Di Balik Kamar Wanita Penghibur (Bagian 1)
"Madam aku ingin malam ini bersama Rose, aku tidak ingin yang lainnya."
"Mr. Antonie maafkan aku, tapi malam ini sudah ada dua pria lainnya yang membayar lebih dulu untuk menghabiskan malam mereka bersama dengan Rose."
"Kalau begitu aku akan membayar untuk besok malam."
"Maaf lagi Mr.Antonie jadwal Rose sudah penuh sampai minggu depan."
Pria di hujung telpon itu mengumpat sambil mematikan sambungan telponnya, sementara Madam Bertha menghela napasnya. Seorang wanita asuhannya mendekati Madam Bertha. "Madam kenapa tidak menawarkan aku saja jika Rose tidak bisa."
"Aku baru ingin berbicara tapi dia sudah mematikan sambungan telponku," jawab Madam Bertha kesal. Kemudian bintang tempat hiburan itu atau lebih tepatnya bunga yang di puja-puja seluruh daratan Edinburgh itu muncul, wajahnya yang cantik berseri dengan rambut ikal bergelombang berwarna coklat ke-emasan.
"Ada apa?" tanya Rose kemudian semua menggelengkan kepalanya. Mereka mengakui kecantikan Rose, begitu juga Madam Bertha. Dulu Rose tidak seperti ini, kecantikannya bertambah semenjak dia meminta bantuan kepada Madam Bertha. Rose juga bukan nama aslinya, tidak pernah ada yang tahu siapa namanya. Berita yang terdengar hanya dia saat itu berdiri tepat di depan rumah bordir milik Madam Bertha lima tahun yang lalu, kemudian seorang pria datang menawarnya. Madam Bertha mengatakan kalau Rose bukanlah salah satu anak asuhnya, tetapi Rose menawarkan diri untuk bergabung bersama di rumah bordir itu.
Semenjak saat itu ramai para Pria mendatangi rumah bordir Madam Bertha, dari pedagang sampai kalangan pejabat berbagai daerah dan satu yang tidak bisa Madam Bertha tolak meski jadwal Rose sudah penuh adalah seorang Pangeran yang rutin menemui Rose setiap bulannya. Rose juga tidak sembarangan memilih pria yang bisa tidur dengannya, mereka haruslah pria kaya dan memiliki wajah serta postur tubuh yang bagus menurutnya. Madam Bertha setuju dengan permintaan Rose itu, karena Rose masuk bukan dia beli melainkan dengan suka rela, dia sudah beruntung karena Rose mau bekerja dengannya. Rose juga tidak banyak tingkah seperti kebanyakan anak asuhnya, permintaan Rose hanya satu yaitu dia ingin rutin melakukan perawatan wajah serta tubuhnya.
Tidak ada yang mengerti mengapa Rose ingin menjadi wanita penghibur, padahal saudagar kaya sudah pernah memintanya menjadi istri bahkan juga Pangeran yang rutin mendatangi Rose itu sudah pernah meminta Rose untuk pindah ke istana agar menjadi selir kesayangannya. Diberikan semua fasilitas, dan jika memungkinkan Rose juga akan dia jadikan istri 'sah' nya. Rose menolak mereka semua, tidak ada yang membuatnya tertarik untuk pergi dari neraka yang dia ciptakan itu.
Rose memiliki bola mata berwarna biru, dan dia terlihat sangat tenang. Aura anggun serta kecantikannya itu terpancar begitu saja. Namun, Rose masih ramah kepada wanita lainnya, tapi juga tidak suka untuk bergabung untuk sekedar bercerita bersama.
"Madam sampai jam berapa jadwalku malam ini? aku lupa," kata Rose kemudian Madam Rose berjalan mendekatinya.
"Kau diminta menemani Pangeran Mark malam ini di kastilnya sampai besok pagi." Rose memakan apel yang dia pegang, duduk di kursi goyang sambil menganggukkan kepalanya. "Dia akan datang satu jam lagi, aku sudah menyiapkan pakaian lagi untuk kau bawa."
"Ketika aku bersamanya dia tidak menginginkan ku memakai apapun Madam, jadi pakaian itu tidak perlu." Semua wanita yang ada disana tertawa mendengarnya. Setelah itu Rose pergi untuk bersiap-siap.
***
Seorang pria dengan setelan kemeja yang sudah lusuh sedang menatap foto wanita yang pergi darinya. Wanita itu dulunya adalah istri yang sangat dia cintai, wanita yang selalu menunggu kabar dan kembalinya dia ke rumah. Wanita yang melahirkan darah dagingnya seorang putri yang sangat cantik, wanita yang selalu memperhatikannya. Namun, kini wanita itu sudah tidak lagi sama dan pergi meninggalkannya. Dia terlambat menyadari kalau hidupnya berwarna karena kehadiran istri yang begitu mencintainya, Madeleine Margot.
Robbert begitu bodoh dengan terus memanfaatkan maaf dari istrinya. Dia pergi dengan wanita lain selain istrinya, menggoda mereka jika dia merasa bosan dan muak dengan sikap Madeleine.
"Wajar jika kamu merasa bosan denganku, tapi jika cinta itu benar ada dihatimu kau harusnya menjaga janji pernikahan kita. Kau harusnya memikirkan aku saat kau bersama mereka, apa maafku tidak juga cukup selama ini?"
Saat itu harusnya pria itu sadar itu adalah kalimat yang menggambarkan bagaimana hancurnya hati istrinya. Namun, lagi untuk kesekian kalinya dia ketahuan oleh Madeleine telah mengkhianati wanita itu, dengan seorang wanita penghibur. Saat itu dia merasa selingkuhannya itu begitu menyenangkan, tidak seperti Madeleine. Malam dimana ia kembali ke rumah, dia melihat rumah yang rapi seperti biasa. Madeleine duduk di meja makan bersama anak mereka, Mad__panggilan pria itu untuk istrinya tidak tersenyum, tapi tetap mengambilkan makan untuknya.
Hingga saat anak mereka satu-satunya sudah masuk kedalam kamar Madeleine berkata ingin pergi. Awalnya Robbert menahannya, tetapi dia terpancing emosi ketika Madeleine berkata lelah dengan hidup yang Robbert berikan untuknya. Dengan tangis Madeleine masuk ke dalam kamar anak mereka, Robb juga tidak mengejarnya dan meminta maaf. Hanya kehampaan di pagi hari yang menyapa Robb, menyadarkan pria itu kalau Madeleine pergi membawa anak mereka. Tidak ada kalimat apapun atau bahkan surat yang Madeleine tulis untuknya, Robb pagi itu hanya merasa sangat marah.
Hari-hari yang dia lalui tidak lagi sama, dia menyesal membuat wanita yang mencintianya sepenuh hati itu pergi. Dia menyesal, tetapi itu sudah tidak ada gunanya lagi. Dia mencari Madeleine ke kota asalnya, dan menemukan fakta bahwa enam bulan setelah Madeleine kembali ke kotanya putri mereka meninggal dunia karena wabah demam. Madeleine pergi setelah satu bulan kepergian anak mereka, tidak ada yang tahu kemana Madeleine pergi, dan semenjak itu Robb terus mencarinya. Hingga dia mendengar seorang pelaut mengatakan ada wanita yang memiliki kulit seputih porselen dan juga rambut yang ikal berwarna coklat yang menjadi primadona di Edinburgh. Entah mengapa Robb yakin wanita yang diceritakan itu adalah istrinya, atau lebih tepatnya mantan istrinya.
Meski menampik jika Madeleine menjadi wanita penghibur, bahkan dia tidak bisa membayangkan tubuh istri yang dulu ia miliki menjadi milik Pria lain, dia tetap pergi dari Paris menuju Edinburgh. Menaiki kereta api dan menempuh perjalan yang cukup jauh, setelah tujuh tahun dia tidak bertemu dengan Madeleine akhirnya Robb bisa melihat wanita itu lagi. Madeleine berubah jauh lebih cantik dari dulu. Menggunakan kain pakaian yang mahal, Madeleine naik ke sebuah kereta, yang tampak seperti kereta milik bangsawan. Madeleine menoleh kepadanya, tapi secepat mungkin wanita itu membuang muka.
"Mad...Mad," panggil Robbert yang tidak di hiraukan oleh Madeleine sampai kereta itu pergi menjauh meninggalkannya. Ada seorang pria dan wanita yang menghampiri Robbert, mereka menatap Robbert penuh tanda tanya. "Kau mengenal Rose?" tanya wanita dengan topi yang menghias kepalanya.
"Siapa Rose?"
"Wanita yang kau lihat naik ke kereta itu, yang pergi bersama Pangeran Mark David."
"Dia bukan Rose, dia Madeleine istriku," jawab Robb membuat pria disampingnya tertawa.
"Hei bung, Rose sudah menjadi Primadona sedaratan Edinburgh bahkan mungkin kecantikannya terdengar ke luar wilayah kami selama lima tahun ini. Dia bekerja di rumah bordir milik Madame Bertha, kau tahu tidak sembarang orang bisa menghabiskan malam bersamanya. Yang aku dengar juga bukan hanya wajahnya yang menawan, tapi juga tubuh dan gerakannya di ranjang." Robb yang tidak tahan mendengar hal itu langsung memukul wajah pria asing tersebut.
Karena hal itu dia menjadi berkelahi dan dipukuli oleh penduduk setempat, dengan wajah babak belur Robb menepi ke pinggiran toko yang sudah tutup. Dia kedinginan menunggu kembalinya Madeleine. Robbert sangat ingin meminta maaf kepada wanita itu, dia sangat ingin membawa Madeleine kembali ke rumah mereka dulu. Menjadikan Madeleine hanya miliknya seorang, air mata Robb yang jatuh tanpa henti menarik perhatian Madame Bertha yang memperhatikan Robbert dari kaca jendela.
"Hei...kau ingin menunggu Rose kembali?" Robbert mengangguk saat wanita yang sudah berumur itu bertanya kepadanya.
"Masuklah ke dalam sana, Rose tidak akan kembali malam ini. Dia pergi ke kastil Pangeran Mark, dan akan kembali besok malam atau mungkin sore paling cepat." Robbert mengucapkan terima kasih kepada Bertha.Beberapa wanita teman Madeleine mengamati Robbert, tapi mereka tidak bertanya lebih jauh.
***
Di sebuah kastil yang sangat mewah Rose menjalankan pekerjaannya dengan baik seperti biasa, senyumnya yang menawan dan menggoda itu membuat Mark tidak bisa berpaling. "Rose menikahlah denganku," katanya sambil memeluk tubuh Rose yang kini berada di sampingnya.
"Aku tidak ingin menikah Pangeran, apalagi dengan pria sepertimu. Itu hanya akan melukai aku, kita tidak sepadan."
"Kalau begitu jadilah milikku, aku akan membawamu keluar dari dalam rumah bordir itu. Aku ingin kau hanya menjadi milikku, tubuhmu dan wajah ini semua menjadi milikku. Aku akan memberikan rumah, lahan pertanian beserta dengan pekerja untukmu. Aku akan membiayai hidupmu, dan aku ingin memiliki anak darimu Rose. Aku benar-benar jatuh cinta kepadamu," kata Mark bersungguh-sungguh. Rose yang mendengar perihal anak menjadi tersentuh, tidak pernah dia duga kalau masih ada pria yang menginginkan anak dari seorang wanita kotor sepertinya.
"Aku tersentuh mendengarnya Pangeran, tapi aku takut." Rose bangkit, dia tersenyum kepada Pangeran itu kemudian gerakan tangan Mark meminta Rose untuk naik ke atas tubuhnya.
"Apa yang kau takutkan, setelah aku menjadi Raja tidak akan ada yang bisa menentang keputusanku, dan jika kau mau menunggu hingga saat itu tiba aku bisa menikahimu secara resmi. Apa kau mau?" Rose tersenyum, dia belum menjawab pertanyaan itu. Rose malah mencium bibir Mark, melakukan lagi tugasnya dengan sangat baik. Membuat Mark terus menginginkannya, jika bukan karena tugas di kerajaan dan mengabdi kepada rakyat, Mark sangat ingin setiap hari hanya bersama dengan Rose saja.
Setelah mencapai puncak bersama-sama Rose yang masih berada di atas Mark mengusap wajah pangeran tampan itu. "Pangeran aku hanyalah seorang janda sebelum menjadi wanita penghibur, aku pernah menikah dan suamiku memilih wanita lain untuk menghibur dirinya, jika dia merasa bosan denganku. Terakhir kali dia berselingkuh dengan seorang pelacur, hal yang juga aku lakukan saat ini." Mark terkejut mendengarnya, wajah Rose tidak terlihat sedih, tapi juga dia tidak menangis, hanya senyum tipis yang wanita itu tunjukkan. "Aku memiliki seorang Putri, yang kemudian meninggal karena aku tidak memiliki cukup uang untuk membawanya berobat, tidak mampu memberikannya makanan yang layak. Namaku adalah Madeleine Morgot, sebelum aku rubah menjadi Rose." Mark duduk lebih tegap, dia memeluk tubuh Rose yang rapuh itu. "Setelah aku mengatakan semua ini, mungkin Anda bisa memikirkan kembali apakah anda mau hidup denganku sampai maut memisahkan dan akan setia kepadaku selamanya. Karena jika kau hanya menginginkan kesenangan sesaat bersamaku, aku memilih untuk hanya menjadi pelacurmu saja Pangeran."
Mark mencium bibir Rose, ciuman itu lebih dalam. Mark ingin menghilangkan sedih yang melanda malam berharga dia dengan Rose. Sejujurnya memang hanya Mark yang bisa membuatnya merasakan sensasi seperti ini. Mungkin karena diam-diam Rose juga mencintai Pangeran tampan yang sedang menjamah seluruh tubuhnya tersebut. Banyak pria yang sudah menyentuhnya, tapi hanya Mark yang berhasil membangkitkan gairahnya lagi. Dia tidak pernah menikmati hubungan intim seperti ini, selain dulu bersama mantan suaminya. Hanya dengan Mark dia kembali mampu merasakan desiran indah itu.
"Rose sayangku, aku mencintaimu." Mark menyebutkan namanya saat pria itu sudah mencapai puncak bersama dengannya.
***
Robbert diberi makan oleh Madame Bertha, wanita tua ini memang baik dan yang dia ucapkan benar karena Madeleine belum juga kembali. Hingga malam hari, wanita yang tersenyum manis itu akhirnya dapat Robbert lihat. Pria berdarah bangsawan ikut turun bersamanya, tepat di depan pintu rumah bordir, mereka berdua berciuman, membuat iri serta sakit hati Robbert kepada mereka.
Mark pergi setelah berbicara dengan Madame Bertha dan juga meminta pengawalnya membawa naik semua hadiah yang dia berikan untuk wanita yang membuatnya jatuh hati. Saat Mark pergi, baru Rose sadari ada Robbert yang menunggunya tepat dibawah tangga. "Mad, aku ingin berbicara."
"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, dan aku beritahu wanita bernama Madeleine sudah mati tujuh tahun lalu di Paris."
Bersambung....
Ini berlanjut ke bagian dua ya...aku lanjut besok kalau kalian komentar...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top