6. Semangat Baru

Nalina diterima sebagai staff desain periklanan di GE Group dan sudah mulai bekerja selama hamper satu bulan. Dia bisa melalui dengan lancar dan semangat yang tinggi. Mungkin Nalina akan selalu membuat tante dan omnya merasa heran tentang kenapa Nalina tidak mau bekerja di perusahaan Om dan tantenya?

Sesuai prinsip hidup yang selalu dipegang oleh Nalina bahwa dia tak mau terlalu menumpang hidup. Nalina ingin mencapai kesuksesan dengan usahanya sendiri. Lagipula sudah cukup baik Om dan Tantenya mengizinkannya tinggal di rumah mereka yang nyaman.

Namun, waktu yang terus berjalan juga seolah membuatnya menjadi dekat dengan Raymond. Banyak yang bilang pria itu suka gonta ganti pacar tapi Nalina tak peduli. Dia dan Pak Raymond hanya sebatas sahabat. Nalina tak berminat pada percintaan saat ini.

Sore menjelang menampilkan semburat oranye di langit dan Nalina menatap keindahan sore dengan OB yang lagi-lagi datang memberinya pudding. "Mas Iyan ini peramal ya selalu tahu apa saya pengen?"

Si OB bertubuh kurus hanya bisa cengar - cengir itu, sampai Nalina berpikir memang seperti itu hobinya. "Sekali lagi makasih loh ya, Mas Iyan, "kata Nalina sekali lagi sambil tersenyum simpul. Ketika si OB berbalik dan meninggalkannya, Nalina berjalan menuju parkiran untuk menaiki motor da pulang.

Tak lama sebuah mobil BMW abu-abu menghampirinya. Saat jendela kaca diturunkan terlihat senyum manis Raymond yang menawan. "Naik motor terus rajin banget. Kamu beneran gak mau pulang pergi bareng aku?"

Nalina hanya tersenyum dan menggeleng. "Maaf Pak, saya sudah nyaman naik motor ke mana-mana. Lebih baik bapak tawarkan sama yang lebih membutuhkan.

Senyum Raymond memudar. "Kamu gak nyaman karena aku langsung sok akrab sama kamu? Maaf ya, habis kamu seperti De.."

"Nah, itu ada mbaaakk Uliiiii... Mbak rumahnya searah sama Pak Raymond, kan?!" teriak Nalina memutus perkataan Raymond lalu memanggil seorang wanita modis agak centil.

Raymond membulatkan matanya. Sial, gak ... Gue gak mau neraka ada di mobil gue kalau ada si tape Uli itu. Bisa sakit psikis gue!

Harusnya Raymond segera pergi tapi demi memberi tatapan menawan yang biasa bisa memikat para perempuan pada Nalina. Dia jadi terlambat untuk kabur karena Uli sudah lebih dulu membuka pintu mobil yang sayang tadi tak dikunci. Mau tak mau Raymond harus siap mental lagi hari ini. Tak mungkin dia menolak Uli di depan Nalina. Harga diri pria harus dijunjung! Itu prinsip Raymond.

Tak jauh dari mereka ada mobil sedan coklat yang melihat dengan tatapan dingin. Sekali lagi pria itu menatap Nalina walaupun mobil Raymond sudah pergi. Saat Nalina mengendarai motornya meninggalkan area perkantoran. Sedan hitam itu mengikuti dari belakang dengan hati-hati.

Matahari menjelang sore terlihat cerah dan mewarnai kendaraan di jalan raya Ibukota yang selalu padat merayap. Bunyi klakson dan aktivitas manusia silih berganti terdengar bagai alunan yang seimbang. Tak berbeda dengan keadaan saat lampu merah dan di antara kendaraan itu ada Nalina yang membuka kaca helmnya karena panas. Ternyata semua gerak gerik Nalina tak luput dari pandangan pria berambut agak gondrong itu.

Sesekali Pria itu akan tersenyum sedikit walau lebih banyak mengeluarkan pandangan ingin tahu.

Sedangkan di tempat lain, dalam sebuah ruang keluarga yang luas berdesain modern minimalis. Seorang wanita berusia lima puluhan sedang cemas menelpon seseorang. "Vikra belakangan ini suka keluar rumah sendiri. Entah pergi ke mana, "ujar wanita itu cemas dan sekali lagi mengigit kukunya.

"Tante, udah sering tanya sama Kak Vikra? Aku juga bingung Tante. Karena dia susah aku cari lagi. Tiba-tiba udah pulang. Paling sebentar lagi juga pulang, "jawab pria di seberang dengan nada tenang.

"Ray! Kamu kok santai banget! Anak tante tumben lebih lama lagi pulangnya hari ini. Tante juga selalu tanya, tapi tetap akhirnya di jawab dengan senyuman."

Tante dan keponakan itu kembali berdebat berbanding terbalik di tempat lain. Vikra masih memperhatikan Nalina sampai masuk ke rumahnya.

"Zia... apa benar itu dia?" Vikra mengeluarkan kameranya memotret Nalina close up wajahnya saat melihat ke belakang.

"Aku seperti punya semangat baru dan aku akan buktikan kepada Mama, si brengsek Ray dan yang lain kalau aku gak gila. Tidak lagi. Si Ray... sok perhatian banget sama Zia." Vikra tertawa setelah bermonolog dengan semangat.

"Ma, Vikra akan serius kali ini."

****

Sesampainya Vikra di rumahnya. Mamanya langsung menyambut dan menanyai keadaannya dan Vikra hanya bisa tersenyum dan berkata, "Aku hanya bahagia, Ma. Akhirnya aku bisa bahagia lagi." Tanpa banyak bicara Vikra masuk ke kamarnya.

.

.

.

.

_______

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top