19. Screening
JOSH
Gue sudah biasa melihat Aca angkat kedua kakinya buat ditempelin ke tembok, lucu sebenernya tiap dia begitu, walaupun agak miris juga karena katanya dia kaya begitu tuh biar sperm gue ketampung, gak langsung keluar lagi. Tau deh dia dapet ide itu dari mana.
Masuk ke kamar mandi, gue membersihkan diri, biar bisa langsung keluar kamar, beraktivitas seperti biasanya meskipun hari ini gue libur masak. Lagi asik mandi, pintu terbuka dan Aca gabung sama gue.
Duh, pengin tambah seronde lagi tapi gimana ya? Saran si Atta jangan sering-sering, sesekali aja tapi berkualitas, gitu katanya. Huh!
"Itu temen kamu mau dikasih sarapan apa?" tanya gue, Aca sekarang lagi berdiri di bawah shower, gue minggir sebentar, bersandar di dinding sambil memandanginya.
"Kamu gak mau masak?"
"Males," asli deh, gue masak di rumah tuh jarang banget. Males dan capek. Kerjaan gue udah madep kompor mulu, masa iya di rumah juga diem di depan kompor?
"Yaudah lah, nanti aku bikin sarapan yang gampang-gampang aja,"
"Siap! Beli juga gak apa,"
Aca mengangguk, ia lalu menarik gue ke bawah shower bersamanya. Gue seneng nih begini, enak tau dimandiin sama istri tuh! Hahaha!
Selesai mandi, gue keluar, Aca masih di kamar mandi, gue sendiri langsung berganti lalu keluar kamar, turun ke lantai satu, di meja makan udah rame. Ada Sus Dina, Jo dan juga Atta.
"Nenek sihir mana?" tanya Atta ketika gue bergabung bersama mereka, menarik kursi di samping Jo lalu duduk di dekatnya.
"Masih mandi,"
Ketika Atta akan membuka mulut, gue menendang kakinya pelan dari bawah meja. Paham banget ini anak bakal ngomong aneh-aneh. Kudu dicegah, ada Jo soalnya.
"Hehhee lo bisa baca pikiran ya Josh?" tanya Atta sambil cengengesan.
"Hemmm? Engga, Daddy can't read mind, Uncle!" seru Jo.
"Bisa tau, Daddy kamu tuh bisa baca pikiran, tapi pikirannya orang gede doang!"
"Jangan diajarin yang gak-enggak anak gue, nanti dia nyuruh gue baca pikiran gurunya di sekolah, berabe,"
"Told you! Daddy can't read mind!"
"Siapa yang bisa baca pikiran?" Aca bergabung dengan kami. Dia sudah cantik, seperti biasa. Rambutnya bahkan sudah kering. Pantes lama, hairdyer-an dulu ternyata.
"Laki lo!" jawab Atta.
"Waah? Berabe lah dia bisa baca pikiran mah,"
Gue diem denger itu. Eh? Kok berabe? Emang ada yang Aca sembunyiin dari gue ya sampe dia bilang gitu?
"Jo gak diabisin, sayaang?" tanya Aca, gue baru sadar dari tadi Jo udah gak lanjut makan serealnya ternyata.
"Full, Mami!"
"Okay!"
"Bener Non Jo udah gak mau? Sus bawa ke belakang ya mangkoknya?" ujar Sus Dina, Jo pun menjawab dengan anggukan.
"Ini gue kaga dikasih makan nih?" protes Atta ketika meja makan hening, Aca sedang sibuk dengan ponselnya.
"Uncle wanna my cereals?" tanya Jo.
"Gak kenyang, cantik,"
"Hemm, okay!"
"Ini gue lagi pesen makan, Ta! Jangan rewel lo!" seru Aca.
Atta langsung mengangguk.
Gue diam, memerhatikan Jo yang sekarang lagi sibuk gambar, Jo nih emang suka gambar, dan menurut gue gambaran dia bagus-bagus, punya nilai seni gitu. Apalagi sekarang dia udah belajar mewarnai. Miss di sekolahnya ngajarin dia soal gradasi warna, dari mulai warna yang terang sampe gelap. Jadi tiap dia gambar, hasilnya selalu bagus karena komponen warnanya pas.
"Jo mandi yuk, sayang?" Sus Dina kembali, Jo mendengar itu langsung mengangguk. Ia meninggalkan buku gambarnya, ikut Sus Dina ke lantai dua.
"Anak lo pinter banget gambarnya, gue gambar gunung aja remedial," ujar Atta.
"Mana ada gambar gunung remedial?" tanya Aca.
"Maksud gue, jaman gue kecil, gue gambar gunung cuma dikasih nilai 65 sama gurunya, anjir gak? Temen gue yang gambar ombak aja dapet 80, kampret!"
"Emang lo gambar gunungnya gimana?" tanya gue.
"Sini gue contohin!" Atta menarik buku gambar Jo, membalik halaman baru lalu menggambar super asal.
Gue teralihkan ketika ponselnya Aca berbunyi dan ia bangkit meninggalkan kami untuk menjawab telepon. Siapa tuh? Driver makanan yang dia pesen?
Tak lama Aca kembali.
"Kalian kalau ditinggal gimana?" ujar Aca.
"Ditinggal gimana maksudnya?" tanya Atta.
"Gue harus ke kantor, Ayu barusan telepon, ada masalah penting sama Kak Jerry!" jelas Aca.
"Yaudah aku ikut," kata gue, sesekali, mumpung libur, gue juga pengin tahu bagaimana perusahaan milik keluarga gue ini berjalan.
"Yaudah gue balik aja ya?" ujar Atta.
"Ihh apaan? Kita kan belum main bareng-bareng Ta!"
"Lha terus gue ngapain?"
"Ya apa dulu gitu kek, entar malem kita keluar," ajak gue dan Aca mengangguk. Gue tahu, Aca kangen sama Atta, gue berani jamin dia punya sejuta cerita buat dicurhatin ke Atta.
"Hemm, yaudah, gue main sama anak lo aja,"
"Josh, aku siap-siap dulu!" seru Aca dan dia lari ke lantai dua.
Ketika hanya ada gue dan Atta di meja. Gue melihat Atta menatap gue dengan pandangan serius. Gue baru sadar, sejak kedatangan Atta, kayaknya baru kali ini kami berdua.
"Kenapa?" tanya gue.
"Lo yang sabar ya ladenin si Aca, kadang gue heran sama tu anak, dia tuh cewek, mandiri, pekerja keras, open minded, tapi kadang masih aja katro,"
"Katro?"
"Yaa, mikir kalau cewek umur segini harus udah nikah, kalau udah nikah harus cepet punya anak, padahal... dari apa yang gue tangkep kayaknya lo sama keluarga lo santai kan?" ujar Atta, gue mengangguk sekilas.
"Gue udah jelasin itu ke Aca, tapi dia selalu kepikiran. Bingung juga gimana, jadi ya untuk meminimalisir kepanikannya, ya ikutin aja apa yang dia mau, walaupun, jujur... gue capek. Di sini mental gue yang keacak-acak Ta. Gue yang bermasalah, lo tau sendiri. Dan gue gak dikasih waktu sama Aca buat berdamai sama keadaan gue, dia malah maksa gue harus ini, harus itu, capek loh, jujur," gue menarik napas panjang, ada sedikit kelegaan bisa bilang itu ke Atta, dalam keadaan sadar. Biasanya gue kalau curhat masalah ginian kan pasti lagi mabuk.
"Gue ngerti, ya kita sesama cowok, lo pasti ngerasain tekanan juga kan dari Aca. Ya, bagus sih lo, mau meredam kepanikan dia. Tapi, lo juga harus jelasin keadaan lo sama dia Josh, biar dia ngerti. Lo gak bisa iya-in semua mau dia tapi lo stress sendiri terus berujung ke lo mabuk-mabukan, terus imbasnya kalian malah jadi berantem. Obrolin Josh,"
"Aca pasti punya pembelaannya sendiri, Ta." jawab gue singkat.
"Suseh emang, debat sama wanita satu itu,"
Gue mengangguk setuju.
"Lo kalo gabut, pake mobil gue satu lagi aja, jalan-jalan, kemana kek," gue mengalihkan topik pembicaraan.
"Boleeh, mana kuncinya?" tanya Atta.
"Nanti gue siapin,"
Atta mengangguk, ia tersenyum kecil. Dalam hati, gue bersyukur Aca punya temen kaya Atta begini. Yang sikap dan pikirannya dewasa, gak memihak salah satu tapi beneran jadi penengah yang baik.
Ketika Aca turun, gue sudah siap, Atta bahkan sudah keluar duluan buat ketemu temennya yang lain. Menjelaskan singkat pada Aca, kami pun berangkat menuju kantor milik Papa.
Di sepanjang perjalanan, gue dan Aca bahas acara nanti malam, niatnya Aca mau ngumpulin temen-temen kantor lamanya buat nongkrong bareng Atta. Tapi, karena ini sabtu, banyak yang udah punya acara sendiri.
"Santai sayang, kita ber-3 aja udah asik kali?" ujar gue.
"Ya kan tetep aja maunya rame,"
"Yaudah, ajak aja nanti Arya,"
"Yaa bener, ajak Arya aja kali ya? Sama Jess,"
"Jess boleh tuh," kata gue, udah lumayan lama juga gue gak ngajak adek gue nongkrong.
Ketika kami sampai di kantor, gue ikut masuk ke ruang rapat. Gue lihat Ayu, asistennya Aca sedang mengobrol dengan Arya dan mendadak gue kepikiran sesuatu.
Eh nanti deh.
Gue diam, mengamati para pemegang jabatan di perusahaan ini rapat membahas masalah yang ada. Kalau dari yang gue perhatiin sih emang urgent banget ini. Pantesan aja Kak Jerry nyuruh orang dateng ke kantor padahal libur gini. Dia kan biasanya kalau weekend pasti langsung dua-duaan sama istrinya.
Hampir 3 jam gue menunggui mereka rapat, akhirnya selesai juga. Gue lihat Kak Jerry berjalan menghampiri gue.
"Weekend, tumben lo gak masak?" tanyanya.
"Pengin ambil libur, buat Aca. Eh tapi lo recokin, jadi ya gue ngikut ke sini Kak,"
"Sorry ya, ganggu weekend, penting soalnya,"
"I know, it's okay!"
"Thanks!"
Ketika Kak Jerry berbalik, kini giliran Aca yang menghampiri gue.
"Arya mau ikutan, Jess juga, asikk nih!"
"Ajak juga tuh si Ayu," usul gue.
"Ehh?"
"Iya ajak aja, kasian dia masa Sabtu gini cuma diajak rapat doang?"
"Ohh, okay! Siap!"
Ketika orang-orang meninggalkan ruangan, hanya sisa gue, Aca, Arya dan Ayu yang tertinggal di ruang rapat. Bahas rencana mau main sama Atta.
"Kamu kenapa sih? Liatin Ayu terus, naksir?" bisik Aca super pelan dengan nada cemburu.
Gue menoleh ke arahnya, tersenyum mengejek.
"Aku lagi merhartiin dia, kayanya dia cocok deh sama Arya, jodohin yuk?"
Mata Aca melebar mendengar itu, lalu senyum sumringah mengembang dari wajahnya.
"Kok aku gak kepikiran itu dari dulu? Okee! Ayok! Heheheh! Aku kira kamu naksir dia, abis liatin dia terus,"
"Hahah ngaco aja, ini aku dari tadi lagi screening tu bocah berdua,"
"Sip! Kita punya misi!" seru Aca senang, membuat senyum gue kembali mengembang.
Gosh! Liat Aca seneng tuh another level of happiness buat gue deh. Bahagianya dia tuh angetin hati gue banget.
***
TBC
Thank you for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo
Ps: 3 April 2022
Mohon maaf sekali aku jarang update karena di dunia nyata aku lagi ada masalah huhuhu
Makasi buat kalian semua yang udah baca cerita ini dan masih nungguin 😘
Btw, selamat menunaikan ibadah puasa yaa buat yang menjalankannya 🤗🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top