdarah dingin itu.

Menyandarkan kepalanya pada sebelah tangan, Evria menatap pemandangan taman luas mansion itu dengan senyum kecil.

Ah, ya benar. Dia tidak akan mati semudah itu.

Pintu kamar terbuka pelan. Seraphine, pelayan yang dua minggu ini bertugas mengurusnya datang. 

Evria tersenyum, ah hari ini akan menjadi hari perpisahan mereka.

"Saya akan siapkan pemandian Anda." wanita pelayan itu menunduk hormat, kemudian melangkah kekamar mandi.

Evria diperlakukan baik disini. Sangat baik. Yah, meski tujuannya bukan untuk hal baik. 

Berlatih tatak rama bangsawan bukan hal sulit bagi Evria, bahkan dia tidak asing dengan semua itu. Sebelum kerajaannya hancur dia sering kali bertugas di sekeliling para bangsawan wanita sehingga sudah terbiasa dengan cara mereka hidup.

Lady Salvia bahkan berkata bahwa ia merasa bahwa Evria adalah keturunan bangsawan. Namun ia membantah sendiri perkataannya karena tubuh Evria tidak semulus dan seterawat para wanita keluarga Royal.

"Miss, sudah siap." Evria bangkit mengiyakan. Masuk ke kamar mandi Evria berendam, ah berapa banyak pengharum yang dituangkan hari ini. Sampai-sampai membuat  Evria merasa pusing dengan harum yang menusuk itu.

Rambutnya dikeramas dengan lembut, harum mawar. Bahkan bak tempatnya mandipun dipenuhi kelopak bunga itu.

Keluarga Salvia tampaknya tidak main-main dengan rencana penipuan ini.  

Gaun yang dipilih kan pun tidak kalah mewahnya. Gaun dengan warna merah muda itu membungkus tubuhnya dengan begitu pas, pernak pernik dirambutnya tampak begitu cantik dan mewah.

Wajahnya dirias dengan begitu hati-hati. Sepertinya, Seraphine bukan pelayan biasa.

"Anda sudah siap Miss." Evria membuka matanya, terpaku pada sosok lain pada cermin besar kamar tamu. Apa itu benar-benar dirinya? Dia bahkan tidak percaya.

Suara ketukan pintu terdengar, Regalion, Kepala pelayan Mansion ini muncul.

"Nona Tamu Anda sudah datang."

Evria mengangguk anggun, melangkah percaya diri menuju ruang yang ditunjuk oleh sang kepalaya pelayan.

Pintu ruangan itu menjulang. Mengetuk pelan, menunggu sahutan dari dalam.

Dan ketika suara yang mengijinkannya masuk terdengar, Evria mendorong pintu itu perlahan.

Gadis itu melangkah dengan tubuh tegak percaya diri, menutup wajahnya dengan kipas. Ah, punggung itu terlihat lebar dan gagah. Tegak seolah ia adalah tembok kokoh yang tidak akan mudah intuk dihancurkan.

Pria angkuh itu berdiri disana, membelakanginya.

"Saya Evria Shuya Salvia." mengembangkan gaunnya Evria menuduk hormat.

Pria itu berbalik, matanya yang segelap malam menyorot Evria. Mata itu tampak begitu menarik, seperti langit malam tanpa bintang. Senyum miring tersungging disana, tampak begitu pas bersanding dengan mata tajam yang melirik angkuh.

"Aku Evan." pria itu terkekeh mendekat, si darah dingin. Dia yang di rumorkan seganas binatang buas mendekatinya perlahan.

"Senang bertemu denganmu, calon istri?" tangan Evria diraih, dikecup lembut punggung tangan gadis dengan mata yang tak beralih seincipun dari mata Evria.

Tunggu apa?? Calon istri??

Evria mengerjap terkejut, dia calon istri?

"Kau tampak begitu terkejut." Evan menegakan tubuhnya, sedikit menunduk menatap tubuh Evria yang hanya sampai dagunya.

"Apa mereka membohongimu? Tidak heran, kau bisa berdiri didepan ku dengan percaya diri saja adalah hal yang mengherankan. Biasanya para gadis sepertimu akan kabur jika aku tamunya." Pria itu berbicara panjang lebar.

Dia punya riwayat buruk dalam memulai hubungan, Evria ingin tertawa dalam hati. Seburuk itukah citra dari pria dihadapannya ini.

Lady Salvia tidak bisa dikatakan membohonginya juga. Kenyataanya sejak awal Lady Salvia tidak memberitahu dengan jelas akan sebenarnya.

"Mereka tidak membohongiku. Kau bisa tenang, aku tidak akan kabur." Mata wanita itu berkilat. Ucapannya membuat alis Evan naik sebelah.

Tubuhnya tidak bergetar, ia membalas tatapan Evan dengan percaya diri. Apa gadis ini memang tidak takut padanya.

"Itu adalah berita yang baik." Evan menarik lembut ujung rambut gadis itu. mengecup rambut itu dengan gerakan lambat. 

Evria terpaku, jelas terkejut dengan apa yang dilakukan Evan.

Mereka bertatapan lama, hingga suara ketukan pintu mengacaukan suasana yang tercipta.

Pintu terbuka, menampilkan sosok dari pemilik mansion megah ini, Duke Leuza.

"Senang mendengarmu tiba disini dengan selamat, Tuan Evan." Duke Leuza tersenyum ramah. Matanya menyorot Evria yang terdiam disamping tamu pentingnya hari ini.

"Kalian tampak cocok bersama," lanjut pria itu.

"Terimakasih, Duke Leuza." Suarnya dingin dan khas, tampak begitu tenang dan terkendali.

"Sebaiknya Anda sarapan bersama kami, berhubung ini masih pagi."

┐( ̄ヮ ̄)┌

Meja yang luas, makanan dengan tatanan rapi dan terlihat begitu menggiurkan. Adalah lebih dari dua belas kursi di meja makan itu.

Duduk disamping Evan dan langsung berhadapan dengan Airen, putri Lady Abysa Salvia.

Duke Leuza memiliki dua istri, Lady Jennedy Salvia dan Lady Abysa Salvia, dari pernikahannya yang pertama dengan Lady Jennedy, Duke Leuza mendapatkan dua orang anak laki-laki dan dari pernikahanya dengan Lady Abysa dia mendapatkan seorang anak perempuan, Miss Airen.

Dan diantara anak-anak Duke hanya Lady Airen yang pernah Evria temui.

"Bukankah keponakanku cantik Tuan Evan?" Lady Abysa menatap pria itu dengan senyum lembut. Menatap Evria dengan pandangan penuh sayang.

Alis Evan naik, menelan makanan di mulutnya, pria itu tersenyum.

"Keponakan Anda sangat cantik Lady Salvia. Saya bahkan tidak dapat mengalihkan pandangan saya dari dirinya." Evan berujar lancar, tampak tidak terganggu dengan sikap Lady Salvia yang berusaha beramah tamah dengan dirinya.

"Tolong jaga dia dengan baik, Tuan Evan. Dia sudah ku asuh sejak kecil. Orang Tuanya meninggal ketika ia masih belum bisa bicara. Jadi ku mohon jaga putri pertamaku dengan baik." Ah, keren sekali! Evria memuji cerita karangan Lady Abysa Salvia dalam hati, putri pertama katanya. Yah, kalau dilihat-lihat memang jelas Evria lebih tua beberapa tahun diatas Airen.
Putri satu-satunya Mansion ini baru berumur 18 tahun dan Evria 20 tahun.

"Hari ini adalah hari baik, apa Anda tidak tertarik untuk berkeliling kota? Anda bisa menginap hari nanti malam. " Duke Leuza menatap Evan ramah.

Tuan Evan, sang penjanga utama sang Raja, dikatakan kekuatannya setara dengan 100 pasukan. Di rumorkan telah terjun ke medan perang sejak usia nya masih belia.

Dia adalah orang yang paling dipercayai Raja. Mendapatkan fasilitas-fasilitas utama dari kerajaan. Bahkan dicintai banyak Rakyat kerjaan ini.

Jelas ini adalah kesempatan bagus untuk memulai kerja sama yang baik dengan kerajaan. Tapi, Duke Leuza juga seorang ayah. Menyerahkan putri satu-satunya pada orang yang dikatakan tidak berhati seperti Tuan Evan jelas meresahkan hatinya.

Jadi ketika sang istri mengutarakan rencananya, Leuza setuju. Lagipula ini menguntukan, seperti melewati dua pulau dengan sekali kayuh. Putrinya aman dan koneksinya dengan kerajaan terjaga.

"Saya rasa tidak kali ini Duke Salvia. Wilayah Anda sangat jauh dari Istana Kerajaan. Saya tidak mau membuang waktu untuk hal yang tidak berguna." ucapannya cukup tajam. Evria cukup terpukau dengan gaya arogan pria itu.

"Jangan terlalu senang Duke, saya jelas tahu ini adalah kesepakatan yang sangat Anda nantikan. Wilayah diujung kerajaan seperti ini bukankah sangat menguntungkan bila memiliki koneksi bagus dengan Kerajaan?"

Duke Salvia diam tidak membalas, yang dikatan Tuan Evan memang benar adanya. Bertindak anarkis saat ini hanya akan merusak semua hal menguntungkan yang mulai terbentuk.

"Saya akan langsung pergi bersama Evria setelah sarapan." Evan melemparkan tatapan lembut kearah calon istrinya.

"Kau tidak keberatan bukan, Evria." Jantung Evria bergetar, tampak tidak tenang dengan bagaimana cara pria itu menatapnya.

"Saya tidak keberatan."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top