[Perkara Jadwal]

"Thea!"

Suara keras terdengar menyaingi suara musik yang berada di ruangan tersebut. Beberapa pasang mata memandang seorang yang telah memanggil nama orang lain dengan keras. Sedikit ada perubahan di suhu ruangan, AC yang melingkupi setiap sisi dinding seperti berubah menjadi tempat pembakaran, dan untungnya itu hanya halusinasi.

Salah seorang gadis berusia matang untuk menikah menyenggol gadis muda menggunakan siku, matanya sesekali melihat ke arah meja yang berada di ujung memastikan bahwa tidak ada ledakan amarah, menjadi sangat waspada akan gunung meletus dalam wujud manusia.

Mengerti bahwa teman-teman seruangannya takut terhadap ketua dari ruang kesekretariatan, segera ia mengalihkan pandangannya dari layar komputer ke seorang perempuan cantik berkonde kecil tersebut.

"Pak Janus tidak melakukan perjalan bisnis hari ini, kenapa di jadwal ada?" Ibu Serra adalah orang yang dipilih untuk memimpin di ruang kesekretariatan, berusia empat puluh tujuh tahun, orang yang punya intelektual tinggi dan sifat keras hingga membuat orang lain segan terhadap beliau.

Thea mengerutkan kening. Menatap layar komputer sedikit marah. "Bu Kaida mengatakan hari ini Pak Janus akan ke luar kota," ucapnya tanpa menimbulkan nada yang mengancam dirinya.

Serra menghela napas. Menggeser sebuah lembar kertas putih berisikan jadwal. Dengan sedikit jengkel ia berkata, "Lain kali pastikan dulu baru tulis jadwalnya!"

Menatap layar ponselnya yang terbuka, pesan dari Pak Janus menusuk matanya, bahwa dia tidak terima dengan perubahan jadwalnya tanpa ia ketahui.

Thea mengangguk dan kembali menggerakkan jarinya untuk membuka akun pada sebuah aplikasi pembuat jadwal kegiatan perusahaan. 

"Buat ulang jadwalnya, kemudian cetak, terus bawa ke ruang pembukuan dan ruang perekaman!" Perintah Serra mutlak tanpa ingin tahu apakah Thea paham dengan tugasnya atau tidak.

Thea tidak menjawab. Ia sudah tahu apa yang harus ia kerjakan. Mungkin bagi orang lain dirinya adalah karyawan baru, sedangkan baginya kerja disini selama satu tahun lebih sedikit sudah membuatnya terbiasa dengan segala jenis pekerjaan, seperti sudah pelajaran saja.

"Lain kali jangan percaya dengan omongan Kaida," bisik Aletha. Dia duduk di sisi kiri Thea, melirik kepada gadis berkacamata yang sedang fokus terhadap pekerjaannya.

Menyadari bahwa tegurannya tidak mempengaruhi pergerakan gadis itu, Aletha hanya bisa menggerutu di dalam hati, merasa bahwa teman seruangannya ini terlalu pendiam untuk segala urusannya.

Tidak hanya dirinya saja, satu ruangan juga sudah paham sifat Thea bagaimana, dia seorang yang irit bicara dan kurang bisa bersosialisasi, sehingga kerap kali orang-orang segan untuk mengajaknya berbicara ringan.

"Kaida itu mulutnya licin banget. Tukang caper. Pokoknya gitu, lah, kamu tahu sendiri kan Kaida tuh seperti apa? Apalagi kalau ke Pak Janus, beuuuh, bisa kesurupan dia." Aletha adalah orang yang tidak bosan mengajak Thea berkomunikasi.

Meresapi apa yang dikatakan temannya sambil mengawasi setiap detail jadwal Pak Janus, Thea rasa semua yang diocehkan oleh gadis berambut keriting gantung itu benar, sebab ia sendiri adalah korban Kaida.

Beberapa kali Kaida selalu berbicara sesuka hati, asal ceplos, dan cara bicara yang dibuat-buat menjadi kemendel. Untuk ukuran perempuan yang lajang itu hal wajar, tetapi bila sifatnya itu mengganggu pekerjaan orang lain itu membuat Thea malas untuk melakukan pekerjaannya, bukankah itu bisa disebut merugikan orang lain?

Mata Thea yang ditutup oleh kacamata minus terlihat sedang menyipit, ia merasa sedikit dipermainkan oleh Kaida, sehingga dengan cukup kencang menutup akun milik Pak Janus hingga mouse yang ia pegang berbunyi 'klik.'

Hanya karena dia sekretaris pribadi Pak Janus harusnya sifatnya tidak seperti itu, kan? Bikin jengkel saja.

Perlakuan kasar Thea kepada mouse di atas meja tidak luput dari perhatian Aletha. Bibirnya membulat, matanya menyipit penuh selidik ke gadis berkacamata, dan ia berbisik penuh goda, "Kamu marah?"

"Alet, Alet!" panggil gadis lain yang duduk saling berhadapan dengan Aletha.

Aletha segera menggerakkan kepalanya, menoleh kepada gadis di depannya. "Apa?" Sahutnya.

"Kamu ngerjain jadwalnya Pak Keiran nggak?" Dia bertanya dengan wajah penuh antusias, dibalas dengan gelengan kecil dari Aletha, hingga hal itu membuatnya makin berbinar.

"Katanya hari ini Pak Keiran akan kembali ke kantor kita!" Mendekatkan wajah ke depan layar komputer, matanya melotot hendak keluar, di sisi lain telinganya merona hebat.

Aletha tergiur dengan berita itu. Matanya berbinar serupa dengan mata Aelin, dengan senang hati dia menyahuti ucapan Aelin, "Sudah lama sejak terakhir kali melihat Pak Keiran, ya? Terakhir tiga bulan yang lalu nggak, sih?"

Kedua tangan Aletha mengepal di atas meja, seolah-olah dia gemas terhadap sesuatu hingga bergerak mencubiti permukaan meja, sedangkan bibir merah akibat polesan lipstick itu tidak kalah terlihat menggemaskan dari permukaan meja---terlihat bergerak liar dan sedikit mengerucut berkali-kali.

Bruk!

Suara dentuman terdengar ringan. Beberapa mata menyorot Aelin yang ternyata terbentur layar komputer. Aelin memberikan tanda permohonan maaf lewat kedua tangannya.

Thea menggelengkan kepala diam-diam. Orang-orang ini terlalu sering menjadi penggemar berat bagi karyawan-karyawan kantor yang tampan. Baginya sendiri tidak ada yang menarik, karena semua seperti om-om di matanya, tidak ada yang bisa menyangkal dari penilaiannya bahwa usia terlalu matang tidak begitu menggairahkan baginya.

Bayangkan, rata-rata laki-laki di sini usianya tiga puluh tujuh tahun, sedangkan ia baru saja menginjak usia dua puluh satu tahun. Usia mereka terlalu menyeramkan untuk digemari.

Apalagi CEO-nya, di cerita-cerita selalu digambarkan tampan, tapi Caius adalah pria berusia lima puluh lima tahun dengan perawakan tubuh tinggi besar bagaikan Bima di film Mahabarata, serta yang paling menonjol adalah jenggot tebalnya yang berwarna hitam putih seperti kaos kaki waktu sekolah dulu. Brrr, bulu kuduk Thea meremang.

"Ukh, akhirnya Pak Keiran selesai dari pemindahan tugas ke sana, semoga nggak kembali lagi." Aelin mengusap keningnya kasar, sedikit merasa sakit dicampur malu, karena tadi terlalu antusias untuk menganggukkan kepala hingga membuatnya menubruk komputer.

"Tapi, tadi aku udah ngelihat Pak Koen masuk, apa Pak Keiran besok datangnya?" Aletha mengerlingkan mata dan jari telunjuk kanannya menyentuh pelipis.

Aelin berucap, "Pasti capek setelah perjalanan panjang."

Thea menge-print jadwal dari beberapa karyawan yang ia pegang; dari CEO, direktur utama, HRD dan lima belas orang yang lain. Orang-orang di sini mengerjakan jadwal dari karyawan lain, begitupun dengannya yang tidak sengaja juga memegang milik orang penting.

Sebenarnya milik direktur utama dan CEO dipegang oleh Serra, tetapi diserahkan kepadanya setelah berkelahi dengan Kaida, tetapi memberi alasan bahwa CEO yang memintanya.

Mana ada CEO mempercayai jadwalnya ke anak yang baru masuk tiga bulan di kantor? Begitu pikirnya sambil menilai Serra bahwa dia sudah muak dengan keruwetan Kaida.

"Sialnya aku yang harus berhadapan dengan Kaida setiap hari," batin Thea sambil menarik beberapa lembar kertas jadwal yang sudah siap untuk di mintai tanda tangan dan stempel perusahaan.

Tanpa mendengarkan obrolan panjang Aletha dengan Aelin, Thea berjalan menuju meja Serra di sudut dekat pintu keluar ruangan, ia meminta dia untuk mengecek jadwal Pak Janus takut bahwa akan kena komplain lagi.

Setelah dikoreksi oleh Serra, segera ia melangkahkan kaki pergi menuju lantai dua, untuk meminta tanda tangan dan stempel dari CEO yang suka sekali mengerjakan segala pekerjaannya di ruangan itu.

Karena istri tercintanya ada di ruang pembukuan, Caius sering melakukan segala jenis pekerjaannya di sana, ruangan pribadinya hanya untuk pertemuan resmi dengan klien atau hal intim lain yang menyangkut jalannya pekerjaan karyawan.

Sepatu pantofel mengetuk tiap-tiap ubin pada tangga, suara-suara derap kakinya menemani Thea dalam kesunyian, hingga ia berpapasan dengan seseorang yang menatapnya merendahkan---tatapan yang menjijikkan.

Mereka saling bertatapan, jarak diantara mereka juga makin merekat, menimbulkan percikan-percikan tidak mengenakkan di diri Thea.

"Heh!"

----TBC.

19/12/2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top