Prolog
Akhirnya penerbit mengizinkan naskah ini di-posting di Wattpad. Hanya saja, aku belum pastiin apakah naskah akan diunggah utuh sampai selesai, ataukah beberapa bab akhir akan ditahan. Yang jelas (kalau tidak ada perubahan rencana), naskah ini akan terbit nggak lama setelah bab akhir (yang belum tentu tamat itu) di-unggah di Wattpad. Jadi kalau takut kena PHP, dan nggak berniat beli naskah terbit, aku nggak saranin untuk baca. Oke, hepi reading en lope-lope yu ol, Gaessss....
**
Akhirnya. Akhirnya penantiannya selama bertahun-tahun akan segera berakhir. Seperti kata orang-orang, semua akan indah pada waktunya. Dan waktu Kessa untuk mendapatkan keindahan itu, impiannya selama bertahun-tahun akan segera terwujud. Tinggal menghitung waktu. Tepatnya, beberapa jam lagi.
Buket mawar putih yang dipadu dengan baby breath kiriman Jayaz tiba di meja Kessa sebelum jam makan siang tadi. Buket bunganya yang pertama dari Jayaz setelah mereka pacaran selama 6 tahun. Kartu kecil yang menyertai buket itu adalah pesan manis yang mengatakan bahwa Jayaz telah mereservasi tempat di salah satu hotel bintang lima untuk makan malam mereka. Bukan sembarang restoran, tetapi itu adalah rooftop restaurant yang mahal. Seperti buket bunga tadi, ini adalah rooftop pertama mereka.
Mereka sudah sering makan di fine dining restaurant, tetapi rooftop restaurant untuk makan malam tentu saja suasananya beda. Kessa tahu tidak mudah mendapatkan tempat di restoran itu. Dan dengan undangan yang manis seperti ini, semuanya tentu saja menjadi sangat mudah ditebak.
Kessa mengamati jari-jarinya. Apakah dia sebaiknya perlu mampir di salon untuk manikur lebih dulu? Jari yang cantik saat disematkan cincin akan terlihat semakin menawan. Sayangnya dia tidak akan sempat ke salon. Ada meeting bersama para petinggi dan bos besar untuk membahas rancangan acara baru yang akan ditayangkan stasiun televisi tempatnya bekerja sebagai produser. Namun, dia pasti akan menyempatkan mampir ke mal untuk membeli gaun baru. Kessa tentu tidak ingin dilamar dengan seragam kantor yang entah sudah berapa ratus kali dia pakai. Kalau dipikir-pikir lagi, dia memang cenderung pelit untuk urusan fashion, padahal penghasilannya lebih dari cukup. Kessa tidak pernah terlalu ambil pusing dengan urusan penampilan, karena meskipun Jayaz selalu tampil layaknya eksekutif muda yang up to date terhadap penampilan, dia tidak pernah protes soal penampilan Kessa.
Sebelum sepakat pacaran 6 tahun lalu, Kessa dan Jayaz sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka bersekolah di yayasan yang sama sejak TK, kenal baik sejak SD, mulai bersahabat di SMP, dan Kessa jatuh cinta kepada Jayaz saat mereka di SMA. Yap, cinta pertama. Hanya saja, karena Jayaz waktu itu tertarik dan akhirnya pacaran dengan cewek lain yang memang luar biasa cantik, Kessa menelan perasaan itu dalam-dalam. Meskipun patah hati, dia berusaha terlihat tegar, dan mendukungnya sebagai sahabat. Munafik memang, tetapi bersandiwara memang keahlian perempuan. Menangis di dalam kamar, tetapi bersenyum sambil menemani Jayaz membeli kado untuk pacarnya bisa Kessa lakukan di hari yang sama.
Mereka berpisah setamat SMA. Jayaz kuliah bisnis di Inggris, sedangkan Kessa belajar jurnalistik, seperti yang selalu dia inginkan. Mereka bertemu lagi saat reuni SMA tujuh tahun lalu, kembali jalan bersama layaknya sahabat, dan ketika mereka akhirnya putus dari pacar masing-masing, Kessa dan Jayaz sepakat berkomitmen sebagai pasangan.
Itu proses yang alami. Kessa tahu dia akan menghabiskan sisa hidup bersama Jayaz saat laki-laki itu memintanya berkomitmen sebagai kekasih. Dua tahun terakhir hubungan mereka sebagai pasangan memang tidak terlalu mulus, karena mereka akan berselisih pendapat saat Kessa memulai pembicaraan tentang hubungan yang lebih daripada sekadar pacaran.
Jayaz belum siap untuk komitmen sebesar itu. Tetapi hubungan mereka sebagai teman atau sahabat luar biasa. Jayaz bisa diandalkan untuk semua pekerjaan yang tidak sempat dikerjakan Kessa. Membawa mobilnya ke bengkel, membereskan apartmen Kessa yang berantakan karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaan, sampai mencucikan pakaian Kessa yang menumpuk dalam keranjang bisa Jayaz lakukan. Laki-laki itu memang sangat mencinta kebersihan dan kerapihan. Melihat tumpukan pakaian kotor dalam keranjang saat datang ke apartemen Kessa akan menganggunya.
Tetapi keraguan Jayaz terhadap komitmen akhirnya berakhir. Bunga, kartu, dan rooftop restaurant adalah buktinya. Kessa terus tersenyum menatap kartu di tangannya. Umur mereka memang sudah tidak muda lagi. Ini saatnya untuk membangun keluarga bersama.
Senyum Kessa semakin lebar saat melihat pesan Jayaz di gawainya.
Jangan lupa nanti malam
Tentu saja dia tidak akan lupa. Kessa membalas pesan itu sebelum berusaha kembali fokus pada Macbook-nya.
Jayaz sudah ada di restoran saat Kessa tiba di sana pada pukul 8 malam. Dia terlihat tampan dengan kemeja biru yang dipakainya. Kapan sih Jayaz tidak terlihat rapi dan tampan.
"Hai, sudah lama?" Kessa duduk pada kursi yang ditarik Jayaz untuknya. Dia memperhatikan suasana restoran yang temaram. Meja mereka yang terpisah agak jauh dari meja lain diterangi nyala lilin. Jayaz jelas menginginkan suasana yang intim dan pribadi. Laki-laki itu memang selalu bisa romantis kalau suasana hatinya sedang bagus. Dia bisa saja muncul tengah malam di studio saat Kessa harus lembur untuk mengawasi paskah produksi acaranya yang kejar tayang.
"Belum sepuluh menit kok." Jayaz membalas senyum Kessa. Dia terlihat sedikit canggung. Kessa bisa memahaminya. Semua laki-laki pasti akan bersikap seperti itu saat akan melamar, kan? "Oh ya, ini untuk kamu." Jayaz mengulurkan sebuket mawar merah.
Dua buket mawar sehari. Ini akan jadi lamaran yang benar-benar romantis. "Kamu sebenarnya nggak perlu melakukan ini." Kessa menyambut mawar itu. Dia menghirup aromanya sebelum meletakkan di atas meja. Seharusnya dia menyempatkan ke salon tadi. Jayaz sudah berusaha sekeras ini untuknya. Hatinya terasa hangat.
"Aku harus mengatakan sesuatu." Jayaz meraih tangan Kessa dan menggenggamnya erat. "Tapi sebaiknya kita makan dulu. Aku sudah pesan wine. Iya, aku tahu kamu nggak minum, tapi aku butuh itu."
Untuk perayaan. Kessa bisa mengerti itu. Tapi rasanya dia tidak bisa menunggu selama itu. Tunggu dulu, apakah cincinnya diselip dalam dessert? Itu konyol sih, tapi dia tidak keberatan. Spesialisasi Jayaz bukan di dunia kreatif, jadi dia mungkin saja mencontek cara lamaran dari salah satu adegan dalam film drama romantis yang pernah mereka tonton.
"Apakah harus diomongin setelah makan?" Kessa memutuskan menawar. "Aku nggak keberatan mendengar beritanya sekarang."
"Benarkah?" Jayaz terlihat semakin ragu. Kessa bisa merasakan telapak tangan laki-laki yang sedang menggenggam jari-jarinya itu berkeringat. Dia berusaha menyembunyikan senyum. Jayaz belum pernah bertingkah seperti ini sebelumnya. Pun, tidak waktu memintanya menjadi pacar. Tapi melamar memang berbeda level daripada sekadar pacaran.
"Iya. Ayolah, ini aku, Yaz. Kamu bisa mengatakannya sekarang. Sekarang atau nanti nggak akan bedanya, kan?"
Jayaz mengangguk. "Memang nggak ada bedanya." Dia mengelus-ngelus punggung tangan Kessa. "Sa, kamu tahu kan kalau aku sayang banget sama kamu? Kita sudah bersama-sama sejak kecil. Rasanya sulit membayangkan kalau kamu nggak ada dalam hidup aku."
Pembuka yang bagus. Kessa mengangguk-angguk. Dia merasakan hal yang sama. Bersama Jayaz adalah hal paling mudah dalam hidupnya. Mereka tim yang kompak dan saling mendukung.
"Aku nggak bisa kehilangan kamu. Kamu sahabat luar biasa. Aku nggak akan pernah menemukan orang seperti kamu yang sangat suportif pada semua hal yang aku lakukan."
Sahabat? Senyum Kessa berganti dengan ekspresi sedikit bingung. Namun dia terus mendengarkan.
"Kita adalah pasangan sahabat yang luar biasa, tetapi hubungan kita sebagai pasangan kekasih nggak akan berhasil, Sa."
Tunggu dulu. "Apa?"
"Aku nggak bahagia dalam hubungan kita, Sa. Aku minta maaf, tapi aku mau kita putus."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top