1. Kamu dan Dia
Tiga tahun yang lalu...
Matahari sudah bersinar di langit yang cerah dengan menampakkan wujudnya, seolah tiada henti ingin memberitahu kepada semua insan jika hari memang benar-benar sudah berganti. Namun, sepertinya tidak berlaku untuk seorang pria yang tidak ingin cepat pergi meninggalkan pujaan hatinya. "Kamu yakin baik-baik saja kalau aku tinggal?" tanya seorang pria tampan dengan penampilan casual itu. Senyum lembut selalu terukir untuk wanita cantik dari si pria.
"Iyaaa, sudah aku tidak apa-apa kok. Kamu pulang ya," bujuk si wanita penuh perhatian. Walau sebenarnya maksud hati ingin tetap sang pria berada di sini. Namun, keadaan tidak mungkin membuat dia selalu ingin si pria tetap singgah.
Si pria menghela nafas dengan raut enggan. "Ya, kalau itu keinginan kamu aku bisa apa?" Pria itu mengusap lembut kepala wanita muda berambut panjang itu. "Kita tidak boleh egois."
"Iya, Vikra... kasihan dia selalu menunggu kamu sampai larut malam," ucap si wanita sambil mengusap lengan kokoh pria bernama Vikra itu.
"Ahhh, kenapa selalu dia yang menganggu kita!"
"Hei, jangan seperti itu, bagaimanapun Zia adalah sahabat kita juga. Dia menyukai kamu sudah lama, dia dan keluarganya sudah banyak membantu kita bukan?" Si wanita coba membujuk Vikra.
"Mega, kamu tahu perasaan kita sebenarnya." Satu pernyataan dari Vikra membuat Mega sekali lagi harus menahan nyeri di hatinya sehingga Mega hanya bisa terdiam.
"Selalu kamu akan diam jika kita sudah membahas ini, baiklah aku pulang," balas Vikra dengan sedikit ketus memakai jaket dan memasukkan beberapa barang penting ke dalam tas ransel coklatnya.
"Jangan pulang! Kamu lupa Zia sedang ada di Butik untuk mencoba gaun pernikahannya?" Mega bertanya untuk meyakinkan Vikra dengan menahan tangannya. Mereka saling bertatapan intens.
Sekali lagi, Vikramaditya memejamkan matanya untuk menahan kesabaran berusaha tidak menggertakkan giginya. Tanpa kata Vikramaditya pergi meninggalkan Mega yang berada di ruang tamu minimalis rumahnya dengan tatapan nanar. "Aku akan selalu mencintai kamu, Vikramaditya Geraldi," ucapnya pelan dengan penuh kesedihan tepat setelah sosok Vikramaditya menghilang dari pandangannya di balik pintu.
Mega hanya seorang wanita yatim piatu yang beruntung karena ditolong oleh keluarga Zia. Hutang budi yang membuatnya harus mengorbankan perasaannya ditandai tetes demi tetes air mata yang jatuh. Mega mencoba menetralkan degup jantungnya yang bertalu cepat karena rasa sedih. Bertekad dalam hati untuk tetap bersikap biasa saja dan sekarang dia harus melakukan aktivitasnya.
.......................................
Di belahan bumi yang lain.
Pontianak....
Seorang wanita muda tampak manis dengan blouse dan midi skirt pink menatap sedikit sebal dengan kekasihnya yang asyik menerima telephone dari sahabatnya. Suasana Sky Cafe yang terkenal di Pontianak dengan pemandangan kota dari ketinggian seolah menjadi hambar karena sikap sang kekasih yang membuatnya sebal.
Ekor mata cantiknya terus mengikuti gerak gerik kekasihnya yang kadang tersenyum, tertawa dan juga serius lalu raut sang kekasih akan berubah sendu. Dan akhirnya si wanita menarik nafas lega ketika ketika sang kekasih sudah kembali duduk di sampingnya. "Maaf ya, baby aku lama biasa sahabat lama. Kalau sudah ngobrol topik menarik suka lupa waktu," ucap si pria sambil kembali membenarkan kerah kemejanya dan merapikan rambut under cutnya.
"Iya, kakak Devan sayangggg, aku sampai ditinggal duduk sendiri sampai banyak cowok-cowok yang godain aku. Kakak janji mau bantuin aku mengerjakan skripsi." Si wanita cantik berkulit putih dan berwajah asia tampak merajuk dengan cemberut. Hal itu justru membuat Devan gemas.
Devan mencubit kedua pipi chubby kekasihnya. "Iya, baby Nalina, maaf sekali lagi. Apa sebagai permintaan maaf aku joget patah-patah di hari pertunangan kita besok?"
Perlahan raut kesal Nalina berubah tak bisa menahan tawa. "Hahaha... boleh sekaligus kakak bayar semua makanan aku di sini terus traktir aku belanja di mall," jawab Nalina sambil mencubit hidung bangir calon tunangan dengan gemas.
"Ehhh, sudah berani main kekerasan."
"Yeee, kakak juga tadi cibut pipi aku itu juga kekerasan."
Dan mereka berdua berakhir dengan saling adu debat yang menyenangkan dan kembali saling mencubit hidung. Suasana di tempat itu menjadi menyenangkan lagi, karena desain cafe dibuat dengan desain gazebo masing-masing membuat mereka semakin leluasa bercengkrama dengan bahagia.
.....................
Sedangkan ada seorang wanita cantik yang tampak riang dengan beberapa kali berputar membuat gaun putih yang indah itu berkibar seiring dengan rambut panjang bergelombangnya. Dua pegawai wanita butik terkenal itu sesekali melayaninya dengan ramah. Zia Aruna Setya, putri tunggal pengusaha garmen sukses di Jakarta. Yang dia tahu semua orang menyayanginya dan dia bersyukur dengan hidupnya.
Calon lulusan terbaik di kampusnya, teman-teman yang baik, dan terutama sahabat terbaiknya dari SMP, Mega dan memiliki tunangan yang dia cintai sejak lama dan pria itu juga mencintainya. Hidupnya sempurna.
"Vikra ke mana sih? ditungguin dan ditelephone juga gak nyambung terus." Raut Zia berubah muram. Zia duduk lemas di sofa ruang fitting baju yang luas berdesain marmer itu.
Tak berapa lama suara langkah sepatu membuatnya menoleh dan senyum Zia kembali terbit. "Vikraaaaa, dari mana aja sih?" Zia berdiri dan berlari sambil memegang rok panjangnya untuk memeluk Vikra.
Vikra sedikit tersentak dan refleks menahan tubuh ramping Zia yang memeluk erat lehernya. Zia juga melompat sesaat. "Maaf, aku tadi ada kerjaan tambahan tapi bisa lepas sebentar pelukannya?" mohon Vikra dengan suara tertahan.
Zia melompat dan melepas pelukannya hingga hampir terjatuh ke belakang untung saja di tahan Vikra, sehingga jarak mereka menjadi dekat dan saling bertatapan untuk sejenak. Namun, Vikra dengan cepat memutus keadaan canggung itu. Dia tidak mau terhanyut dan satu pandangan membuatnya sekali lagi terkejut.
"Kenapa tangaan kamu di perban?" tanya Vikra yang melihat tangan Zia
Zia menjadi canggung dan gelisah. "Aku... belajar masak opor ayam kesukaan kamu, Vikra." Zia memegang tangannya di perban malu-malu. Dan rautnya berubah antusias saat berkata, "Tenang, aku berhasil masaknya. Sudah dicobain sama mama rasanya enak bangettt. Nanti pulang dari sini kita ke rumah aku cobain bareng ya." Zia menaik turunkan alisnya dengan senyum.
Vikra mendesah menatap Zia tak habis pikir, padahal dia cuma bercanda kemarin meminta Zia masak opor ayam. Polos banget kamu, Zia... tapi aku tidak mau terhanyut sama kamu karena ada hati yang lain yang harus aku jaga.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top