6. Nebula
ARYA
Gue ada urusan penting sama Aca, eh tapi ternyata dia lagi dipanggil sama Kak Jerry, rapat berdua kayaknya.
Dari pada bolak-balik, ya gue memutuskan untuk menunggu Aca di ruangannya.
Nebula:
Boleh gak aku pakai kartu kamu buat beli tas?
Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel gue. Gue bingung, hubungan gue sama Nebula sudah dekat, tapi... kaya ada yang kurang gitu.
Me:
Ya pakai aja
Kan udah aku kasih
Gue membalas pesan tersebut. Jujur, baru kali ini gue 'pacaran' sampe ngasih kartu ATM segala. Padahal sebelumnya engga, gue selalu suka ngasih hadiah kejutan buat pasangan gue, dan kali ini... gue malah kasih kartu gue, biar dia bisa beli yang emang dia beneran mau.
"Pak Arya, mau sesuatu gak? Gak enak saya biarin Pak Arya duduk bengong sendiri." Gue tersadar. Ayu... yang saat ini sudah menjadi asistennya Aca lagi sedang berdiri di depan gue, berjarak sekitar dua meter.
"Pertama, Yu. Jangan manggil Bapak lah, kesannya tua banget. Dan, boleh kalo ada cola."
"Oke Pak."
"Hih! Pak mulu."
Ayu tersenyum, lalu berbalik, ia menuju kulkas yang berada di sudut ruangan ini, lalu memberikan gue sekaleng cola.
"Thanks, Yu."
"Iya, Pak. Saya balik lagi ke luar ya?"
"Sini aja Yu, temenin."
"Eh?"
"Ngobrol kita." Ajak gue. Ayu hanya menatap gue bingung.
"Kamu lagi banyak kerjaan?" Tanya gue, karena dia tak kunjung merespon.
"Emmm, gak banyak sih Pak."
"Yaudah duduk sini aja, temenin sampe Aca dateng." Pinta gue.
Ayu akhirnya tersenyum, ia kemudian duduk di sofa di seberang gue. Matanya tapi gak menatap gue, dia malah memandang ke bawah.
"Yu, kamu punya pacar?" Tanya gue, Ayu langsung menatap gue syok.
"Gak usah kaget, Yu. Cuma nanya aja, buka obrolan ini tuh." Jelas gue.
"Orang biasanya buka obrolan ngomongin cuaca, Pak Arya tiba-tiba tanya pacar, kaget saya Pak."
"Hahaha basi banget ngomongin cuaca. Mending bahas pacar, seru."
"Tapi kan terlalu personal, Pak."
"Iya sih, cuma kadang enak bahas hubungan sama orang yang kita gak terlalu akrab, jadi gak banyak ikut campurnya."
Gue lihat Ayu mengangguk.
"So? Kamu punya pacar?" Ulang gue.
"Ada, Pak."
"Lama pacarannya?"
"Emmm, dari lulus SMA aja."
"Kamu sekarang umur?"
"24, Pak."
"Berarti 6 tahunan dong yaa?"
"Iya betuls, Pak."
"Pacar kamu kerja juga?"
Gue lihat Ayu mengangguk sebagai jawaban.
"Kamu pernah dikasih kartu ATM gak sama pacar kamu? Atau credit card dia deh gitu."
"Hah?" Refleks sekali reaksinya. Bikin gue tersenyum.
"Iya, misal dia percayain ke kamu duitnya."
"Duh, saya bukan ibuknya, Pak. Percayain duit sih ya jangan ke saya."
"Misal duitnya itu bukan buat dikelola atau buat pengeluaran bulanan, dia kasih kamu kartu tuh kaya duit buat kamu jajan."
"Emmm..... pacar saya belum sekaya itu sih Pak. Lagian saya juga gak mau, kan saya punya penghasilan sendiri. Bisa beli apa yang sama mau sendiri. Saya sih merasa cukup, tiap main dia bayarin, ulang tahun dan anniversary dapet hadiah, udah gitu aja." Jelas Ayu panjang.
"Okee, saya nanya lagi ya... nih saya lagi deket sama cewek, baru deket mungkin 3 minggu ini, nah saya kasih salah satu ATM saya buat dia. Menurut kamu gimana?" Kan, gue jadi curhat sama bocil.
"Hah? 3 minggu Pak? Ya ampun, belum ada sebulan dong?"
Gue mengangguk.
"Emm sebenernya sih itu hak Pak Arya ya mau kasih apa aja buat pacarnya Pak Arya, even itu ATM sekalipun. Tapi... dasarnya Pak Arya kasih itu apa? Gak mungkin kan Pak Arya tiba-tiba kasih ATM ke orang yang baru dikenal?" Tanya Ayu.
"Yaaa gimana ya? Kamu ngerti kan hubungan orang yang udah gede gimana?" Gue membawa obrolan, biar masing-masing paham apa yang sedang dibicarakan.
"Iya Pak, ngerti."
"Nah, jadi beres kaya gitu, dia tuh kaya minta beliin sepatu gitu. Terus minggu ke dua, beres gitu lagi, pengin tas. Kan males ya beli-beli mulu, akhirnya saya kasih deh ATM saya, biar dia belanja sendiri."
Terlihat Ayu sedikit menelan ludah, gue mendorong kaleng cola gue padanya.
"Minum nih,"
"Engga Pak, saya gak haus kok, hehehehe! Makasih." Ujar Ayu. Jadi gue tarik lagi colanya, menyesapnya sedikit.
"Menurut kamu gimana?" Ulang gue.
"Ya gak apa sih, kalo Pak Aryanya gak masalah, ya gak gimana-gimana juga. Eh, ini Pak Arya pacaran kan sama ceweknya?"
"Belum resmi, baru deket doang."
"Tapi dari awal kenal yang mau menjurus pacaran kan?" Tanya Ayu.
"Emmm, kita kenal di club, terus yang pulang bareng gitu, dan paginya sepakat buat tukeran nomor HP, gak ada obrolan soal hubungan."
"Waduh, kalo dia minta ini itu buat bayaran gimana Pak? Maksudnya.... aduh, gimana ya bilangnya?"
"Ya bilang aja sih Yu," Kata gue santai.
"Iya, Pak Arya kan gak tahu kan dia personalnya gimana? Kenal di club doang, nah.... kalo ternyata dia emang kaya begitu buat dapet keuntungan komersil gimana?"
"Maksud kamu dia sex worker?"
Ayu dengan ragu-ragu mengangguk.
"Emmmm, fun fact, dia salah satu selebriti yang lagi naik daun." Ucap gue.
"Waduh!" Hanya itu respon Ayu.
"Kenapa?"
"Gak apa-apa, tapi... temen saya ada yang model, Pak. Dan, dia tuh ngerasa tubuhnya itu tuh aset berharga, jadi kalo gimana-gimana, ya dia harus dapet untung. Ngerti kan Pak?"
Gue mengangguk mengerti.
"Mau dong, dikenalin ke temen kamu," Pinta gue.
Ayu melotot mendengar itu.
"Se-seriusan Pak?"
Gue mengangguk, serius. Tapi ya sambil senyum dikit biar Ayu gak parno banget sama gue.
"Hadeeeh!" Kami berdua menoleh, Aca tiba-tiba masuk ruangan sambil mengoceh.
"Eh? Yu, kamu di dalem toh, saya dari tadi telepon kamu." Ujar Aca. Ayu terlihat panik, ia langsung berdiri.
"Maaf Bu Aca, saya gak pegang HP."
"Aku Ca yang harusnya minta maaf, aku ngajak Ayu ngobrol, nyuruh dia tinggalin kerjaannya." Jelas gue.
"Okay, okay! Udah selesai juga kok rusuh-rusuhnya. Eh iya, kamu ngapain Arr?"
"Mau bahas yang kemarin, tapi kamu gak ada, yaudah, ngajak Ayu ngobrol."
"Bu, saya pamit balik ke meja ya." Izin Ayu sopan.
"Iya, Yu. Tadi saya kirim email, tolong print yaa, tapi cek dulu, masih ada typo atau engga."
"Baik Bu Aca!" Ayu langsung pamit ke luar. Meninggalkan gue dan Aca di dalam ruangan.
Wajah Aca lagi gak nyantai. Gue bahkan bisa liat dia melepas sepatunya dengan kesal, sebelum berganti dengan sendal jepit.
"Kenapa sama Kak Jerry?" Tanya gue. Gue udah pengalaman sama Kak Jeremy, atau yang akrab dipanggil Jerry, dan yang gue tahu, dia itu orangnya perfeksionis abis.
"Gak apa-apa, masalahnya malah bukan sama Kak Jerry, tapi sama Ratna."
"Ratna? Yang dari marketing?"
Aca mengangguk. Lalu ia menjelaskan beberapa kesalahan yang dilakukan anak bawah, dan imbasnya kepada produk kami di masyarakat.
"Pusing aku." Ujar Aca. Ya, dia kan membawahi beberapa kepala divisi, jadi ya pasti semua mengarah kepadanya, sebelum itu lanjut ke gue, atau ke Kak Jerry.
"Dah, gampang itu sih. Kak Jerry udah tahu kan? Bilang dia keluarin surat permohonan maaf, abis itu kita bikin sale selama 3 hari. Dah, lupa deh orang-orang sama kesalahan kemarin."
"Kak Jerry juga bilang gitu. Cuma tuh yaa, heran aja aku, kok yang begitu bisa langsung tembus ke pasar, gak ada laporan apa-apa, dan sekarang pas jadi masalah, baru laporan. Kesel!"
"Udah, santai ahh Ca!" Ujar gue menenangkan. Terlihat Aca mengangguk, ia lalu meminum air dari botol minum pribadinya yang warna-warni itu.
"So... kita bahas yang kemarin ya?" Kata gue.
"Udah kelar itu, udah disetujuin kok. Sorry, tapi tadi pas ngobrol sama Kak Jerry, gak enak kalo bahas yang jelek-jelek, jadi aku bahas itu, biar Kak Jerry seneng. Gak apa kan?"
"Ya bagusss, aku jadi gak harus ke Kak Jerry lagi." Ujar gue senang. Karena memang niatnya gue mau ngajak Aca ke Kak Jerry sore ini. Tapi, syukurlah kalau memang sudah disetujui. Tinggal kasih surat buat langsung eksekusi kerjaannya.
"Kamu ngobrol apa sama Ayu? Sampe itu anak gak cek HP," Tanya Aca, nada suaranya agak kesel.
"Nebula." Jawab gue.
"Kenapa dia?"
Lalu, gue ceritakan ke Aca curhatan gue tadi ke Ayu, dan wajahnya langsung berubah.
"Itu dia morotin kamu, Arya! Dih, apaan banget sih?! Dia kan kerja, mau beli apa-apa ya pakai uang sendiri dong! Ngapain juga harus minta ini itu sama kamu. Kamu sih, terlalu baik jadi cowok!" Aca lagi badmood kayaknya, dan sekarang giliran gue yang kena omel.
"Gitu ya? Tapi kan... emmm.... aku juga udah gitu sama dia, Ca."
"Terus? Ibaratnya abis ML dia ngasih kamu invoice gitu? Beli sepatu? Beli tas? Idih! Kamu jadi kaya om-om hidung belang yang bayar cewek buat sex, Arrr!"
Gue diem digituin sama Aca.
"Aku tahu kaya apa hidup kamu sama Josh dulu. Dan Josh pernah bilang kalau kalian tuh yang utama ya 'pleasure' jadi ya kaya gitu harus karena kesenangan masing-masing dong? Kamu sama dia ML juga consent kan? Gak kamu ngajak dia terus diiming-imingi sesuatu?"
"Ya engga lah, mana ada kaya gitu."
"Aku heran Arr, waktu itu kayaknya kamu siap sama hubungan serius, kenapa sekarang kamu jadi kaya ABG lagi?" Tanya Aca.
Gue gak punya jawaban akan pertanyaan itu.
"Mending jangan dia deh Arr, cewek biasa aja gitu. Tapi... kalo kamu emang naksir banget sama dia, yaudah lah, aku bisa apa selain nasehatin di awal kaya gini. Toh aku bilang apapun juga semua keputusan ada di tangan kamu kan?"
"Oke, oke..... tenang Ca, aku bakal mikirin omongan kamu kok."
"Sippp, kalo kamu masih mau main-main, yaudah gak apa sih itu hak kamu. Tapi... aku ngeliatnya kaya bukan kamu gituh."
Gue diam. Memandangi Aca yang sepertinya makin banyak pikiran dari sebelumnya. Kami berdua diam, sampai akhirnya Aca membuka suara.
"Arr, aku boleh ngomong serius sama kamu?"
"Ngobrol apa?"
"Soal hubungan kita dulu. Kita gak pernah selesaiin itu secara baik-baik, iya gak sih? Aku ngerasa kita berdua kaya membiasakan diri baik-baik aja tanpa ada obrolan serius soal itu."
Gue diam ketika Aca ngomong itu. Apa? Apa lagi yang perlu dibahas? Toh udah jelas kan ya? Aca memilih Josh daripada gue.
********
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
Happy weekend all~
Eh iya, buat kalian yang baca di palftom Innovel atau Dreame, boleh loh follow akun aku di sana, id-nya sama kaya ini: kadallilah
Double L, tapi double L-nya di depan bukan belakang wkwkwkw
Cuss yuk, karena aku akan nulis beberapa cerita ongoing juga di sana~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top