4. Sad Secrets
Besok2 ga tau bsa UP lagi atau tidak... yg pasti ini kyk berakhir di season 1 ....
Ya selama mash ada yang ngarep cerita ini...
...................
Flashback...
Nalina masih berharap ini mimpi tapi kenyataan lebih terpapar di depan mata saat tahu jika Devan benar-benar pergi meninggalkannya. Sampai sekarang tidak pernah menghubunginya. Ingin sekali menampik hal tak terduga seperti ini.
Namun, kata-kata Devan yang ternyata tidak pernah mencintainya membuatnya semakin menangis sambil memandang kebun kecil belakang rumahnya.Jika dia ingat saat-saat kebersamaannya dengan Devan, memang dia terlihat bahagia di hadapannya tapi pernah beberapa kali Devan akan terlihat banyak melamun. Terlebih jika menerima telephone dari sahabatnya. Nalina menutup matanya menahan isaknya tentang perkiraan mengenai sahabat Devan.
Tak jarang juga akan ada Bapak atau Ibunya yang bergantian menghiburnya. Sekadar mengantar makanan, minuman dan menemaninya duduk. Mereka tidak akan menekan Nalina untuk melupakan Devan karena mereka tahu hati manusia itu lembut jika tersakiti, disembuhkan juga harus dengan perlahan. Mereka cukup mendengarkan, menunggu hingga Nalina akan bercerita duluan.
Nalina menoleh ke belakang menghadap Ibunya yang kali ini mengantarkan segelas orange Juice . "Ibu kali ini buat minuman spesial kesukaan kamu," ucap lembut Ibu Nalina dengan sorot mata yang teduh. Inilah saat Nalina menyadari betapa dia masih memiliki dua orang yang begitu berarti di hidupnya. Terbesit perasaan bersalah jika harus terus berkubang dalam kesedihan maka kedua orang tuanya juga akan ikut pusing dan sedih memikirkan dirinya. Nalina merutuki dirinya yang sejenak sempat merasa egois.
"Bu, maafin Lina ya. Lina tahu Ibu dan Bapak pasti sedih juga melihat Lina seperti ini." Nalina tidak mengambil minuman tapi langsung memeluk Ibunya lalu bersandar di pundak nyaman sang Ibu.
Sang Ibu tersenyum, meletakan gelas orange Juice itu di meja besi putih di depannya. "Syukurlah jika Lina tidak mau terpuruk lagi, Ibu dan Bapak juga mengerti perasaan Lina. Yang harus kamu tahu akan ada kami di sini dalam keadaan kamu apapun. Jika buruk maka kita akan menuntun kamu dengan setia menjadi baik. Begitulah, Lina."
Mendengar ucapan Ibunya Lina semakin menangis. "Ibu..." Nalina hanya menenggelamkan wajahnya di pundak Sang Ibu tak mampu berkata lagi. Nalina hanya ingin merasakan kenyamanan dalam pelukan Ibunya yang bisa menentramkan kepedihan.
Beberapa saat kemudian, Bapak Nalina yang berdiri di depan pintu memanggil isterinya. "Ada telephone penting." Mereka saling memandang beberapa saat melihat raut Bapak Lina yang berbeda dari biasanya.
.......................................
Setelah menerima panggilan telephone itu, Ibu Lina menangis dalam pelukan suaminya. Duka berganti pada Ibu Lina. "Aku menyesal meninggalkan keluargaku, Mas."
Bapak Lina melepas pelukannya sebentar untuk menyentuh dagu istrinya dan mengangkatnya pelan. "Jika kamu merasa bersalah, aku juga, Diana. jangan hanya menyalahkan dirimu sendiri," ucap pelan pria tua yang masih tampan itu.
"Mas Hans, maukah kamu menemani aku ke pemakaman keponakanku?" Diana memohon pada Hans.
"Aku suamimu, tak perlu memohon seperti itu. Aline dan suaminya menunggu kita untuk memakamkan putrinya, Zia." Hans mengusap wajah isterinya sayang.
"Iya, Mas kasihan Zia. Yang membuatku sedih, aku bertemu keponakanku dalam keadaan putri cantik itu sudah tiada." Sekali lagi diana merasa menyesal dan sedih tentang kejadian ini. Putri dan keponakannya mendapatkan duka yang bersamaan. Dia merasa seperti mendapatkan karma karena sudah meninggalkan keluarganya demi bersama Hans.
Perbedaan derajat sosial dan latar belakang keluarga Hans dulu yang menyebabkan mendiang orang tua Diana tidak setuju. Namun, dengan tekad dan cinta mereka tetap bertahan dalam melewati berbagai cobaan. Karena perasaan bersalah yang muncul menyebabkan dirinya tak pernah ingin bertemu keluarganya.
__________
Nalina merasa bersyukur karena dia tidak terus larut dalam kesedihan karena ternyata orang tuanya juga menyimpan rahasia yang akhirnya Nalina tahu. Tidak bisa dia bayangkan jika Nalina masih bersedih dan ternyata ada kesedihan lainnya yang dialami Ibunya.
Keesokan harinya, Nalina dan kedua orang tuanya pergi ke Jakarta dalam diam. Tidak ada yang berbicara selama di dalam mobil sewa, pesawat dan tiba di rumah megah itu. Ketika Nalina melangkahkan kakinya, dia melihat beberapa pelayat yang masih datang dan pergi silih berganti.
Nalina juga miris mengetahui kenyataan jika Zia, sepupunya sudah tiga hari disemayamkan di rumah ini. Apakah mereka masih menganggap Ibunya masih berarti?
Di antara hilir mudik pelayat, Nalina sedikit kaget dengan foto besar yang berada di ujung peti jenazah. Wajah Zia hampir memiliki kesamaan dengannya.
...................
Di sebuah ruang kamar rumah luas bernuansa abu-abu, seorang pria duduk di sudut. Memukul kepalanya berkali-kali.
"Dok, saya berharap Vikra tidak akan seperti ini selamanya," ucap seorang wanita tua dengan tatapan sedih. Pandangan matanya terus tertuju pada pria yang tampak kacau dengan rambut tebal yang berantakan.
"Saya akan berusaha, Bu. Sambil berdoa kepada Tuhan."
_______________
Fin
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top