7. Putus
ARYA
"Iya, boleh yuk kita ngobrol, berdua aja? Atau sama Josh?" Tanya gue.
"Berdua aja, kan aku mau bahasnya hubungan kita dulu."
"Sekarang?"
"Balik kantor aja yuk? Makan di luar." Ajaknya.
"Okay, it's a date!" Kata gue dengan nada becanda.
"No it's not! It's just you and me, hanging out together."
"Hahaha oke, suruh supir kamu balik, kita semobil bareng, nanti aku anter kamu balik, sekalian pengin ketemu Jo deh."
"Okay!" Sahut Aca semangat.
Obrolan selesai, gue keluar dari ruangan Aca, melihat Ayu yang sedang sibuk membaca sesuatu.
"Hay, Yu!" Sapa gue.
"Hallo, Pak Arya. Udah selesai sama Bu Aca?" Tanyanya. Terlihat ia menandai sebuah kata di kertas, mungkin ini tugas editing yang tadi disuruh Aca kali ya?
"Iya udah, saya balik lagi ke ruangan yaa, bye!"
"Baik Pak Arya."
Gue berjalan ke ruangan gue, ada di sisi lain lantai ini. Walaupun udah naik jabatan, gue sengaja keep ruangan lama gue, soalnya view-nya bagus. Dan Aca? Dia menempati ruangan yang seharusnya milik vice-president, lebih luas dan sangat formal menurut gue.
Di ruangan, gue duduk-duduk santai. Kerjaan yang mau gue kerjain hari ini sudah dikerjakan Aca, jadi untuk saat ini gue santai karena gak ada sesuatu yang mendesak.
Memutar kursi, gue menghadap ke jendela kaca yang menampilkan pemandangan Jakarta dari ketinggian. Well, gak tinggi banget sih karena ruangan ini cuma di lantai 20, tapi tetep oke. Gue bisa lihat ke bawah, dan bisa juga liat gedung-gedung yang lebih tinggi. Seger mata gue liatnya.
Ketika sudah waktu pulang, gue langsung berkunjung ke ruangannya Aca. Menjemputnya.
Ketika sampai, gue melihat mejanya Ayu sudah kosong, mungkin anaknya udah ngacir kali ya?
Gue mengetuk pintu lalu ketika Aca berseru dari dalam, gue mendorong pintunya agar terbuka.
"Yok? Kelar belum?" Tanya gue.
"Iya ayok bentar," Terlihat Aca memasukan beberapa barang ke dalam tasnya, lalu ia mengganti sendal dengan heels, setelah itu berjalan mendekati gue.
"Kemana nih kita?" Tanya Aca.
"Ih gak tahu, kamu yang ajak."
"Mall deh yuk, kita cari ramen enak, mau?"
"Ayok!"
Gue sih selalu suka makan makanan Jepang, emang enak sih yaa.
Kami berdua turun ke parkiran, karena di lift ramai, jadi kami gak ada ngobrol apa-apa, cuma saling diam.
Di mobil, begitu masuk, gue lihat Aca melepas kembali heels-nya.
"Ca? Kamu kalo gak betah pakai heels ya pakai flatshoes aja."
"Bukan gak betah, enak kok, kalo ngantor gak pake heels malah aneh tau Arr."
"Terus kenapa dilepas?"
"Pengen aja, aku tuh emang aslinya lebih suka nyeker, hehehehe! Di ruangan pake sendal karena gak enak aja kalo ada yang dateng tapi akunya nyeker."
"Jih?"
Tapi, dia emang bener sih, dari jaman kami kenal lalu pacaran, Aca emang selalu melepas alas kakinya di tiap kesempatan, gak cuma heels.
Jam pulang, jam-jamnya macet, jadi gue dan Aca terjebak berdua di dalam mobil. Dan Aca sepertinya sibuk dengan ponselnya, gak berniat membuka obrolan karena belum sampai tempat tujuan kami.
"Rumah gimana, Ca? Aman?" Tanyaku basa-basi.
"Aman semua kok, yaaa... cuma sedikit agak berantakan sih. Kan Jo emang umurnya lagi ngacak-ngacak aja gitu."
"Yang begitu bukannya malah bikin asik?"
"Iya asik, tapi kalo di karpet ada sepatu barbie yang gak keliatan terus keinjek, sakit banget Arr!" Serunya.
Gue tertawa mendengar itu.
"Josh paling sering jadi korban. Ya sepatu barbie lah, ya lego, apa aja deh yang kecil-kecil terus nyaru gitu." Gue tersenyum sekarang, happy ya kalau rumah rame begitu.
Lha gue di apartment apaan? Cuma sendiri, eh ada Luna dan Logan sih emang, kucing piaraan gue. Dan tentu saja Mbak yang kelakuannya absurd semua.
Sekian puluh menit di jalan, akhirnya kami sampai di mall, karena Aca pengin makan ramen, kami jadinya masuk ke salah satu restoran Jepang.
Setelah memesan, gue lihat Aca sibuk sebentar dengan ponselnya, lalu ia meletakkan ponselnya di meja dan memandang ke arah gue serius. Bikin gue salah tingkah.
"Kenapa?" Tanya gue.
"Waktu kita putus pas di Bali itu, kayaknya kita gak beneran ada momen ngobrol berdua dengan kepala dingin ya? Well, aku sih, aku yang gak pake kepala dingin waktu itu. Dulu aku marah terus tiap ketemu kamu," Ujar Aca, membuka obrolan.
"It's okay, kamu punya alasan kuat buat marah. Aku emang brengsek banget."
Aca tak mengiyakan, dia hanya tersenyum kecil.
"Maaf saat kamu ngajak balik, sikapku dulu menyebalkan. Dan, maaf aku pilih Josh." Ujarnya lembut sekali.
"Udah aku maafin, dan soal Josh, kamu gak usah minta maaf. Kita gak bisa nyalahin perasaan. Aku emang tahu, perasaan kamu lebih banyak ke Josh." Gue sedikit menelan ludah. Sebenarnya sudah gak mau bahas masa lalu, apalagi sama Aca. Karena sekarang, dia itungannya sepupu gue kan ya?
"Ya udah, kalo gitu... aku mau bilang makasih. Makasih karena kamu gak egois, makasi karena kamu udah peka dengan perasaan aku dan perasaannya Josh. Makasih Arya, kamu kasih aku kesempatan buat sama Josh. Dan aku benar-benar hargai itu."
"Pleasure is mine, Ca. Aku seneng liat sepupuku dah gak jadi cowok brengsek." Jawab gue santai, ingin mengarahkan obrolan ini untuk tidak terlalu serius.
"Iya, makasi banget ya Arr, tapi aku gak mau, gara-gara itu jadi kamu yang brengsek."
"Maksudnya?"
"Waktu aku kenal kamu, kayaknya kamu tuh cowok mapan yang mateng gitu loh. Cowok yang gak takut komitmen, cowok yang..... dah gitu lah. Tapi... kenapa sekarang kamu main-main lagi? Kenapa gak nyari yang serius, kaya dulu?"
"Aku lagi enjoy, Ca."
"Tapi jangan sama cewek yang manfaatin kamu juga lah, Arr. Cewek itu kenal kamu yang udah begini, ya dia ambil kesempatan buat dapet keuntungan. Coba cari cewek yang gak tahu latar belakang kamu kaya apa, jadi kalian kenal karena saling suka sama kepribadian masing-masing."
"Kaya waktu kita kenalan?" Tanya gue.
"Yaaah, bisa kaya gitu juga."
Gue mengangguk. Lalu makanan pesanan kami datang, jadi obrolan ini sempat tertunda.
"Sorry ya Arr, kalau kamu mikirnya aku ikut campur urusan hidup kamu." Ucap Aca tiba-tiba.
Lagi, gue hanya mengangguk, fokus pada makan malam gue kali ini. Belum mau lanjut ngobrol.
Aca sepertinya mengerti, jadi ia pun tidak berbicara apa-apa lagi. Kami berdua makan dalam diam.
Selesai makan, Aca mengecek ponselnya, hanya sebentar lalu ia meletakkannya kembali ke meja, kemudian menatapku kembali.
"Aku kaya punya hutang budi tau sama kamu," Ucapnya.
"Maksudnya?"
"Iya, kamu yang bikin aku bisa sama Josh."
"Kalian bisa sama-sama sekarang, karena kalian berdua sadar kalian tuh saling sayang. Aku sih ibaratnya cuma jadi pencetus aja, selebihnya kan kalian yang buat keputusan." Ucap gue.
"I know, but.... peran kamu di hidup aku dan Josh tuh besar Arr. Aku kaya punya keinginan supaya kamu bahagia. Dah, gitu aja. Gak mau kamu dapet cewek yang salah, yang manfaatin kamu atau apa lah. Kamu baik, selama kenal kamu, aku tahu kamu baik, baik banget!"
Gue tersenyum lagi. Asli sih, gue emang sayang sama Aca, dulu. Tapi sekarang, gue tahu dia emang pantesnya sama Josh. Bukan sama gue. Meskipun kadang iri dengan kehidupan yang sekarang mereka miliki, gue tetep happy, tahu kalau mereka saling memiliki dan saling sayang.
Soal perasaan gue sendiri. Gue gak tahu. Gue sekarang ya emang pengin jalanin kaya gini aja.
"Oke oke, makasih. Tapi gak usah anggep utang budi ah. Apa banget!"
Kini giliran Aca yang tersenyum.
"Dah makannya? Ke toko mainan yuk, pengin beliin sesuatu buat Jo." Ajak gue.
"Ayok!"
Gue membayar tagihan makanan kami sebelum keluar dari resto ini. Kemudian setelah itu, naik beberapa lantai untuk sampai ke toko mainan serba ada.
"Jo lagi suka main apa?" Tanya gue.
"Emm, dia seneng puzzle sih. Happy dia nyusun-nyusun sesuatu gitu, tapi yang gede-gede dan simpel." Jawab Aca.
"Oke, cari yuk!" Gue dan Aca mencari mainan buat Jo, dan akhirnya pilihan jatuh di puzzle alfabet, kata Aca sih biar Jo sekalian belajar. Lalu, gue juga beli boneka.
Dah ya, anak cewek mah udah paling paten dibeliin boneka.
Setelah keluar, gue dan Aca berjalan santai, turun ke parkiran. Asli sih, kalo gini, kesannya berasa gue yang jadi pasangannya Aca. Heheheh.
"Arya!" Gue menoleh, begitu juga dengan Aca.
Seseorang memanggil nama gue, dan saat melihat, ternyata Nebula yang memanggil, ia bersama salah satu selebriti juga, menenteng banyak paper bag dengan merk terkenal terpampang jelas.
"Hey!" Sapa gue, santai.
"Kamu gak bilang kalo kamu ke mall?"
"Aku cari makan, sama Aca. Nih orangnya." Gue menunjuk Aca yang berdiri di samping gue. Ia terlihat tersenyum kecil.
"Kamu selingkuh?"
"Selingkuh?" Gue dan Aca berbarengan menyebut kata itu dengan nada yang sama.
"Iya, kamu selingkuh sama dia?!"
"Eh, mbak! Saya sepupunya, gimana bisa selingkuh sih!"
"Pembantu kamu bilang, Aca tuh mantan kamu!"
Emmm, dia gak salah sih. Tapi....
"Dah, kita putus!" Seru si Nebula, ketika ia akan berbalik, gue kaget melihat Aca menahan tangannya.
Well, sebenernya gue gak keberatan sih putus sama Nebula. Toh emang gak pacaran juga kan ya.
Jadi harusnya Aca gak usah repot-repot nahan ni cewek, apalagi untuk kasih penjelasan. Gue tidak butuh dibela di situasi seperti ini.
"Bentar dulu mbak!" Seru Aca.
"Apaan?!" Bentak Nebula, membuat beberapa orang melirik ke arah kami.
Yaah, gini deh berurusan sama cewek. Drama.
"Jangan main pergi aja, balikin ATM-nya Arya!" Seru Aca di luar dugaan. Gue bahkan gak inget kalo Nebula pengang kartu gue.
"Hih! Dasar cewek rese!" Nebula meninggikan suaranya, tapi ia terlihat membuka tasnya lalu melemparkan kartu gue ke lantai.
"Bye! Cewek gatel!"
"Yee, elu noh artis kere! Mau beli tas aja kudu tidur dulu ama mantan gue?"
Gue melotot. Anjir, Aca.... mana suaranya kenceng pula. Bangke! Bikin malu.
"Ngomong apa lo barusan?" Nebula tiba-tiba berbalik.
Gue mundur dikit sih ini, ngeri. Tangan gue menahan Aca yang sepertinya siap banget buat ribut.
"Ca, udah ah. Malu." Bisik gue pelan.
"Kurang keras gue ngomong sampe lo nyuruh ulang?" Seru Aca pada Nebula, sama sekali gak mendengar peringatan gue.
"Jih, gak jelas lo, kenapa masih jalan sama Arya? Gak bisa move-on?"
"Yee elu gak tau malu, mau seluruh dunia tau kalo lo artis kere? Minta beliin tas, sepatu, baju, apalah anjir, kaya gak punya duit sendiri aja lo!'
"Oke Aca, stop." Gue menarik mundur Aca, tapi dia melepas tangan gue dan maju.
Udah mau longsor aja jantung gue, tapi ternyata Aca maju bukan mau ribut, dia menunduk dan memungut kartu hitam gue yang tadi dilempar Nebula ke lantai.
"Mending gue ambil, dari pada lo kuras buat gegayaan lo!" Ucap Aca sebelum berbalik, dan malah jadi dia yang menarik tangan gue untuk segera turun menuju parkiran.
Gue diam. Agak ngeri juga karena Aca tampangnya emosi banget. Heran juga kenapa dia bisa gini? Padahal, Aca yang gue tahu tuh baik, lembut, gitu deh.
"Sorry ya, aku kebawa emosi, mau dapet nih aku kayaknya." Ucap Aca ketika kami di mobil. Dia terlihat sudah tenang.
"Aku ngeri ada yang rekam terus viral. Itu cewek kan namanya lagi naek, Ca."
"Yaudah, biar orang tahu dia kaya apa."
"Tapi Ca, posisinya kamu tuh statusnya mantan aku, dan tadi kamu negasin itu ke dia. Dan... kamu juga sepupu aku, ini kita lagi jalan berdua, takut ada keluarga liat terus mikirnya macem-macem." Kata gue.
Iya, apalagi kalau para tante dan om kakak adeknya Mama udah ngegosip. Abis gue dan Aca di-roasting.
Masalah Josh nikah sama Aca (mantan gue) aja sempet ribet. Mama gue sama Maminya Josh santai, yang lain... beuh kebakaran.
"Aku izin sama Josh kita jalan, dia tahu. Itu sih yang terpenting buat aku. Kalo Mami atau Mami kamu tanya, ya jelasin aja, mereka tahu cerita aslinya soal hubungan kita gimana. Terus kalo soal orang dan keluarga lain, aku gak mau terlalu ngurusin." Ucap Aca.
Gue mengangguk. Diam tak menjawab. Fokus menyetir.
"Arr, sorry ya... aku baru ngeh... aku bikin ribut tadi." Ucap Aca terdengar menyesal.
Gue menoleh sedikit. Menatap wajahnya yang kusut. Dan.... gue juga merasa menyesal. Entah untuk alasan apa.
Shit! Ini gue lagi ngerasain apa sih?
******
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
Ps: sorry baru update lagi hahahah~
***
Iklan yhaa~
Meluncur yuk kak apps/play store buat baca cerita2 di atas yaaa
Kumplit dengan ekstra partnya
***
Buat yang doyan baca cerita pendek, boleh nih order kumpulan cerpen aku nih
Langsung chat WA nomor yg tertera di banner aja yaaa~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top