10. kejutan
Kemarin...
Foto-foto berserakan di atas meja kamar bernuansa abu-abu dan luas itu. Tak banyak perabotan atau hiasan. Hanya desain modern minimalis dengan dua lukisan sangat maskulin. Yang paling menonjol pastinya foto seorang gadis dengan ekspresi dan situasi berbeda. Satu seperti candid dan satu tampak modis serta berani.
Pria tampan itu membandingkan dua foto gadis cantik sambil berpikir lalu kemudian tersenyum. "Ya, aku percaya reinkarnasi sekarang. Mungkin memang dia kembali terlahir untuk memberi kesempatan padaku. Hahaha..."
Setelah itu dia kembali bergegas untuk bersiap-siap pergi dengan semangat baru. Niat yang sudah dia tumbuhkan dan juga menjadi salah satu proses hidup yang lebih baik. Dia tidak akan lengah lagi apalagi sekarang ada halangan tak mudah di depan jalannya yang pasti akan dia lawan.
"Vikra..." suara panggilan Mamanya terdengar saat pria yang ternyata Vikra itu menuruni anak tangga dengan penampilan yang sudah rapi. Mamanya tersenyum sejenak melihat jas berwarna navy, rambut yang sudah dipangkas rapi dan ekspresi wajah Vikra tampak lebih cerah sama seperti dulu sebelum tunangannya meninggal.
"Kamu... gak mau sarapan dulu, Sayang?" tawar Mamanya sambil mengangkat seloyang sandwich. "Makanan kesukaan kamu ini."
Vikra tersenyum lebih lebar, menghampiri Mamanya dan mengambil satu roti sandwich yang berisi lengkap dengan sayur itu. "Makasih, Ma. Enak seperti biasa tapi aku harus buru nih. Mama tau, kan?"
Mama Vikra tersenyum jahil dan membiarkan putranya itu pergi setelah mencium tangan dan pipinya. "Ya Tuhan, semoga kebahagiaan anakku kembali lagi dan gadis itu memang jodohnya.
Ternyata Mama Vikra sudah pernah teleponan dengan Tante Aline yang akhirnya bercerita tentang keponakannya. Nalina yang mirip dengan mendiang putrinya. Mereka tak bermain social media jadi tak sempat juga saling cerita. Ditambah masa berkabung yang lama dan saat melayat Mama Vikra sudah pulang sebelum keluarga Nalina datang.
____
Vikra sudah sampai di perusahaan periklanan itu tapi kebiasaan tetap sama dengan berada di dalam mobil untuk melihat Nalina yang datang dengan motornya lalu berjalan masuk ke dalam gedung itu. Sekarang adalah waktu dia akan sedikit beraksi. Vikra akan masuk ke dalam.
Dia berhak masuk karena perusahaan itu juga cabang milik mendiang kakeknya dan sebenarnya Raymond dan Ayahnya memegangnya karena saat itu Vikra depresi. Jadi, Vikra bebas masuk dan melakukan apapun di sana. Mungkin sebentar lagi Raymond dan Ayahnya akan kembali ke cabang lain lagi.
Dengan percaya diri, Vikra menjalankan mobilnya kembali sampai di parkiran depan gedung yang luas. Lalu keluar dari mobil hingga beberapa karyawan menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada beberapa karyawan baru dan lama. Karyawan lama biasanya akan terkejut dan yang baru, terutama perempuan menatap kagum.
Satpam di depan gedung menyambut dengan hormat. Vikra bebas masuk dan ternyata dia masih bisa melihat aktivitas Nalina pagi ini yang sedang absen dan mengobrol sebentar dengan resepsionis. Melihat gerak gerik Nalina membuat Vikra merasakan sesuatu yang menggeliat sehingga di tempat itu hanya ada dia dan Nalina.
Namun, semua bayangan itu menghilang saat seseorang menepuk pundaknya. "Kak, akhirnya bisa datang juga ke sini."
Vikra menatap Raymond dengan datar. "Ya, lagian ini kan cabang gue."
Raymond terkekeh tak ambil pusing dengan nada bicara kakak sepupunya. "Okeee. Bareng yuk, Kak." Tanpa sungkan Raymond merangkul pundak lebar Vikra yang sedikit lebih tinggi darinya. Mereka masuk ke loby dan menuju lift dengan interaksi yang akrab.
Namun, semua tak berlangsung lama ketika seolah-olah aktivitasnya dibatasi oleh Raymond. Pasti sangat menyebalkan untuk Vikra hingga tak bisa mendekati Nalina lagi dan dia menyayangkan saat di Café di anggap waktu yang tepat. Lalu kembali kecewa karena harus berantakan lagi sampai dalam hati mengumpat Mama Gea, Mama kandungnya.
Saat menjelang sore, Vikra akhirnya bisa tertawa dalam hati saat mempelajari perkembangan cabang bisnis bersama Raymond. Dia bisa dengan mudah mengambil alih lagi. "Mulai hari ini aku udah bisa berada lagi di sini, Ray. Kamu bisa kembali ke perusahaan cabang kamu di Manado, "jelas Vikra dengan mudah.
Raymond terkejut dan Vikra hanya tersenyum mengejek. "Kok kayak kaget gitu? Bukannya awalnya loe malas ya sama bidang ini?"
Raymond mencoba bicara. "Aku... eh ternyata asyik juga sih, kak."
"Jujur sama aku sudah seberapa jauh kamu tau semua?" tanya Vikra yang membuat Raymond semakin pucat.
"Kayaknya kamu belum sembuh ya, Kak, "balas Raymond yang membuat pernyataan sendiri.
_____
Sore menjelang dengan semburat oranye indah yang sudah terbingkai di langit dari kaca gedung. Nalina berjalan di sisi pemandangan sore hingga masuk dalam lift sambil menghembuskan nafas lega. Namun, pintu lift kembali terbuka saat ada tangan kokoh yang menahannya. Nalina hanya melihat sekilas dan cuek pria bermasker hitam dengan potongan rambut pendek masuk.
Pria tinggi berkulit eksotis itu mengangguk sopan dan Nalina ikut tersenyum sopan. Mungkin dia piker salah satu karyawan divisi lain. Walau lama-lama tak nyaman juga karena dia seperti diperhatikan oleh pria bermasker itu dari dinding kaca lift. Di tambah Nalina berdiri di depan pria itu.
_______
Saat ini......
Ternyata Nalina tak tahu jika itu Vikra dan semakin terkejutnya saat makan malam keluarga besar. "Ngapain kamu ke sini?" tanya Nalina yang melihat Vikra menyusulnya ke taman depan rumah Raymond.
"Memang salah kalau aku nyusul calon tunangan, "jawab Vikra dengan senyum tipis.
"Jangan sok meyakini, baru calon belum sah. Lagian aku merasa dijebak. Pak Raymond yang mengundangku tapi ternyata ada kamu. Ingat ya jangan harap semua itu jadi kenyataan!" Nalina meluapkan semua amarah pada Vikra yang tetap santai menghadapinya. Tanpa di sadari ada Raymond yang menatap sendu. Dia harus mengalah menuruti orang tuanya.
*_____*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top