C h a p t e r 1 3
***
Mahendra terus-terusan menatapku dengan pandangan bertanya. Pasalnya, semenjak kejadian di sekolah sewaktu itu, aku cenderung banyak bicara dan langsung mengeluarkan apa yang ada di dalam kepalaku. Tidak seperti sebelumnya yang kesan nya amat sangat berhati-hati dan mementingkan perasaan orang lain, di bandingkan perasaan tidak enak jika menyampaikan pendapat.
"Apa?" tanya ku sinis.
Memutar bola mata malas. Mahendra mendorong kursi belajar semakin mendekat dengan tempat tidur, membuat empat roda harus bekerja ekstra karena harus menahan berat badan Mahendra
"Mas, kemarin gue lihat Anton sama Mbak Kayla."
Sebelah alisku terangkat. "Di mana?"
"Di kedai sebrang, berduaan, genggaman tangan."
"Terus kenapa? Biarin aja, mereka punya tangan punya uang ini."
"Iya sih," ujar Mahendra membenarkan. Bola mata itu bergerak ke samping, menatapku. "Nggak cemburu Mas?"
"Nggak, biasa aja."
"Iya sih, kalau Mas cemburu pasti hujan."
Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba langit mengeluarkan suara kerasnya, bersamaan dengan rintikan air hujan yang perlahan-lahan semakin deras, membuat Mahendra melemparkan tatapan yang menghakimiku, di tambah lagi dengan senyuman meledek yang sangat kontras di wajahnya, membuatku semakin malas menanggapinya.
"Tcih, ternyata langit lebih jujur saat ia berkata cemburu karena si 'penyuka hujan' kini tengah cemburu karena kekasihnya pergi bersama sahabatnya sendiri."
Menghela napas panjang. tangan kanan ku bergerak mengambil guling dan memeluknya erat. "Udah lah, biarin aja dia mau jalan sama siapa aja juga, memangnya Mas berhak cemburu kalau kebahagiaan dia ternyata sama Anton?"
"Mas cemburu karena Mbak Kayla jalan sama Anton, atau Anton yang jalan sama Mbak Kayla?"
"Ya karena Kayla jalan sama Anton lah, yakali Mas cemburu Anton jalan sama Kayla." Menggeleng ribut. "Mas gini-gini masih waras walaupun si Anton hampir cium Mas di kelas!"
Mendengar itu, Mahendra membulatkan kedua matanya dengan tangan yang menutup bibir. Seakan tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. menepuk dahi kencang, aku menenggelamkan wajahku pada bantal. Semenit kemudian, aku merasakan tempat tidurku terguncang hebat, dengan tangan yang memeluk tubuhku dari samping.
Dahiku mengerut, dalam. Aku hafal benar bau minyak wangi ini, ini minyak wangi yang sering di gunakan oleh Kayla. Saat menjauhkan wajahku dari bantal, aku melihat Kayla tengah tersenyum manis dengan tubuh yang semakin mendekat. Menoleh ke tempat Mahendra berada sebelumnnya, anak itu sudah menghilang, meninggalakan aku dan Kayla di dalam kamar.
"Kapan datang?" tanyaku.
"Tadi, dari kamu ngobrol sama Mahendra, tapi aku nggak enak ganggu, jadi aku temenin Mama di bawah."
Mengangguk kecil. "Kamu kesini naik apa?" tanyaku dengan merubah posisi menjadi duduk dengan punggung yang bersandar pada sandaran tempat tidur. "Mmhh... aku tadi di antar sama Mas Kur, aku kangen banget sama kamu..." jawab Kayla dengan duduk di atas kedua pahaku, wajahnya menghadap perpotongan leherku, dengan pipi yang di sandarkan pada bahuku.
Menarik Kayla semakin mendekat, tanganku mengusap-usap punggung Kayla yang terhalang baju dengan lembut. "Kamu kangen juga nggak sama aku? Maaf soal yang kemarin-kemarin, aku sadar aku salah, aku janji nggak akan ulangin hal itu lagi." Ucapnya dengan nada menyesal.
"Iya, untuk pelajaran."
Kami berdua sama-sama diam untuk waktu yang lama, sampai tubuhku tiba-tiba membeku saat sebuah kecupan mendarat di perpotongan leherku.
"Kay!" panggilku.
Tak ada jawaban, hanya sebuah kecupan yang berubah menjadi hisaban di perpotongan leher, membuatku reflek menutup mata dengan helaan napas berat. Tangan yang sebelumnya hanya mengusap punggung kini beralih meremat pinggang Kayla yang semakin gencar mencium leherku.
"Kay..." panggilku sekali lagi.
Kali ini Kayla merespon dengan menghentikan aktivitasnya sebelumnya. Menatap kedua mataku lama, Kayla memajukan wajahnya mendekat pada wajahku, saat hidung kami saling bersentuhan, pintu kamarku terbuka lebar-lebar menampilkan Anton yang menatap kami berdua dengan ekspresi terkejut bukan main, di belakang nya terdapat Mahendra yang baru masuk ke dalam kamar, napasnya tak beraturan, membuat Kayla menyembunyikan wajahnya pada perpotongan leherku.
"Kalian lagi ngapain?" tanya Anton.
Berdecak kesal. Jemari kaki ku menjepit selimut yang ada di bawah kaki, lalu mengambilnya dengan tangan saat selimut sudah sampai pada jangakauan tanganku. "Jomblo nggak akan tauk gue lagi ngapain." Melirik Kayla sekilas, tangan ku tergerak untuk memasangkan selimut pada punggung Kayla sampai tubuhnya sedikit tertutup.
"Mas, jangan produksi dulu, gue nggak mau punya ponakan!" mohon Mahendra.
"Produksi apaan, Mas nggak ngapa-ngapain sama Kayla."
"Kalau nggak ngapa-ngapain, kenapa harus di tutupin si Kayla, lo yakin tuh celan nya nggak turun?"
Mengumpat. Aku benar-benar mengumpat dan melempatkan jam tangan yang biasanya ku gunakan ke kepala Anton yang saat ini tengah mengaduh kesakitan karena bagian ujung jam yang terkena dahinya.
"Nggak usah ngada-ngada lo, Kayla nggak serendahan itu!" ya, walaupun hampir kelepasan kalau kalian nggak dateng, bahaya juga kalau berduaan sama Kayla sekarang, siapa yang ajarin ya? sambungku dalam hati.
"Kay," panggil ku.
"Apa?" tanya nya dengan kepala yang mendongak.
"Kamu duduk sendiri ya,"
"Nggak mau, mau peluk kamu kayak gini, cuacanya dingin banget, kamu masih aja nyalain AC."
Melirik Mahendra, Anton bergantian, aku berdeham kecil lalu menormalkan suhu AC yang sebelumnya memang sengaja di buat dingin karena cuaca memang sangat panas sebelumnya. "Sudah kan, kamu duduk dulu, aku mau minum."
"Ikut..."
Mengangguk. "Yaudah, bangun dulu."
"Iya,"
Saat Kayla beranjak dari pangkuan ku, Anton berseru keras dengan jari telunjuk yang menunjuk bagian bawah tubuhku. Mahendra dan Anton terbahak bahak sampai Anton mengeluh punggung nya sakit, sedangkan Kayla, kekasihku itu terkesan tidak peduli dan malah tersenyum senang.
Tidak mendengarkan ucapan vulgar yang dikatakan oleh Anton, aku menggenggam tangan Kayla untuk pergi ke dapur. Namun, belum sempat kami berdua keluar dari kamar, Kayla mengeratkan genggaman tanganku dengan kepala yang menengok ke belakang.
"Anton, I warn you! Randu masih normal, dan jangan pernah lakuin atau rencanain hal-hal aneh lagi."
Mengedikkan bahu acuh, Anton tersenyum tipis. "Nggak ada yang tau, jagain aja pacar lo dari sekarang Kay."
"Heh! Amit-amit!" teriak Mahendra dengan menjitak kepala Anton cukup keras. "Jangan coba-coba cium Mas Randu lagi, atau nanti gue adukan ke Mama dan Papa gue kalau lo mulai edan!"
"Gue nggak edan, Hen. Mas lo yang terlalu menggoda, makanya banyak yang berusaha hancurin hubungan Mas lo sama Kayla."
Menggeleng kecil. Aku kembali melanjutkan langkahku dengan Kayla yang berjalan di sebelahku, kepalanya tertunduk, membuat wajah cantiknya tertutup rambut nya yang sudah mulai panjang.
"Kay, nggak usah di dengerin. Anton kelamaan jomblo."
"Tapi apa yang Anton ucapin itu benar,"
"Anggap aja angin lalu, aku udah ada kamu, buat apa cari yang baru."
Melepas genggaman tangan, aku mengambil dua gelas dan air dingin di dalam kulkas, tanganku menuangkan air di dalam botol ke-dua gelas yang sebelumnya sudah ku letakan di atas meja makan. duduk di kursi yang kosong, Kayla kembali duduk di atas pangkuan saat aku ingin minum, dan membuat napasku memberat.
Gila! pikirku. Aku menatap Kayla setengah memohon agar perempuan itu kembali duduk di tempat yang kosong, tetapi hanya rengekan tidak jelas yang keluar dari bibir perempuan itu, selebihnya, Kayla tetap duduk dengan posisi yang sama seperti di kamar tadi.
"Kamu kenapa?" tanyaku.
"Aku nggak suka Anton," ucapnya setengah lirih. "Anton beneran mau rebut kamu dari aku, dia minta tolong sama Vilzha buat manas-manasin aku." Sebelah alisku sontak terangkat mendengar penuturan Kayla yang terkesan random. Bukan nya, Mahendra bilang kemarin Kayla sama Anton jalan bareng? Tapi kenapa tiba-tiba Kayla bilang nggak suka Anton? Pikirku.
"Mana mungkin, kamu ada-ada aja Kay, nggak mungkin Anton begitu."
Kayla menjauhkan wajahnya dari leherku. Menatapku galak, tangan yang menarik telingaku karena tidak percaya dengan apa yang ia ucapkan. "Aku serius, aku nggak bohong Randu, Anton benar-benar ada something ke kamu, tanpa kamu sadar."
"Jadi maksud kamu," tanganku menyentuh kedua paha bawah yang tertutup jeans. "sekarang aku sedang di rebutkan oleh kamu, Anton, dan Vilza?"
"Iya!" berdecak kesal. "Masa kamu nggak sadar sih?" ucapnya kesal. "Kamu seharusnya sadar dong, kamu harus lebih peka biar tau apa yang terjadi di luar jangkauan kamu, di luar nalar kamu, jangan malah kayak gini, aku yang ketakutan sendiri, tau gak!"
"Kay..."
"Aku beneran lagi kesel, keselnya udah di ubun-ubun tinggal meledak, kamu nggak paham apa yang aku rasain ih!"
"Kay, Anton bukan suka sama aku, tetapi kamu."
Ucapanku barusan benar-benar membuat tubuh Kayla membeku. "...Apa?"
"Anton, dia suka sama kamu." Tersenyum kecil, tanganku terangkat mengusap pipi Kayla yang mendadak menunjukkan warna lain dari warna kulitnya. "Aku dengar banyak hal, terutama dari Tika."
"...Randu, aku nggak suka sama Anton, kamu harus percaya itu."
"Percaya, aku percaya."
"Randu... kita baru baikan,"
"Aku maafin, tapi aku mau tanya, siapa yang ajarin kamu untuk buat ini?" tanyaku dengan menunjuk bekas hisaban di perpotongan leherku. Wajah Kayla semakin merona saat ku lemparkan pertanyaan tersebut.
"Itu... Anu..."
"Apa?"
"Itu, yang ajarin, eung... aku di kasih tau sama Tika, katanya biar kamu jadi milik aku selamanya, begitu."
"Kamu tau nggak dampaknya kalau semisal tadi Anton sama Mahendra nggak masuk ke kamar tiba-tiba?"
"Nggak tau,"
Menghela napas panjang. "Besok jangan main sama Tika, kalau di ajarin hal aneh-aneh nggak usah di dengar, kamu hubungin aku, biar aku yang marahin Tika karena ajarin hal-hal nggak berguna ke kamu."
"Iya," terdiam sejenak. Kedua mata Kayla menatapku seperti sebelumnya. "Tapi, kalau semisal Anton sama Mahendra nggak masuk ke kemar, memangnya apa yang bakal terjadi?"
"Mau tau kamu?"
"Iya!"
"Pembuahan."
"HAH?!"
"Hoh," kataku.
"IHH!!! AKU NGGAK MAU DI PANGKU KALAU GITU CARANYA."
"Yaudah, kamu duduk sendiri sana."
"Ish! Tapi udah posisi enak, males geraknya."
"Jangan coba-coba godain aku Kay, khilap itu datangnya tiba-tiba, nggak di rencanain. Jadi jangan macem-macem, untuk yang ini aku bakal diem, kalau besok kamu coba-coba buat ini lagi, Mahendra bakalan dapat ponakan dalam waktu cepat."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top