8. Mulai "Membuka Cela"
Nalina menyerahkan kunci mobil yang terjatuh dari saku pria itu. Pria dengan penampilan berantakan, rambut agak gondrong dikuncir setengah, kaos dipadu jaket jeans dan celana levis biru. "Mas, ini kunci mobilnya jatuh, "ucap Nalina sekali lagi untuk menyadari pria itu dari kebengongannya.
"Benar-benar mirip..." ujar pria itu dengan lirih tapi Nalina masih bisa mendengarnya sedikit.
"Maksud...nyaa?" tanya Nalina dengan mengernyit.
Pria itu segera mengendalikan dirinya. "Ah... maaf bukan apa-apa." Dia melihat kunci mobilnya yang masih berada di jemari lentik Nalina yang berkutex warna krem lembut. Hal itu membuatnya sadar jika ada perbedaan dari perempuan ini dan Zia. Zia dulu selalu memakai warna kuku yang lebih terang dan tak jarang lebih modis.
Pria itu ternyata Vikra
Nalina agak tersentak saat Vikra mengambil kunci mobil di tangannya dengan agak mengenggam lama dan seolah tak ingin melepas tangan Nalina. "Mas, maaf boleh lepas?
Vikra tersenyum tipis tapi matanya menatap dalam justru membuat Nalina agak takut. Pria itu akhirnya melepaskan genggaman tangan Nalina. Dengan cepat Nalina berbalik dan duduk tapi mata indahnya melotot.
Bodohnya Nalina baru menyadari sekarang wajah pria itu memang familiar... dia pria aneh yang beberapa bulan lalu menguntitnya. Sial! Dia masih di sini? Gue harap dia cepet pergi tadi dia mau pergi, kan?
Keyakinan hatinya terus Nalina kembangkan untuk menenangkan diri. Nalina merutuki dirinya yang belakangan ini menjadi bodoh. Dikarenakan kehidupan pekerjaan yang baru, perhatian si boss playboy Raymond. Sifat cuek dan mudah melupakan sesuatu tak mengenakan untuk dirinya meningkat. Justru sekarang mungkin ditambah kebodohan baru yaitu telat mikir.
Nalina mencoba bersikap santai di tempat duduknya. Mengambil posisi membelakangi pria Freak itu. Memejamkan mata sejenak berharap dia pergi. Nalina tak perlu takut karena di sini lumayan ramai.
Tiba-tiba Nalina agak berteriak saat pria itu mengulurkan tangannya. "Kenalkan nama aku Vikra."
______
Di sebuah rumah sederhana ada seorang wanita yang mual dan selalu memuntahkan isi perutnya. "Arghh, sakit banget, gini amat sih hamil!" lalu setelah itu kembali kesal dan marah sendiri lagi. Hingga dia mulai mereda, menatap kosong pada vas bunga di atas meja kaca dan tersenyum lirih. Teringat pada kenangan manis sekaligus juga pahit dulu.
Tak berapa lama terdengar suara seorang pria. "Mega, aku pulang." Wanita itu langsung mengusap air matanya menyambut Devan yang masuk ke dalam rumah. Walau sedih dia harus tetap melayani suaminya dengan baik.
"Tumben pulang cepat, "kata Mega sambil mengambil tas Devan. Sedangkan Devan tak menanggapi karena sekarang di kepalanya dipenuhi pertemuan tak terduganya dengan Nalina.
"Devan!" sentak Mega kesal karena tak ditanggapi. "Ada aku loh di sini!"
Devan menoleh, menatap santai pada Mega. "Oh... aku capek." Setelah itu Devan meninggalkan Mega yang membulatkan mata. Tak menyangka sifay cuek suaminya semakin parah.
________
Nalina keluar dari Café dengan langkah cepat tapi Vikra terus mengikuti Nalina. Hal itu makin membuat Nalina takut. Dia jalan cepat, Vikra juga semakin cepat hingga berakhir dengan berlari.
Nalina sesekali menengok ke belakang dan semakin menyesal karena Vikra masih tetap mengikuti sampai di parkiran lantai bawah café. "Gara-gara parkiran atas penuh, gue terpaksa parkir bawah. Sialan!" umpat Nalina sendiri dengan marah.
Vikra bahkan tak berteriak atau memanggil Nalina. Hanya terus mengikuti tapi itu tetap saja membuat Nalina takut ditambah langkah kakinya yang seolah mengancam Nalina. Hingga Nalina ke arah kanan. Namun, saat Vikra mengikuti, Nalina menghilang di entah ke mana.
Di balik tembok besar, Nalina diam-diam menelpon Raymond. Tidak ada pilihan lain. Vikra yang kesal masih ingin terus mencari tapi juga terhalang oleh panggilan telepon dari Mamanya dan yang bisa Vikra lakukan hanya berteriak kesal.
Walau diliputi oleh perasaan tak rela. Terpaksa Vikra pergi meninggalkan parkiran Café dan berjalan dengan marah hingga masuk ke dalam mobil. Meremas stir mobil dengan kuat sampai kukunya memutih dan pandangan matanya sangat tajam. "Aku sudah menyiapkan hati dan keberanianku untuk mendekati kamu tapi dia... dia selalu melihatku dengan wajah yang sangat takut. Jangan...jangan terus seperti ini..."lirih Vikra yang sampai frustasi.
Vikra menggelengkan kepalanya karena hamper putus asa. Namun, tentu saja dia takkan semudah itu menyerah. Lalu pria itu meninggalkan halaman depan setelah melihat sekali lagi ke arah tempat di mana Nalina pasti masih berada.
Tak lama setelah Vikra pergi, mobil Raymond tiba di Café.
_____
Ternyata di rumah Vikra ada Mega yang datang untuk berkunjung untuk menjenguk Vikra. Namun, rasa senang Mega harus pupus karena melihat reaksi Vikra yang berubah. Ketika Mega ingin duduk lebih dekat, Vikra menjauh.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Vikra setelah hening melanda mereka beberapa menit yang lalu.
Pertanyaan itu kembali membangkitkan kebahagiaan Mega. "Sebenarnya aku ... tidak baik-baik saja saat ini, "jawab Mega diiringi senyum yang perlahan menghilang. Vikra melihat ke perut Mega yang mulai membuncit dengan datar.
"Itu pilihan kamu dulu meninggalkan aku. Setelah Zia cukup meninggalkanku selamanya ditambah kamu. Aku rasa kamu sudah cukup puas menonton aku, kan?" Vikra tersenyum mengejek pada Mega yang perlahan menunduk, meremas rok panjangnya dan menahan sesak di dada.
Namun, Mega tetap mencoba ingin berbicara lagi. "Mungkin... aku tak akan lama dengan suamiku."
"Terus? Kenapa mengatakan hal itu sama aku?" Vikra kembali memberondong tak mau kalah.
Suasana gazebo halaman samping rumah Vikra menjadi nyaman lagi. Seperti ada atmosfer gelap perasaan mereka masing yang mendominasi interaksi mereka. Perasaan patah hati yang dalam akan berbagai hal.
Vikra memandang sekali lagi pada Mega setelah memandang langit biru di atasnya. Suara aliran air dari hiasan guci di kolam ikan beriak diiringi kata-kata yang membuat Mega semakin sedih.
"Kita jangan pernah bertemu lagi. Tetap akhiri saja seperti waktu kamu memilih dia dari pada aku, "jelas Vikra seraya berdiri. Namun, Mega meraih tangan Vikra.
"Kata kamu perasaaan kamu sama aku itu seperti gulali. Walau cepat habis tapi manisnya masih terasa. Sekarang... semakin jauh..."lirih Mega yang semakin serak.
Mata Elang Vikra menatap tajam. "Tapi wajah Zia selalu menghantui aku! Apa dia juga menghantui kamu juga, Mega?!"
Mega terdiam.
"Setelah dia meninggal, aku hanya bisa melihat pemakamannya diam-diam. Lalu..."
Melihat gadis itu yang keluar dari mobil bersama kedua pasangan yang usianya mungkin tak jauh beda dengan Om Mario dan Tante Aline.
"Kenangan manis yang Zia ciptakan seolah menghambur ke otakku! Hal itu yang membuat rasa cinta aku sama kamu pudar, Mega! Brengsek!" Vikra meluapkan luapan emosi yang lama terpendam pada Mega dengan suara yang keras.
Mega tersentak dan tubuhnya yang mulai berisi mengerut takut. Dia tak bisa bicara lagi. Hanya tanaman bunga-bunga indah dan langit senja yang menaungi mereka.
____
Raymond sekali lagi memberikan minumnya untuk Nalina yang masih mengatur perasaannya agar mentalnya tidak turun. Gadis cantik itu meneguk dengan cepat. "Gila, Pak! Itu cowok pasti gila. Udah fix. Kalau dia muncul sekali lagi aku pasti akan panggil polisi."
Ternyata Raymond hanya mendengarkan dan sekarang dirinya sedang memikirkan cerita Nalina. Batinnya sekali lagi masih ingin mengingkari itu.
"Pak Ray, dengar saya, kan?"tanya Nalina yang heran melihat Raymond yang bengong sambil mengusap dagunya.
Sedangkan di tempat lain Vikra mengatakan pada Mamanya bahwa dia ingin membina hubungan serius.
...
Tersedia di dreame "mencintaimu sekali lagi " 3 Ekspart
.
.
.
.
___****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top