Epilog: Hari Kepulangan

untukmu
yang telah membaca cerita ini,

terima kasih.


***

SAAT Orion membuka mata keesokan paginya dan menatap ke arah langit-langit kamar, hal pertama yang menyergap pikirannya adalah wajah seorang gadis.

Carina.

Sang Pangeran berbaring selama beberapa saat di atas ranjang besarnya, otaknya sibuk memutar ulang kejadian semalam.

Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah kepadanya saat dansa?

Apakah... pujianku terhadapnya membuatnya merasa bahwa aku ini... entahlah, semacam pangeran tukang goda perempuan?

Tetapi dia juga memujiku.

Dia bilang aku tampan. Lantas mengapa--

Terdengar ketukan di pintu.

"Selamat pagi, Yang Mulia. Saya sudah menyiapkan air hangat untuk mandi dan saya akan menyiapkan pakaian hari ini." suara Sir Rowen terdengar dari luar.

Orion mengerang dalam hati.

Setelah selesai mandi dan berpakaian, Victor mengawal Orion turun untuk sarapan. Semangatnya sedikit naik ketika memikirkan prospek melihat Carina di meja makan pagi itu, namun ketika melihat kursi di sebelah Raja Castor nampak kosong, semangat itu langsung sirna.

Melihat arah tatapannya, Raja Castor tersenyum kecil dan berkata dengan nada menyesal kepada Orion dan semua yang hadir, "Putriku agak kurang enak badan hari ini. Dia menyampaikan permohonan maaf karena tidak bisa menghadiri sarapan."

"Apakah sakitnya parah?" tanya Orion cemas.

Raja Castor menggeleng, "Dia hanya sedikit kelelahan karena ini minggu yang cukup sibuk. Dia akan pulih jika beristirahat."

Setelah sarapan usai, Raja Cygnus mengumumkan agenda berikutnya, yaitu berkuda di sekitar kawasan istana. Dia mengajak beberapa tamu pria, sementara para wanita memilih untuk tinggal di istana. Raja Castor juga mengumumkan bahwa setelah kembali dari berkuda, dia dan putrinya akan melakukan persiapan untuk kembali ke Eridanus. Karena itu dia berpamitan kepada seluruh tamu saat itu, juga menyampaikan permohonan maaf lagi karena putrinya tidak bisa hadir dan ikut berpamitan.

Ketika Raja Cygnus dan hampir seluruh tamu sudah keluar dari ruang makan, Raja Castor menepuk bahu Orion dari belakang.

"Bisa aku bicara denganmu sebentar?"

"Tentu." kata Orion, agak heran.

Mereka berdua keluar dari pintu samping ruang makan, menuju koridor yang berbatasan langsung dengan taman di sisi timur istana, kemudian Raja Castor mengajak Orion mengobrol sambil berjalan pelan-pelan menyusuri taman.

"Orion..."

"Sebelumnya, Yang Mulia. Ada pengakuan yang ingin saya katakan kepada Anda." Orion memotong perkataan Raja Castor, merasa tidak tahan lagi untuk menyimpan rasa bersalahnya.

Raja Castor menaikkan alisnya, "Apa itu, Nak?"

"Sebetulnya," dia memulai, "...saya ingin mengakui bahwa saya pernah mengajak Putri Carina pergi ke desa di luar istana, beberapa malam yang lalu, untuk menyaksikan festival kembang api. Kami pergi tanpa pengawalan, karena itu saya benar-benar minta maaf atas tindakan saya yang lancang dan ceroboh."

Orion menunduk dalam-dalam di hadapan Raja Castor dengan kedua tangan yang terkepal tegang di sisi-sisi tubuhnya karena gugup.

"Terima kasih telah berani mengakuinya, Orion. Tetapi aku sudah tahu soal itu."

Orion menegakkan diri dengan syok, "Apakah Ayah memberitahu Anda?"

Kali ini malah Raja Castor yang terlihat syok, "Ayahmu juga tahu?"

"Dia... tahu, tapi entah mengapa memutuskan tidak mengungkitnya, sampai semalam. Kurasa dia mengirimkan pengawal untuk mengawasi kami di desa secara diam-diam." Orion menyuarakan dugaannya.

"Aku tahu karena Carina meminta izinku sebelum pergi. Dan aku membiarkannya."

Orion melongo menatap Raja Castor.

"A-Apa?!"

"Oh, sudahlah... toh itu denganmu! Jika aku harus mempercayakan putriku pada orang lain selain diriku, well, satu-satunya yang terpikirkan adalah kau, Orion." Raja Castor tertawa keras sambil menepuk-nepuk bahu Orion, sementara pemuda itu sendiri merasa ingin menenggelamkan diri ke dasar danau saking malunya. "Tapi bukan itu yang ingin kubahas. Ini soal Carina. Dia sebetulnya tidak sakit."

"Tidak sakit?"

Raja Castor mengangkat bahu, "Setelah mendengar pidatomu dan pidato ayahmu kemarin, anak itu menemui kepala koki istana untuk mendiskusikan masalah distribusi pai rhubarb itu. Siapapun tahu janji ayahmu pasti membuat seluruh staf istana kelabakan, dan mereka memang kekurangan orang. Jadi alasannya menghilang setelah pesta dansa semalam adalah untuk membantu para staf di dapur."

Orion perlu mencerna selama beberapa saat penjelasan Raja Castor karena takut salah dengar.

"Dia... apa?"

"Oh, tentu dia juga meminta izin dariku sebelumnya, jangan salah tangkap. Kontras dari sikapnya yang blak-blakan, Carina sebetulnya penurut dan sangat menghargaiku. Aku merahasiakannya dari yang lain, aku tidak mau mendengar komentar-komentar tidak penting soal 'putri raja berada di dapur' atau semacamnya..."

Orion menyisiri rambut hitamnya dengan jemarinya. Dia menggeleng-geleng sambil terkekeh. Kelegaan membanjirinya.

Jadi dia bukannya menghindariku. Dia tidak membenciku! Mungkin!

"Kau masih punya tiga jam sebelum aku kembali dari acara berkudaku dengan ayahmu dan tamu lainnya." Raja Castor memberitahunya, "Mungkin kau bisa membantuku mengecek kondisi putriku, apakah wajahnya sudah dipenuhi selai rhubarb atau--"

"Jangan khawatir." Orion mengangguk meyakinkan, "Saya akan memastikan sang Putri selamat dari ancaman yang mungkin terjadi di dapur. Terutama... saya akan mencoba mencegahnya mencicipi setiap pai yang baru diangkat dari panggangan."

Raja Castor terbahak, "Pergilah, Nak. Oh, dan jangan lupa. Tiga jam!"

Sambil memaki dirinya sendiri karena tidak mampu memikirkan alasan jenius lain yang berkaitan dengan absennya Carina sejak pesta dansa semalam, Orion berlari menuju dapur. Bila Duke Alphard di sini, pria itu pasti sudah mengomel tentang bagaimana seorang pangeran tidak boleh tertangkap mata berlari-larian di koridor.

Tetapi saat ini, yang terpikirkan oleh sang Pangeran hanyalah wajah seorang gadis. Dan rupanya itu cukup untuk membuat ingatan mengenai etika berperilaku dari otaknya menjadi kacau balau.

Ketika tiba di dapur istana, Orion disambut jenis kekacauan yang lain.

"KITA KEHABISAN STOK GULA DAN TEPUNG!"

"SESEORANG PERGI KE PASAR DAN BELIKAN ITU SEMUA!"

"MRS. PEPINNE, KELOMPOK KETIGA PULUH EMPAT SUDAH MATANG!"

Sebetulnya ini bukan kali pertama Orion mengunjungi dapur istana yang luasnya sekitar empat kali kamar tidurnya itu. Ketika masih kecil, Ratu Andromeda sesekali membawanya ke dapur. Wanita itu begitu menyukai makanan pencuci mulut atau cemilan manis, sehingga dia seringkali mampir untuk mencicipi resep baru buatan Mrs. Pepinne--kepala koki istana Centauri. Wanita paruh baya itu sudah bekerja untuk istana Centauri bahkan sebelum Orion lahir, dan dia termasuk pekerja yang paling senior di sini sehingga semua staf dapur menghormatinya.

Yang jelas dibanding semua kunjungan-kunjungannya dulu, keadaan dapur tidak pernah separah ini. Orion belum pernah mengunjungi dapur yang lebih terlihat seperti pabrik kue yang sedang kebanjiran pesanan.

Semua orang--bila tidak sedang sibuk berkutat dengan adonan maupun mengaduk sesuatu di kompor--berlalu lalang di dalam dapur besar itu, membawa-bawa wadah besar berisi tepung, karung penuh rhubarb, atau menggotong loyang-loyang besar pai untuk dimasukkan ke pemanggang. Aroma kue memenuhi udara yang sedikit pengap karena banyaknya aktifitas di dalam sana. Asap-asap mengepul dari atas meja-meja kayu besar ketika para koki menguleni adonan yang ditaburi tepung.

"BAWA SEMUANYA KE TEMPAT PARA KSATRIA MENUNGGU! DUA LOYANG LAGI DAN MEREKA BISA PERGI DENGAN KERETA UNTUK PENGIRIMAN KEDELAPAN BELAS!" Mrs. Pepinne berteriak dari ujung dapur yang lain sambil mengaduk selai rhubarb di dalam panci super besar.

Di tengah segala keriuhan itu, tidak ada yang menyadari kehadiran Orion di pintu. Maka pemuda itu menyelinap ke ruang ganti pekerja dan menyambar atasan seragam koki terdekat yang bisa ditemukannya. Dia mengganti baju dengan cepat lalu kembali memasuki dapur.

Setelah celingukan selama beberapa saat, dia akhirnya berhasil menemukan puncak kepala milik Carina. Gadis itu sedang berada di antara para koki yang bertugas menyiapkan adonan selai, juga mengenakan seragam koki. Dia menyelip di antara para pekerja dan berhasil tiba di sebelah sang Putri.

"Ada yang bisa kubantu?" tanya Orion pada para koki yang sedang sibuk memilah-milah rhubarb dari karung.

"Oh, syukurlah para ksatria itu akhirnya mengirim tenaga bantuan! Ini, buang daunnya dan potong-potong batangnya setebal dua senti." kata salah satu koki sambil menyurukkan seember besar rhubarb kepada Orion tanpa repot-repot memandang wajahnya karena perhatiannya teralih pada hal lain, "TIDAK, LETAKKAN ITU KEMBALI, YANG ITU BELUM MATANG!"

Orion memandangi ember berisi rhubarb di tangannya, lalu dia melihat Carina yang tengah sibuk memotong-motong. Dia sepertinya mendapatkan tugas yang sama.

"Punya pisau lebih?" tanya Orion padanya.

"Ada di dalam kotak di bawah mejaku." sahut Carina tanpa memandang Orion.

Orion berlutut di dekat kaki gadis itu untuk meraih kotak yang dimaksud, lalu berdeham tak nyaman sambil berbisik, "Carina, bila kau bisa berbaik hati untuk menggeser kakimu sedikit... maksudku, aku tidak mau dicap tukang intip rok perempuan lagi."

Seketika gadis itu menghentikan kegiatan memotongnya dan menunduk menatap Orion dengan ekspresi horor.

"ORION, APA YANG KAULAKUKAN DI SINI?!"

Seketika, seruan kaget Carina mendatangkan reaksi yang menghebohkan. Seluruh kepala serentak menoleh ke arahnya dan tampang-tampang panik yang serupa bermunculan. Koki yang tadi menyurukkan ember rhubarb kepada Orion kontan pucat pasi.

"OH, ASTAGANAGA, Y-YANG MULIA! MAAFKAN SAYA, SAYA TIDAK MELIHAT--"

"Tidak apa-apa..."

"Pangeran!" Mrs. Pepinne menghampiri Orion dengan kebingungan, "Apa yang Anda lakukan di sini? Dan mengapa Anda mengenakan--"

"Aku ke sini untuk membantu sebisaku. Kalian pasti butuh tenaga bantuan dengan perintah mendadak dari ayahku yang agak kurang pertimbangan kemarin." kata Orion seraya menggulung lengan bajunya.

"Tetapi tidak mungkin kami membiarkan seorang pangeran berada di dapur untuk membantu dalam hal semacam ini...."

"Itu aneh, Putri Carina bisa ikut membantu di sini tetapi kenapa aku tidak?" tanya Orion pada Mrs. Pepinne, "Lagipula aku senggang."

Mrs. Pepinne kehilangan kata-kata, "Tapi..."

"Oh, sudahlah. Selama mengenakan seragam ini, aku bukan pangeran. Jadi teruskanlah kegiatan kalian sebagaimana mestinya. Itu perintah."

"Baik, Yang Mulia." Mrs. Pepinne memandang Orion dengan berbinar-binar, "KALIAN DENGAR ITU?! PANGERAN ORION AKAN MEMBANTU KITA JADI KEMBALI BEKERJA DAN BUAT DIA BANGGA!"

"SIAP, YANG MULIA!" para koki lainnya menunduk hormat kepada Orion dan kembali bekerja dengan giat.

Orion menghembuskan napas lega dan mulai bekerja dengan rhubarb-nya. Tetapi dia masih merasakan tatapan Carina dari samping yang seolah membakar satu sisi wajahnya.

"Paling tidak kau bisa bilang padaku soal ini sebelum kau menghilang dari lantai dansa semalam." gumam Orion sambil mulai memotong-motong, "Kupikir kau sakit betulan."

"Bagaimana kau tahu aku di sini?" tanyanya masih dengan ekpresi tak percaya.

"Ayahmu memberitahuku."

Carina mengerang pelan, "Aku sudah minta dia untuk merahasiakannya..."

"Dia memintaku untuk mengecek apakah kau betul-betul membantu di dapur atau justru menjadi beban karena secara konstan mengurangi jumlah pai yang baru matang--ouch!" Orion menunduk dan melihat Carina tengah menginjak kakinya, "Hei!"

"Selama mengenakan seragam ini, kau bukan pangeran. Jadi kau tidak bisa protes." Carina tersenyum kembali sibuk memotong-motong.

"Carina...?"

"Hm?"

Orion menunjuk ke arah pipi gadis itu, "Ada tepung di pipimu."

"Oh." Carina bahkan tidak repot-repot berusaha menghapusnya. Dia malah menjumput sedikit tepung dari wadah terdekat dan meraih pipi Orion untuk mencorengkan tepung itu di pipi sang pangeran.

"Sekarang kita sama!" Carina tertawa.

Orion bengong sejenak sebelum akhirnya ikut tertawa.

Setelahnya, keduanya tak memiliki cukup waktu untuk mengobrol lebih banyak, karena mereka benar-benar disibukkan dengan berbagai hal. Ketika loyang terakhir untuk pengiriman kedelapan belas telah siap di dalam kereta kuda untuk dikirim ke kota, Orion dan Carina saling bertukar pandang penuh arti.

"Apa kau memikirkan apa yang kupikirkan?" bisik Carina bersemangat.

"Sepertinya begitu." sahut Orion, terkekeh pelan.

Kemudian, keduanya menyelinap keluar dapur. Setibanya di kereta kuda yang sudah penuh berisi pai, mereka memanjat masuk dari belakang, berusaha agar tidak terlihat oleh ksatria yang mengemudikannya. Setelah sukses menyusup di antara tumpukan pai, mereka menurunkan kerai putih kereta hingga menutup. Lalu kereta mulai bergerak.

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk tiba di tempat tujuan distribusi. Ketika si ksatria menyingkap kerai yang menutupi isi kereta, dia tampak luar biasa syok mendapati Orion dan Carina juga ikut terangkut.

"Y-Yang Mulia?! Tuan Putri?!" gagapnya, "Apa yang--?!"

"Ssssh!" Orion mendesis memperingatkan, "Jangan panggil kami begitu."

"Kami hanya ingin membantu membagikannya secara langsung. Bisa heboh kalau orang-orang tahu siapa kami." Carina menambahkan.

Orion kemudian memanjat keluar tanpa memedulikan protes si ksatria yang panik, lalu berbalik untuk membantu Carina turun. Kemudian keduanya mengambil keranjang dan mengisinya dengan beberapa pai dan mulai berkeliling ke rumah-rumah, membagikannya untuk setiap kepala keluarga.

Orion senang dapat memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan rakyat Centauri secara langsung. Ada kepuasan tersendiri saat melihat raut-raut gembira di wajah mereka--terutama anak-anak--saat Orion memberikan pai rhubarb-nya. Beberapa bahkan dengan murah hati turut mengundang Orion untuk masuk dan makan pai bersama, yang ditolaknya dengan sopan.

Ketika tengah berjalan menuju kereta kuda untuk mengisi kembali keranjang kosongnya dengan pai, Orion terhenti sejenak melihat sosok Carina di kejauhan yang tengah berinteraksi dengan salah satu warga.

Gadis itu tampak begitu cerah, dengan senyuman yang lebar dan tulus tersungging di wajahnya. Dia berlutut di hadapan seorang anak yang menerima pai darinya, kemudian si anak memeluknya dengan penuh terima kasih. Carina balas memeluk si anak dan mengatakan sesuatu, lalu mereka tertawa-tawa.

Orion merasakan napasnya sedikit tercekat melihat pemandangan itu. Dia buru-buru mengalihkan pandangannya.

Apapun hukuman yang akan diterimanya dari ayahnya setelah ini, Orion tidak akan merasa menyesal sedikitpun.

👑

Orion dan Carina tiba kembali di istana sebelum waktu makan siang, merasa lega karena tepat waktu. Dan keduanya sengaja turun di dekat pintu pekerja, bukannya dapur, agar tidak perlu menerima pertanyaan-pertanyaan bernada khawatir dari Mrs. Pepinne dan staf dapur lainnya yang menyadari keduanya menghilang.

Dan walaupun mereka mengobrol dengan ringan selama perjalanan tadi, entah mengapa saat ini suasananya kembali canggung. Orion dan Carina hanya saling tersenyum sebelum keduanya berpisah jalan di koridor untuk kembali ke kamar mereka masing-masing.

Di dalam kamarnya, Orion menggabrukkan diri ke atas kasur sambil menutupi matanya dengan lengan, merasa bodoh dan tak berguna. Juga, entah mengapa dia tidak mampu menemukan suaranya untuk sekadar mengucapkan sesuatu yang pantas kepada gadis itu tadi, seperti misalnya ucapan terima kasih, atau ucapan perpisahan yang normalnya dilakukan pada situasi semacam ini. Dia merasa benar-benar bodoh karena walaupun dia sanggup berpidato di hadapan khalayak ramai, dia tak sanggup menghadapi seorang gadis.

Tak apa, Orion, pemuda itu berusaha menenangkan dirinya sendiri dan dadanya yang entah mengapa terasa sesak. Kau masih punya kesempatan di acara perpisahan nanti. Kau akan mengucapkan hal-hal yang perlu kaukatakan kepadanya sebelum kepulangannya.

Ya, tak apa.

Kau masih punya kesempatan.

👑

"Yang Mulia."

"Mmh..."

"Yang Mulia Orion, maafkan saya."

Sebuah tamparan menyakitkan mendarat di pipi Orion yang tertidur di kamarnya, membuat sang Pangeran terduduk kaget.

"Ap--apa yang terjadi?" dia menatap sekeliling kamar dengan linglung dan melihat Stefan berdiri di samping tempat tidurnya, "Stefan, apa barusan kau--?!"

"Yang Mulia, Anda tertidur." Stefan memotong dengan nada mendesak, "Acara perpisahan Raja Cygnus dan Putri Carina sudah berakhir, dan mereka--terakhir saya lihat--sudah hendak pergi dengan kereta kuda mereka..."

Orion mengerjap syok.

"Kenapa tidak ada yang membangunkanku?!"

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Stefan melihat Orion yang tampak benar-benar kacau. Sang Pangeran--tanpa memedulikan rambutnya yang berantakan maupun atasan yang nampak seperti pakaian koki... mengapa pula dia mengenakan pakaian koki?--menghambur keluar dari kamar dan berlari menyusuri koridor.

"Pangeran, pakaian Anda!" Stefan berlari menyusulnya dan menghentikan Orion. Orion berdecak dan buru-buru menanggalkan atasan baju kokinya dan menyambar atasan berupa seragam formal biru gelap berkancing perak yang dibawakan si ksatria, lalu mengenakannya secepat mungkin. Ketika hendak berlari lagi, Stefan kembali menahan lengannya.

"Pangeran, Anda melupakan ini." Stefan menyorongkan sebuah bungkusan kain yang tampak kecil dan ringan itu, membuat sang Pangeran menatapnya dengan takjub.

"Bagaimana--"

"Anda meletakkan ini di dekat seragam Anda, jadi saya pikir ini sesuatu yang penting."

Orion nyengir lebar, puas dan bangga menatap ksatria di hadapannya itu. Dia mengambil bungkusan itu, lalu berbalik dan kembali berlari. Sebelum terlalu jauh, dia menoleh ke arah ksatrianya itu seraya berseru, "Stefan, maafkan aku karena pernah menganggapmu membosankan! Kau yang terbaik!"

Stefan dari kejauhan menatapnya bingung, "Um... terima kasih pujiannya, Yang Mulia?"

Ketika akhirnya berhasil mencapai lobi depan, semua orang yang hendak kembali ke dalam istana menatap Orion keheranan.

"Orion?!" Raja Cygnus menatapnya dari atas ke bawah--mungkin pada rambutnya yang berantakan atau pada atasan seragamnya yang tidak terkancing dengan benar--dan berkata, "Mengapa--"

"Ayah tidak membangunkanku?!" Orion memotong dengan frustasi karena menyadari bahwa halaman depan istana telah kosong. Tidak ada kereta.

"Nah, nah... sekarang kau menyalahkanku, apakah salahku bila kau mungkin merasa kelelahan sepulangnya kau dari kota untuk membagi-bagikan sendiri pai-pai itu?"

Terdengar tarikan napas kaget dari para tamu di sekitar mereka, "Oh, astaga..."

Aku tak punya waktu untuk ini, batin Orion tak sabar.

"Yang Mulia Orion!"

Orion tersentak mendengar namanya dipanggil, menyadari Victor telah berlutut kepayahan sembari memegangi tali kekang Reggie.

"Mereka belum jauh! Anda masih bisa menyusulnya!" Victor terengah-engah.

Dalam hati, Orion bersyukur atas keberadaan dua ksatrianya yang ternyata bisa diandalkan di saat-saat genting seperti sekarang. Dengan cepat, dia menghampiri Reggie dan menaikinya.

"Kau masih berhutang penjelasan padaku, Orion!" Ayahnya berseru dari lobi.

"Kita akan bicara nanti, Ayah!" sahut Orion, menarik tali kekang kuda hitamnya dengan kuat dan berderap keluar kastil.

Kumohon biarkan aku menemuinya terakhir kali, Orion berdoa dalam hati seraya menggenggam bungkusan di tangannya erat-erat.

Dan Tuhan mendengar doanya. Tak lama setelah memacu kudanya menyusuri jalur utama istana menuju perbatasan, dia dapat melihat dua buah kereta kuda dengan bendera kerajaan Eridanus di puncaknya. Lega setengah mati, Orion mempercepat laju Reggie sambil berseru kepada kusir kereta, "Berhenti!"

Para ksatria Eridanus yang mengawal dua kereta itu celingukan waspada. Begitu mendapati Pangeran Centauri berderap dengan kudanya sendirian menghampiri mereka, wajah-wajah mereka berubah keheranan.

"Yang Mulia Orion?" tanya salah satu ksatria, yang sepertinya merupakan kepala ksatria.

"Ada apa, mengapa kita berhenti?" kepala Raja Castor muncul dari dalam kereta yang paling depan, "Orion? Apa yang kaulakukan di sini?"

"Saya minta maaf karena melewati acara perpisahan Anda tadi, Yang Mulia."

"Tidak apa-apa, Nak."

"Saya ingin meminta izin Anda untuk bicara dengan Putri Carina sebentar." kata Orion dengan nada mendesak.

Raja Castor hanya diam memandangi Orion selama beberapa saat, sebelum akhirnya dia menyunggingkan senyuman penuh pemahaman. Pria itu mengangguk dan berseru kepada para pengawalnya, "Kita akan jalan terlebih dulu."

"Baik, Paduka." si kepala ksatria menunduk dan memberi instruksi kepada yang lainnya. Kereta Raja Castor mulai bergerak maju kembali.

"Kunjungi kami kapan-kapan, Orion!" sang Raja berseru dari dalam keretanya.

"Anda bisa pegang janji saya, Yang Mulia!" Orion balas berseru kepadanya.

"Orion?"

Orion menoleh, melihat Carina telah membuka pintu keretanya, menatapnya dengan pandangan terkejut. Ketika melihat sang Putri hendak turun dari kereta, Orion buru-buru mencegahnya.

"Jangan turun. Aku tidak akan lama, aku tidak ingin memisahkan keretamu dengan kereta Raja terlalu jauh demi keamanan." Orion menuruni Reggie dengan cepat dan menitipkan tali kekangnya pada salah satu ksatria yang masih tinggal di situ untuk mengawal kereta Carina. Kemudian Orion menghampiri pintu kereta dan berdiri di hadapan gadis itu.

"Aku minta maaf karena melewatkan perpisahanmu." ujarnya seraya menggaruk tengkuk, "Aku ketiduran, jika saja Stefan tidak membangunkanku--"

"Tak apa." Carina memotong penjelasan panik Orion sambil tersenyum, "Aku senang kau di sini sekarang. Menyusulku bersama Reggie dengan penampilan yang serampangan namun hebat."

Orion langsung menyadari kondisi rambutnya yang berantakan akibat berkuda dalam kecepatan tinggi dan seragam birunya yang dua kancing atasnya terbuka, "Oh, sial."

Carina tertawa, "Itu kedua kalinya aku mendengarmu mengumpat!"

"Maaf..."

"Tidak apa." tawa Carina mereda menjadi senyuman kecil, "Jadi, apa yang ingin kaubicarakan?"

Orion menatap Carina lurus-lurus.

"Aku ingin menyampaikan bahwa kunjunganmu entah bagaimana telah menjadi hadiah yang... di luar dugaanku."

Senyuman di wajah Carina memudar.

"Kau bersikeras mengajariku berbagai hal, memaksaku keluar dari zona nyamanku dan membuatku merasakan berbagai emosi yang baru pertama kali kualami." Orion mengungkapkan, "Karena itu, aku ingin berterima kasih kepadamu atas tujuh hari ini. Tujuh hari terbaik dalam hidupku sejauh ini."

Carina tidak berkata apa-apa. Gadis itu hanya memandangi Orion dengan sorot yang tak terbaca.

"Dan... sebagai tanda terima kasih, aku ingin memberikanmu ini." Orion meraih tangan Carina dan meletakkan bungkusan kain kecil yang sedari tadi digenggamnya dengan erat hingga nyaris tak berbentuk.

"Apa... apa ini?" tanya Carina, terdengar agak serak karena emosi ketika dia akhirnya membuka suara.

"Itu adalah bibit blue iris yang sama dengan yang tumbuh di danau istana Centauri."

Carina mengerjap kaget.

"Apa kau tahu makna dari blue iris?" tanya Orion.

Carina menggeleng pelan.

"Bunga itu melambangkan kesetiaan dan harapan." Orion tersenyum memandangi bibit di tangan Carina, kemudian pandangannya naik dan menemukan mata gadis itu. "Kesetiaanku dan harapanku. Terhadapmu." 

Carina hanya memandangi Orion takjub, gadis itu tampak kehilangan kata-kata. Sementara rasa malu mulai merayapi pemuda itu hingga tengkuk dan kedua telinganya memanas.

"Aku memintanya dari tukang kebun istana... dan kebetulan ternyata kami masih memilikinya." jelas Orion sedikit kikuk, "Maaf aku tidak bisa memberikan sesuatu yang lebih berharga untukmu, tetapi itu satu-satunya hal yang terpikirkan. Mungkin setibanya di Eridanus, kau bisa meminta seseorang untuk menanamkannya di danau istana. Ah... tapi aku tidak tahu apakah di sana terdapat--"

"Kami punya kolam," Carina lagi-lagi menghentikan ceracauan Orion. Senyumnya kembali terbit, "Tidak sebesar danaumu, tetapi cukup. Aku akan mencoba menanamnya sendiri, dibantu tukang kebunku."

Orion tersenyum lega, "Syukurlah."

Carina memainkan bungkusan di tangannya selama beberapa saat.

"Aku... juga ingin bilang bahwa tujuh hari ini merupakan tujuh hari yang begitu luar biasa bagiku." ujar Carina perlahan, "Dan, aku ingin bilang bahwa seluruh 'pelajaran-pelajaran' itu hanyalah alasan yang kukarang-karang agar kecanggungan kita mencair. Tetapi pada akhirnya... aku malah terpukau sendiri oleh kemampuanmu yang terus menerus berhasil lulus dari poin-poin 'pangeran ideal'ku. Terutama kemarin, ketika kau tampil bersama ayahmu membawakan pidato itu... bagiku, kau sudah menjadi seorang pangeran yang layak. Seorang pemuda berjiwa pemimpin yang rendah hati dan meyayangi keluarganya."

Orion tersentuh pada perkataan-perkataan Carina. Dia menatap gadis itu dengan senyuman kecil di sudut bibirnya.

"Terima kasih karena telah meluluskanku di pelajaran ketujuhku." Orion terkekeh pelan.

Carina mengangguk, "Untuk itu, aku ingin memberikan hadiah personalku untukmu."

Orion tidak menyangka Carina rupanya menyiapkan satu lagi hadiah selain berkotak-kotak teh yang sudah dibawakan dari kerajaan Eridanus sejak hari pertama kedatangan mereka ke Centauri. Dia mengira-ngira apa yang sekiranya disiapkannya di dalam kereta yang tidak terlalu besar itu.

Tetapi ketika sang Putri berlutut di ambang pintu kereta untuk membuat wajahnya sejajar dengan wajah Orion, lalu ketika gadis itu meletakkan satu tangannya di bahu Orion dan membawa wajah-wajah mereka semakin dekat, pemuda itu tahu dia telah salah duga.

Ciuman yang mendarat dengan lembut di bibir Orion saat ini membuatnya nyaris kehilangan kemampuan untuk berpikir, bernapas, maupun berdiri dengan tegak. Detik ketika dia merasakan bibir Carina menyentuh bibirnya, seluruh sensasi yang luar biasa memabukkan itu--seperti yang dirasakannya pada malam festival kembang api di desa--menguasai mulai dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Secara otomatis, satu tangan Orion naik untuk meraih wajah gadis itu, membawa ciuman mereka semakin dalam, sementara satu tangan lainnya melingkari pinggang Carina untuk mendekapnya semakin erat. Namun kemudian Orion teringat Carina masih berada di dalam keretanya dan bila dia menarik Carina terlalu kuat, bisa-bisa sang Putri terjatuh.

"Aku akan merindukanmu..." ujar Orion parau setelah akhirnya keduanya berhasil memisahkan diri dari ciuman mereka yang panjang dan intens, dengan dahi-dahi yang masih saling menempel satu sama lain.

"Aku juga akan sangat merindukanmu, Orion." Carina berkata dengan kedua pipi yang merona hebat dan mata yang berkaca-kaca, "Rasanya aku tidak ingin pergi dari sini..."

"Aku akan mengunjungimu, sesering yang sanggup kulakukan." Orion kemudian membawa gadis itu ke dalam pelukannya yang erat, "Aku berjanji."

Setelah melepaskan pelukannya, sepasang mata sewarna teh itu menatapnya dengan hangat, "Jangan lupa bawakan aku pai rhubarb setiap kunjunganmu."

Orion menyunggingkan cengiran lebar, "Sesuai keinginanmu, Tuan Putri."

Pada akhirnya, ketika keduanya sudi untuk melepaskan diri satu sama lain--juga akibat dehaman malu-malu salah seorang ksatria yang sedari tadi berpura-pura tidak melihat apapun--Carina menutup pintu keretanya dan rombongan itu kembali melanjutkan perjalanan.

Selagi memandangi kereta Carina menjauh dari pandangannya, Orion tersenyum sendiri. Sulit rasanya mempercayai bahwa gadis blak-blakan yang baru dikenalnya selama tujuh hari itu sanggup mencuri hatinya dalam sekejap. Dan Orion rasanya ingin menendang tulang keringnya sendiri mendapati dirinya nyaris tak dapat menahan diri untuk menghentikan sekali lagi kereta hijau-emas itu demi menarik Carina kembali ke dalam dekapannya.

Sundulan dari moncong Reggie di pipinya itulah yang menarik Orion kembali ke bumi. Kuda itu mendengus keras, seolah menyuruh sang Pangeran untuk menguasai dirinya dan mengingatkan bahwa dia masih punya banyak hal untuk dikerjakan setelah ini. Orion menaiki Reggie dan menepuk-nepuk lehernya.

"Ya, ya, kau benar. Ayo kita pulang ke rumah."

Rumah.

Dulu, Orion menganggap istana besar dengan dinding-dinding kokoh itu sebagai sebuah rumah semata-mata karena ayah dan ibunya tinggal di sana. Namun setelah kepergian sang ibu, tempat itu sempat mendingin.

Rumah.

Sekarang, kata itu bergaung sedemikian hebatnya di dalam diri Orion, terasa begitu nyata dan membanjiri dadanya dengan kehangatan yang sudah lama tidak dirasakannya. Sekarang, istana itu kembali terasa seperti rumah. Ralat, bukan hanya istana. Rumah baginya saat ini begitu hangat karena kehadiran ayahnya, pamannya, Sir Leonis, Stefan, Victor, para pekerja istana... juga seluruh rakyat Centauri.

Dan, walaupun setelah ini harus pulang untuk menghadapi sang Ayah beserta konsekuensi dari runtutan kegiatan ceroboh yang dilakukannya selama beberapa hari belakangan, Orion sama sekali tidak menyesal.

Karena segala kegiatan ceroboh itu telah menuntunnya menemukan hal yang amat berharga.

Keluarga yang ingin dia lindungi dan dia buat bangga.

Keluarga yang senantiasa membantu dan mendukungnya untuk terus berusaha menjadi versi terbaik dirinya.

Keluarga yang dikasihinya, yang berhak menilai apakah Orion akan menjadi seorang Pangeran Yang Layak suatu hari nanti.

👑

THE END

👑

Stefan: *membungkuk dalam-dalam* "Terima kasih karena sudah menyempatkan diri membaca kisah Pangeran Orion dan Putri Carina. Jika berkenan, ada pesan dari penulis setelah bab ini--"

Victor: "Silakan mampir di cuap-cuap penulis! Dan bagi yang ingin titip salam untuk Pangeran Orion, silakan ambil antrean dan saya akan usahakan beliau bisa--hmmmhph!"

Stefan: *sambil menekap mulut Victor* "Sayangnya, Yang Mulia Pangeran Orion cukup sibuk setelah ini. Silakan kunjungi Writer's Note."

Victor: *berjuang meloloskan diri dari tangan-tangan Stefan* "Sampai jumpa lagi semuanya!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top