Hari Pertama: Teh dan Sang Putri
untuk Kak AjidoDW,
yang komentar super-baiknya telah menjadi penyemangat.
***
APAKAH aku pernah bilang secara terang-terangan kalau aku menyukai teh?
Rasanya tidak.
Para pekerja istana secara natural mengetahui kesukaanku, walaupun aku tidak pernah bilang. Mungkin karena aku tidak pernah melewatkan waktu minum teh di sore hari. Ada sesuatu pada warna-warna teh yang membuatku merasa tenang. Serta aroma khas tiap teh dengan jenis yang berbeda membuatku ketagihan.
Tetapi ini bukan soal minatku terhadap minuman mengagumkan itu.
Ini kabar yang kuterima dari kepala pelayan pagi ini. Soal belasan kereta kuda yang tiba di istana dan isinya yang... mencengangkan.
Dan yang menjadi alasan utamaku berdiri di aula depan saat ini sambil mematung syok.
Berpuluh-puluh kotak besar berisi daun teh dengan berbagai jenis rasa dan merek memenuhi pandanganku. Mulai dari teh yang cukup umum diperjualbelikan di Centauri, hingga yang nama produsennya baru pertama kali kudengar.
Semua itu rupanya adalah hadiah dari Kerajaan Eridanus.
"Bagaimana menurut Anda, Pangeran Orion?" Stefan bertanya padaku.
"Hadiah yang... spektakuler." komentarku, memandangi gunungan kotak berisi daun teh di hadapanku yang sepertinya nyaris mencapai langit-langit aula.
"Raja Castor dan Putri Carina dari Eridanus menyampaikan permohonan maaf kepada Yang Mulia Pangeran Orion mengenai hadiah yang sampai terlebih dahulu dibandingkan si pengirim. Raja dan Putri akan tiba di istana Centauri siang ini, sedikit terlambat dari jadwal karena masalah roda kereta yang rusak." salah satu ksatria Centauri membacakan pesan dalam perkamen gulung yang diserahkan oleh kurir Eridanus.
"Betapa malangnya." Ayahku tahu-tahu muncul di sebelahku. Menyadari tatapanku kepadanya, pria itu bertanya, "Ada apa?"
Nada bicaranya santai, tidak seperti kemarin ketika kami tampil di hadapan para menteri dalam situasi resmi.
"Baru kembali dari berkuda?" tanyaku masih mengamati pakaian berkuda yang dikenakannya.
"Ya, mengapa?"
"Sepagi ini?" tanyaku agak keheranan.
Ayah hanya mengangguk. Kemudian dia mengalihkan tatapannya kembali kepada si ksatria sambil bertanya, "Di mana lokasi mereka?"
"Tidak terlalu jauh, Yang Mulia." ksatria tadi menjawab pertanyaan Ayah, "Kereta Raja dan Putri sedang berada di jalur perbatasan hutan Amrose dan pusat kota. Apakah Anda ingin menyiapkan kereta untuk menjemput--"
"Tidak perlu, jalurnya sempit dan berbatu karena masih dalam tahap pembangunan." kata Ayah, kemudian dia menepuk bahuku. "Sebagai gantinya, kirimkan kepala ksatria Sir Leonis untuk menjemput Raja Castor dengan membawa satu kuda tambahan. Dan Putri Carina bisa berkendara denganmu, Orion."
Aku memandangi Ayah dengan bingung, "Apakah seorang Raja dari Eridanus tidak memiliki beberapa ksatria berkuda mereka sendiri yang mengawal kereta?"
"Ini untuk menunjukkan kepedulian kita. Kau masih muda, dan aku ingin mengajarimu bagaimana sepatutnya menghargai tamu kehormatan kerajaan." ujar Ayah menohok.
"Aku mengerti."
"Dan kenakanlah pakaian sederhana, kau dan Sir Leonis." Ayah berbalik lagi menatapku sebelum melanjutkan langkahnya menuju ruang makan, "Supaya tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan."
Lagi-lagi, aku hanya mampu menelan protesku.
"Baik, Yang Mulia."
Maka setelah berganti pakaian kasual, Stefan mengambilkan kuda dari istal untukku dan menyiapkan pelana untuk dua orang, serta Sir Leonis bersiap dengan dua kuda untuknya dan untuk Raja Castor nanti. Lalu kami berdua berangkat menuruni bukit menuju perbatasan hutan Amrose. Letaknya sebetulnya tidak begitu jauh, tetapi cukup menguras tenaga bila ditempuh dengan berjalan kaki.
Selama berkuda, aku menikmati pemandangan di luar istana. Angin yang berhembus dari sela-sela pepohonan begitu menyejukkan di kulitku, serta cuacanya begitu pas untuk beraktifitas di luar ruangan--cerah namun tidak terik. Kuda hitam kesayanganku, Reggie, berderap dengan kelincahan samar yang hanya aku yang mampu merasakan. Aku menepuk-nepuk lehernya dengan sayang, sementara Sir Leonis tersenyum.
"Sudah lama saya tidak melihat Anda berkuda, Yang Mulia." katanya.
"Kau benar." aku mengangguk, nadaku muram. "Belakangan Ayah dan Duke Alphard menjejaliku dengan dokumen-dokumen kerajaan yang membuatku sibuk. Kurasa sudah saatnya aku berkecimpung di belakang meja."
"Apakah Anda tidak menyukainya?"
"Aku tidak membencinya, tetapi..." aku terdiam sejenak, "...aku lebih senang duduk-duduk di bawah pohon, membaca buku."
Sir Leonis tertawa, "Rasanya saya paham perasaan Anda, Yang Mulia. Perasaan yang mirip seperti ketika keluarga saya mengirim saya untuk menjadi ksatria Centauri. Sekarang pekerjaan ini menjadi kebanggaan saya, dan saya menyukainya... tetapi bila mengingat dulu, saya sempat menolak dan memilih kabur ke desa. Membantu kakek saya yang seorang petani adalah kegiatan yang jauh lebih menyenangkan."
Aku mendengarkan kisah Sir Leonis dengan keterkejutan akan pengetahuan baru ini, "Kau suka bercocok tanam?"
Senyum di wajah Sir Leonis tidak memudar ketika dia menjawab, "Selalu, Yang Mulia. Bahkan di kamar saya di istana sekarang, saya memiliki koleksi tanaman mini di pinggir jendela. Saya sirami setiap hari dan saya ajak bicara agar mereka dapat tumbuh subur."
Aku tercengang menatap pria itu. Pasalnya, Sir Leonis terkenal akan reputasinya sebagai kepala ksatria yang keras dan tegas ketika di lapangan. Cukup sulit membayangkan Sir Leonis mengajak obrol koleksi tanaman di dalam kamarnya setiap malam.
"Kuharap Anda tidak menyebarkan soal ini kepada anak buah saya, Yang Mulia. Terutama Victor. Dia akan menertawai saya tanpa henti dan cuap-cuap ke seantero kastil tentangnya." Sir Leonis sedikit merona.
"Jangan khawatir, Sir Leonis. Pembicaraan ini tidak pernah terjadi." tawaku.
Sir Leonis terkekeh, "Lega mengetahuinya, Yang Mulia."
Setelah sekitar lima belas menit menyusuri pinggir kota, kami akhirnya tiba di bukaan jalur Amrose di tepi hutan. Tak jauh setelah memasuki jalur tersebut ke dalam hutan, kami melihat sebuah kereta kuda milik kerajaan Eridanus, dapat dikenali dari bendera hijau-emas yang terpasang di atapnya. Salah satu roda kereta kuda mewah itu patah akibat terperosok ke dalam lubang di jalan.
"Kita perlu mempercepat proses perbaikan jalan, prioritas untuk saat ini." gumamku pada Sir Leonis yang mengangguk setuju. Ketika kami berderap mendekat, dapat kudengar keributan kecil yang tengah terjadi.
"...sudah kubilang aku tidak keberatan berjalan kaki, Ayah. Aku bisa membawa salah seorang ksatria..." seorang gadis muda yang mengenakan gaun bepergian berwarna hijau muda berkacak pinggang. Gadis itu menatap seorang pria berambut pirang kecokelatan dengan seragam hitam-emas yang takkan salah kukenali di manapun.
Raja Castor.
"Untuk yang terakhir kalinya, Carina. Aku tidak akan pernah membiarkanmu berkuda sendirian di kota yang baru pertama kali kau kunjungi hanya dengan satu orang ksatria. Cygnus tidak akan keberatan menunggu..."
"Inilah mengapa aku mempertanyakan mengapa kita hanya dikawal tiga ksatria." si gadis meluruskan lengannya, tampak letih dan jengkel. "Satu orang pergi ke kota untuk mencari roda baru, sementara dua yang tinggal di sini tidak bisa ke mana-mana walaupun memiliki kuda-kuda yang bisa kita gunakan. Tidak masuk akal. Menunggu di sini hanya buang-buang waktu!"
"Tuan Putri, kami tidak diizinkan meninggalkan kereta, dan kami juga tidak bisa membiarkan Anda dan Yang Mulia Raja berkuda hanya dengan pengawalan salah satu dari kami." kata salah seorang ksatria, "Protokol keamanan."
"Oh, demi Tuhan...!"
Sir Leonis berdeham pelan.
Seluruh kepala sontak menoleh ke arah kami. Sir Leonis turun dari kudanya dan berjalan menghampiri ksatria Eridanus yang berada paling dekat, "Salam, saya Leonis, ksatria dari Centauri. Kami mendengar kabar mengenai kereta Eridanus yang rusak, dan atas arahan Raja Cygnus kami datang untuk menjemput Yang Mulia Raja Castor dan Putri Carina."
Si ksatria meneliti penampilan kami dengan curiga, "Mengapa Anda tidak mengenakan atribut kerajaan?"
Kurasa sudah saatnya aku turun tangan.
Aku turun dari Reggie dan berjalan mendekati Sir Leonis. Tatapanku tertuju pada Raja Castor, yang menyipit memandangi kami.
"Salam, Yang Mulia Raja Castor. Sudah lama tidak berjumpa dengan Anda." aku menghormat dan tersenyum.
Seketika, ekspresi Raja Castor berubah cerah.
"Astaga, apakah itu kau, Orion?!" Raja Castor tertawa keras sambil menghampiriku, lalu tanpa diduga-duga, memelukku erat. "Ya ampun, apakah Cygnus memintamu menjemput kami secara personal?!"
"Sebuah kewajiban bagi saya, Yang Mulia. Kami tidak dapat membiarkan tamu kehormatan kerajaan terjebak dalam situasi sulit dan mengabaikannya begitu saja. Apalagi mereka datang demi perayaan yang diselenggarakan atas nama saya." jelasku sopan.
"Oh, anak ini! Lihat betapa tingginya dirimu sekarang! Kau nyaris melebihi tinggiku!" Raja Castor mengacak rambutku, "Carina! Kemarilah!"
Perhatianku teralih kepada gadis bergaun hijau itu. Aku mengamatinya. Dia tampak seumuran denganku. Rambutnya tidak panjang seperti kebanyakan putri yang pernah kutemui, hanya sebatas leher dan dihiasi jepit bunga kecil di dekat telinga dan sisanya dibiarkan tergerai alami, memamerkan bentuknya yang bergelombang dan warnanya yang cokelat gelap.
Dan sepasang matanya...
Sepasang mata besar dan cerah yang warnanya sedikit mengingatkanku pada...
"Teh?" gumamku tak sadar.
"Maaf?" si gadis mengangkat alis.
Aku mengerjap kaget, "Bukan apa-apa. Maafkan aku."
"Ini anak perempuan bungsuku, Carina." Raja Castor berdeham penuh arti, sementara gadis itu mengangkat rok gaunnya sedikit dan membungkuk menghormat.
"Salam kenal, Yang Mulia Pangeran Orion. Nama saya Carina."
"Senang berkenalan dengan Anda, Tuan Putri Carina." aku balas menghormat dan mengulurkan satu tanganku. Putri Carina menyerahkan tangannya untuk kukecup ringan.
"Salam, Yang Mulia Putri Carina." Sir Leonis juga menghormat.
"Aku melihat kalian hanya membawa satu kuda." Raja Cygnus mengangkat alis.
"Ya, Yang Mulia, itu untuk kendaraan Anda." aku menyahut, kemudian menatap Putri Carina ragu-ragu, "Dan bila tak keberatan, sang Putri dapat berkendara dengan saya."
"Oh! Betapa murah hati!" tawa puas membahana Raja Castor memenuhi area hutan itu. Kemudian pria itu menghampiri kuda yang dibawa Sir Leonis dan menaikinya, "Sir Leonis, dapatkah kau memandu jalan untukku?"
"Tentu, Yang Mulia." Sir Leonis membungkuk padaku sejenak sebelum menaiki kudanya dan berderap mengawal Raja Castor menuju keluar hutan.
"Sampai jumpa di istana, Orion!" Raja Castor melambai ceria dari kudanya, sementara aku hanya bisa menyaksikan punggungnya dan punggung Sir Leonis menjauh.
Sejenak hening.
"Putri Carina, Pangeran Orion..." salah seorang ksatria Eridanus memecahkan keheningan, "...bila Anda perlu pengawalan saya bisa--"
"Bukankah kau tadi bilang kau tidak bisa mengawal sendirian?" potong Putri Carina sebal.
"Ma-maafkan saya Tuan Putri..."
Carina menghela napas, "Sudahlah. Kau di sini saja menunggu bantuan datang." katanya, lalu gadis itu menghampiri kudaku.
Aku menyusulnya, "Anda sudah siap?"
"Aku selalu siap."
Setelah memulihkan diri dari keterkejutanku menyaksikan perilaku sang Putri yang tanpa basa-basi, aku membantunya menaiki Reggie untuk duduk di pelana belakang.
"Maafkan sentuhan saya." kataku seraya memegang pinggangnya dan mengangkatnya.
"Tutup matamu." perintah sang Putri. Aku menurutinya. Ketika membuka mataku kembali, aku terheran-heran melihatnya telah duduk menghadap depan seperti seorang pria, bukannya menyamping.
"Bagaima--?"
"Aku mengangkat rok gaunku sedikit." sahut Putri Carina, "Makanya aku memintamu untuk menutup mata supaya tidak mengintip."
Aku bisa merasakan wajahku memanas, bukan karena malu, tapi lebih karena kesal akan perkataannya yang sembarangan.
Dia menuduh seorang pangeran yang baru dikenalnya akan berbuat tidak sopan seperti itu?!
"Sekadar informasi untuk menenangkan perasaan curiga Anda, Tuan Putri, saya tidak punya hobi mengintip-intip rok gadis yang hendak menaiki kuda." sindirku halus sambil memanjat ke pelana depan, "Apa Anda sudah siap?"
"Aku sudah memberitahumu bahkan sebelum menaiki kuda." sang Putri berujar, "Aku selalu siap."
Aku menekankan tumit ke sisi tubuh kudaku, memerintahkannya untuk berjalan pelan, "Ayo Reggie."
Reggie sepertinya merasakan kejengkelanku dari caraku menarik tali kekang. Kuda hitam itu mendengus kasar dan dia berjalan agak lebih cepat dari seharusnya.
"Namanya Reggie?" Putri Carina berujar dari belakangku.
"Ya, kependekan dari Regulus."
"Nama yang cantik!" pujinya.
"Terima kasih."
"Dia kuda pribadimu?"
"Ya, sudah saya rawat sejak kecil."
"Ngomong-ngomong... apakah kau tidak mengira ini mencurigakan?"
"Apanya, Tuan Putri?"
"Maksudku, Ayah tidak mengizinkan kedua ksatrianya mengantar kami ke istana. Dia bersikeras menunggu di sini." katanya, "Aku mulai curiga ini ada hubungannya dengan rencana terselubungnya dan ayahmu agar kau dapat menjemputku ke sini. Tahulah, menunjukkan betapa gentleman-nya dirimu di hadapanku."
Aku menggertakkan gigi, "Begitukah dugaan Anda, Tuan Putri?"
"Entahlah, mungkin saja." gadis itu menyahut ringan, "Oh, panggil saja aku Carina. Dan tidak perlu berbicara terlalu formal seperti itu. Dan bolehkah aku memanggilmu Orion?"
Aku memejamkan mata, berdoa pada Tuhan untuk memberikan kesabaran ekstra dalam menghadapi sang Putri, "Terserah kau saja."
Selama beberapa saat setelahnya, kami berkendara dalam diam. Aku sempat heran mendapati Carina yang mendadak jadi tenang ketika kudaku berderap keluar dari area hutan. Dan walaupun jalan di pinggiran kota lebih ramai daripada jalur sempit tadi, aura canggung di antara kami benar-benar menyesakkan, sehingga aku memutuskan untuk mencairkan suasana.
"Terima kasih untuk hadiahnya." kataku, menolehkan sedikit kepalaku ke belakang demi kesopanan, "Kotak-kotak itu tiba pagi ini dan jumlahnya agak... luar biasa."
Aku bisa mendengar Carina mendesah lega, "Oh... syukurlah kau tidak marah padaku."
Aku mengernyit, "Apa?"
"Kupikir, saat aku bertanya apakah aku boleh memanggilmu Orion tadi, jawabanmu sangat... singkat dan nadamu tajam."
"Ah." rupanya aku masih perlu berlatih menyembunyikan emosiku. Aku heran bagaimana Ayah sanggup melakukannya setiap waktu, terutama saat sedang rapat dengan para menteri, "Aku tidak bermaksud menyinggungmu."
"Sama sekali tidak!" Carina berkata cerah, "Dan sama-sama untuk hadiahnya. Itu dari ayahku. Raja Cygnus pernah bercerita padanya bahwa kau suka minum teh, jadi yang terpikirkan hanya itu."
'Hanya' itu.
"Oh, kau harus coba merek daun teh produksi Wellington! Mereka menambahkan sari buah. Leci adalah favoritku, kecuali kalau lebih menyukai aroma yang klasik..."
Pokoknya, sepanjang sisa perjalanan berkuda kami, aku terpaksa menikmati celotehan Carina yang tiada hentinya. Aku bahkan sempat menawarinya air minum yang selalu kupersiapkan di kantung pelana Reggie karena khawatir dia akan kehausan karena berbicara sebanyak itu.
Setibanya di depan pintu masuk utama istana, aku turun dari Reggie dan otomatis mengulurkan kedua tanganku untuk membantu Carina turun. Carina menyambut uluran tanganku, dan sebelum dia dapat membuka mulutnya, aku memejamkan mata, "Jangan khawatir, seperti yang kubilang, aku bukan tukang intip."
Aku meraih pinggang gadis itu dan menopangnya ketika dia turun. Setelah memastikan kakinya sudah berpijak di atas tanah yang keras, aku membuka mata dan mendapati Carina tengah mendongak menatapku sambil mengulum senyum.
"Aku percaya padamu." katanya, kemudian dia meletakkan tangan kanannya di puncak kepalaku dan mengacak-acak rambutku, "Terima kasih tumpangannya, Orion."
Lalu sang Putri berbalik dan segera disambut oleh kepala pelayan dan beberapa staf yang mengiringinya masuk ke dalam istana, meninggalkanku terbengong-bengong di samping Reggie yang mendengus-dengus minta dikembalikan ke istal.
"Y-Yang Mulia, apakah Anda baik-baik saja?" Sir Leonis yang sedari tadi menunggu kedatanganku menatap ke arah puncak kepalaku dengan sorot prihatin campur terhibur.
Aku menyentuh rambutku yang berantakan dengan syok.
Apa gadis itu sudah gila?
👑
tidak bisa menemukan artist name untuk kredit karakter di atas, maaf :(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top