2. Tetap Diam
Pontianak
Nalina tampak gusar saat sampai di rumahnya yang sederhana. "Ibu, bapak... Lina pulang!" Lina melepaskan sepatunya masuk ke dalam ruang tamu nyaman dan rapi dengan hiasan bunga unik. Lina berdecak sebal saat dia berjalan semakin dalam melewati ruang keluarga dan ke taman belakang yang tidak jauh dari dapur. Ternyata Bapak dan Ibunya ada di sana sedang menikmati pemandangan langit, tumbuhan dan kolam kecil.
"Bapak, Ibu Lina pulang. Asyik banget pacarannya sampai pintu rumah dibiarkan terbuka, untung yang masuk Lina kalau maling?" Lina menghampiri kedua orang tuanya dari belakang dengan memeluk keduanya.
"Ah, Lina kayak gak pernah pacaran saja. Kamu juga sama kak Devan kamu juga pasti sering seperti ini," ucap bapak Lina dengan sorot menggoda. Sedangkan Ibu Lina tampak sedikit tertawa.
"Bapak sama Ibu kok malah meledek Lina sih. Aku sebagai anak khawatir." Lina melepas pelukan di pundak kedua orang tuanya. Lalu duduk di tengah mereka seperti ingin menganggu. Lina memang sangat menyayangi mereka dan selalu iseng jika kedua orang tuanya bermesraan dan Lina juga kagum dengan keharmonisan kedua orang tuanya yang masih terjaga hingga sekarang.
"Anak ibu sama bapak memang baik sekali," ucap Ibu Lina yang memeluk erat anaknya dengan sayang.
"Kasian sama penculiknya soalnya bapak makannya banyak terus ibu cerewet makanya aku khawatir. Hahahaha." Lina bergegas pergi sebelum kedua orang tuanya akan menyerangnya dengan serbuan gelitik.
Dari dalam rumah Lina masih sempat berteriak," Pak, Bu nanti malam aku yang jadwal masak!"
Sedangkan kedua orang tuanya menggeleng dan tersenyum. "Calon istri Devan yang baik," ucap keduanya kompak setelah itu mereka kembali berangkulan menikmati pemandangan dan menghirup udara segar dari taman yang asri.
....................
Jakarta
Waktu terus bergulir menuju pernikahan Zia dan Vikra. Semua persiapan tentang pernikahan sudah cukup matang, kedua belah pihak keluarga juga sudah tentu setuju, dan semua tampak lancar. Zia juga semakin giat mempersiapkan sidang terakhir skripsinya.
Saat tiba wisuda diadakan, Zia sudah pasti mendapat sekali banyak karangan bunga, boneka dan aksesoris lainnya dari teman-teman, adik tingkat dan yang pasti dari Mega dan Vikra. "Selamat ya, Zia," ucap Mega sambil memeluk sahabatnya erat hingga mereka menggoyangkan tubuh. Vikra juga memeluknya dengan memberikan karangan bunga.
"Mega kapan nyusul kita wisuda masa masuk bareng, lulus gak bareng," celetuk salah satu teman Zia. Hal itu membuat Mega terdiam dan menatap Vikra. Zia melotot pada salah satu temannya karena sembarangan berbicara.
"Mega itu banyak kegiatan organisasi dan pernah ikut pertukaran mahasiswa, aku saat itu dapat di tingkat pertama sedangkan Mega baru tahun lalu. Sudah kalian jangan cerewet!" kata Zia dengan sedikit tegas membuat teman-temannya terdiam. Merasa tak enak mereka lalu berpamitan pulang.
Zia tak peduli bahkan lega karena teman-temannya yang bawel itu pulang. Lalu dia menggandeng lengan kedua orang yang sangat disayanginya itu. "Setelah ini kita jalan yuk, sekalian aku juga mau bantu Mega mengejar skripsinya yang ketinggalan."
Mega langsung senang dan memeluk tubuh sahabatnya yang berbalut baju wisuda dengan toga yang sudah dilepas. Betapa wanita muda ini tidak tahu diri tapi mau bagaimana? Perasaannya tidak bisa dibendung. Baginya tidak apa-apa jika menjalin hubungan diam-diam dengan Vikra asal Zia tak tahu dan dia masih bisa mengalah jika Zia membutuhkan Vikra sewaktu-waktu.
Di balik pelukan, Mega menggenggam tangan Vikra dan mereka saling tersenyum. Senyuman yang mengartikan bahwa mereka harus berkorban untuk saat ini sampai nanti semua bisa diselesaikan. Vikra dan Mega adalah dua orang yang sudah banyak dibantu keluarga Zia.
Vikra bisa lancar bekerja di perusahaan keluarga Zia karena bantuan Papa Zia dan sekarang bisa saling menjalankan bisnis keluarga Vikra juga berkat ajaran Papa Zia. Maklum, semenjak Papa Vikra meninggal, bisnis keluarga di bidang tekstil tidak terlalu berjalan lancar dikarenakan adik mendiang ayahnya, tante Meri juga tidak bisa bisnis walau sudah menjalankan.
................................
Di sebuah banguna Universitas besar kota lain, Nalina juga merayakan wisuda dan berhasil menjadi lulusan terbaik juga. Dia memeluk kedua orang tuanya yang memakai setelan batik dengan corak yang sama. "Lihat aku lulus, kan? Mana jam tangan barunya?" Nalina sudah menengadah tangan dengan wajah sok angkuh.
"Haishhh, gak sopan langsung menagih. Akan bapak kasih kalau kamu sudah kerja dan menikah," jawab bapak Nalina dengan tepukan pelan di pipi mulus anak gadisnya.
"Ah, Bapakkkk... curang. Ibuuu..." Nalina berpura-pura teraniya dengan lari ke Ibunya yang langsung menatap balik Bapaknya dengan kedipan mata.
"Itu ada Devan di samping Ibu gak kamu peluk juga?" tanya wanita yang masih cantik di usia yang hampir setengah abad. Devan yang sejak tadi berada di sampingnya hanya tersenyum melihat keluarga bahagia itu.
Pria tampan itu bahkan sudah membawa sebuket bunga dan boneka beruang besar bertuliskan 'Happy graduation, Baby chubby' . "Ini hadiah permintaanmu yang lain dikabulkan ya. Soal jam tangan biar kakak aja tapi nanti," ucap Devan yang menghampiri dengan menunjukkan boneka itu menutupi wajah tampannya seolah si boneka yang berbicara.
Nalina tersenyum manyun. "Udahhh geli tauuu! Suara Kak Devan kayak game kehabisan baterai." Nalina dengan cepat merebut kedua barang itu dengan binar bahagia. Mengucap syukur atas karunia dan keberhasilan yang dia raih. Baginya tak perlu harta yang banyak asal ada harta paling berharga yang dia miliki, yaitu keluarga dan tunangannya.
....................................
Malam yang sama dua wanita muda terbaring di kasur yang berbeda. Namun, ternyata raut yang mereka tampilkan berbeda. Hanya bulan di langit yang menjadi saksi dua insan itu mengenai hati dan perasaan.
Nalina tertawa sambil mendekap boneka beruang itu ke wajahnya sedangkan Zia meratapi langit-langit kamarnya yang berhias gantungan lima boneka peri bercahaya dengan pandangan kosong. Perlahan dia menutup matanya dan mengangkat tangan untuk menutupi kedua telinganya mendengar keributan dua orang egois di luar kamarnya.
"Kamu yang brengsek tapi menyalahkan aku yang gak becus mengurus anak!"
"Asal kamu tahu seharusnya sejak dulu aku ceraikan wanita tak berguna seperti kamu!"
Satu hal yang Zia tahu, pura-pura terlihat bahagia tidak bisa tahan juga dia andalkan. Menutupi kebobrokan keluarga dibalik kesuksesan dan kemewahan masih bisa dia tahan. Namun bila kebohongan sahabat dan calon suaminya?
Bahkan masih dia ingat jelas dua gelang dengan model yang sama di tangan Vikra. Kenyataan saat kemarin mereka beralasan tidak bisa jalan dengannya untuk merayakan kelulusannya. Zia ternyata tanpa sengaja diam-diam naik mobil yang sama sehingga Zia menjadi pengintai melihat kemesraan mereka.
Tadi siang dia bisa melihat jelas gelang couple yang disembunyikan itu, walau begitu Zia masih ingin bertahan. Dia tidak mau membuat malu keluarga dan semua kerabatnya. Satu-satunya cara tetap diam. Tak ingin mempertanyakan sudah berapa lama mereka menjalin hubungan diam-diam. Lalu kenapa mereka membohonginya?
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top