7. Mulai Merasa
Nalina menatap pemandangan dari jendela kamarnya dan lagi-lagi dia takut saat melihat postur tinggi tegap seorang pria di bawah. Kegelapan malam dan jarak yang agak jauh membuatnya tak bisa melihat wajah pria itu. Lagi-lagi sosok pria itu lagi.
Nalina kemarin sudah memberitahu pada tante dan omnya dan mereka menambah satpam di post depan rumah mereka. "Semoga sekarang kamu merasa tenang ya sekarang. Kamu gak perlu sungkan, kalau ada apa-apa atau sesuatu yang tak enak. Katakan saja sama Om dan Tante. Kalau kamu sembunyikan justru itu yang bahaya loh."
Tante Aline tersenyum dan menepuk pelan bahu Nalina setelah itu pergi. Nalina memperhatikan tantenya dengan sendu karena mengingat cerita ART yang sudah lama bekerja di rumah ini mengatakan bahwa Tante Aline sekarang tampak pendiam dibandingkan dulu yang lebih keras orangnya.
Nalina mengerti karena kehilangan seorang putri tunggal pasti sangat menyakitkan dan dia pun hal itu terjadi pada Ibunya atau dirinya. Namun, sekarang kedatangan pria aneh yang wajahnya saja Nalina tak tahu membuatnya resah dan kesal. "Kenapa banyak sekali yang sukanya menganggu hidup orang?"
Setelah Nalina beranjak dari duduknya. Dia melihat foto besar Zia yang dipajang di ruang tamu sampai menuju koridor ruang dalam beserta foto keluarganya juga. Sekali lagi Nalina tersenyum dan selalu menyampaikan pesan dari hatinya semoga Zia bahagia di Surganya.
Bulan di malam itu tampak lebih terang dan saat Nalina melihat halaman depan pagar dari jendela kamarnya. Pria itu sudah tidak ada.
****
Keesokan harinya Vikra makan dengan lahap dan berpakaian rapi hingga hal itu membuat Mamanya kaget tapi juga mulai senang. Mama Vikra, Lia berharap perasaannya benar jika Vikra mulai bangkit dari keterpurukan. Juga sudah lama Lia tak pernah melihat senyum dan rasa semangat dari putranya itu lagi.
"Kamu gak mau cerita sama Mama? Biar rasa bahagia kamu lebih puas, "panggil Lia mencoba membujuk anaknya itu. Wanita yang masih cantik itu mendekatkan wajahnya pada Vikra. "Sayang..."
Vikra menoleh cepat dan kembali tersenyum lebih lebar. "Nanti aku akan kasih tau di saat yang tepat agar kejutannya lebih sempurna. Heheh..." Vikra terkekeh dengan senang lalu sekali lagi merapikan kemejanya dan memperlihatikan dirinya di cermin. Setelah itu pergi, Menyisakan pandangan Mamanya yang campur aduk.
______
Di pagi yang agak sedikit mendung, sebuah motor scoopy krem membelah jalanan padat dan di belakangnya ada mobil sedan hitam yang mengikuti perlahan dengan jarak yang aman. Mata elang pria itu dengan rokok di sudut bibir tebalnya terlihat giat mengintai si wanita muda yang mengendarai motor. Nalina bersenandung kecil sambil melihat suasana jalanan dan orang-orang yang beraktivitas.
Kepulan asap dari bibir Vikra terbang menyatu bersama udara pagi Jakarta. Dalam benaknya berpikir sekarang untuk bagaimana memulai dengan cara yang benar. Walau masih ada pernyataan di hati kecilnya kalau Zia memang sudah meninggal, tapi siapa perempuan yang wajahnya mirip sekali dengan Zia?
Satu lagi, apakah ini rasa bersalah? Rasa bersalah yang mengejarnya hingga dia juga ikut mengejar perempuan itu secara perlahan? Pertanyaan yang muncul setelah dia mulai mewaraskan diri dengan membaca buku, menonton dan mencoba memulai kegiatan wajar sebagai manusia yaitu mempelajari usaha keluarga.
Namun, wajah Zia semakin lama memenuhi otaknya juga.
_________
Nalina akhirnya tiba di kantornya dengan perasaan yang gembira dan semangat karena kabarnya hari ini Nalina akan dapat bonus nanti di bulan ketiganya bekerja. Namun, semua itu rusak saat Raymond ternyata memperkenalkan dirinya pada klien barunya.
"Devaan..."
Devan melihat Nalina rasa terkejutnya hanya sebentar dan berganti canggung. "Ohh... Hai Nalina. Kamu kerja di sini juga?"
Ahh... tanpa rasa bersalah nih cowok lempeng aja kayak tol! Sabar Nalina... yuhuu sabaaarrr. Nasihat batin Nalina mencoba menenangkan.
Mau tak mau rasa profesionalisme yang dijunjung tinggi. Rasa professional juga yang membuatnya dan Raymond harus mendengar kisah sedih Devan yang ternyata usaha kecilnya tak stabil dan cerita sedih lainnya. Inti cerita yang harus Nalina tahu adalah Devan sudah menikah. Entah dengan selingkuhannya atau bukan Nalina tak mau tahu.
________
Beberapa jam kemudian, setelah kepergian Devan yang sengaja ingin diulur oleh pria itu sendiri hanya untuk minta maaf pada Nalina. Raymond membuka suaranya. "Kalau kamu butuh refreshing keluar sebentar juga boleh kok di jam istirahat. Gak harus kamu di depan bilik kerja kamu terus."
Raymond tersenyum dan mulai dengan jahilnya mengangkat alisnya turun naik sengaja menggoda Nalina. "Kalau mau ditemenin saya gak apa-apa, "ucap Raymond dengan sok mengiba.
Nalina menyipitkan matanya. "Jadi modus aja ya, Pak bukan sok peduli? Huhffft."
Raymond tertawa. "Ya udah, kamu pergi sendiri aja. Biar lebih dapet me time nya. Hati-hati ya." Raymond berbalik badan sambil melambaikan tangannya.
Nalina sedikit menunduk dan tersenyum lalu pergi meninggalkan kantornya menuju cafe favoritnya. Sampai sekarang dia sebenarnya masih bingung. Kenapa Raymond selalu ingin mendekatinya? Nalina tak meminta. Dia hanya ingin bersikap sewajarnya, tapi yang paling memuakkan adalah pertemuannya dengan Devan. Tanpa berdosa datang membawa cerita galau yang Nalina saja tak butuh dari dulu.
______
Suasana siang di Café dengan desain alam modern itu lumayan ramai apalagi di jam istirahat. Hingga wajar Nalina memanggil seorang pria yang tampak terburu-buru hingga menjatuhkan kunci mobilnya.
"Hei! Mas, Maaf kuncinya..." Nalina memanggil setelah menaruh cangkir berisi cappuccino miliknya.
Si pria bertubuh tinggi tegap itu menghentikan langkah kakinya...
________**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top