C h a p t e r 01

"Telinga di gunakan untuk?" tanyamu dengan tanda tanya yang menggantung di langit mulut. Kepalamu menoleh ke arahku dengan sedikit di miringkan. Menghela napas, aku pun menjawab pertanyaan mu dengan setengah hati. "Mendengar." Jawabku tanpa menunjuk kan ekspresi sedikitpun, membuatmu terpekik heboh, bahkan bertepuk tangan heboh sampai membuat semua murid memperhatikan kita berdua.

"Yeaaay..! Benar! Pintar banget sih sayangku ini, mumumu..." kedua tangan mu menangkup wajahku dengan bibir yang di majukan kedepan seolah ingin menciumku saat itu juga. Menepis tanganmu, aku berdecak kesal dengan berkata. "Apasih! Seperti anak kecil saja, sadar umurmu Kayla!"

"Aku 'kan memang masih kecil." Jawabmu tak mau kalah.

"Kelingkingmu yang kecil."

"Randu! Kamu kenapa sih cuek banget!"

"Kalau aku nggak cuek kamu banyak omong." Menatap kedua mata itu malas, aku melanjutkan ucapanku. "Aku bicara sedikit saja kamu langsung heboh seperti sekarang, dan terus bertanya tanpa tau kapan harus berhenti."

Saat Kayla ingin menjawab ucapanku, seorang siswi lainnya memanggil Kayla, membuat dia menoleh ke samping dan langsung berteriak heboh, membuatku reflek memejamkan mata karena benar-benar terganggu oleh suara teriakan yang mengganggu telinga.

"Ayana Kayla Putri!" teriak siswi itu dari depan kelas.

"Sana, buruan pergi. Aku mau tidur." Usirku dengan menenggelamkan wajah pada lipatan tangan.

"Nanti kamu kesepian nggak kalau nggak ada aku?"

"Nggak. Aku tenang kalau nggak ada kamu."

"Benar ya? Awas nanti kalau kamu bilang aku kelamaan di kantin!"

"Selama jangan centil, terserah mau di kantin sampai lebaran gajah juga nggak peduli."

"Ah... aku jadi nggak tega loh ninggalin kamu buat ke kantin."

"Berisik ah! Sana kalau mau ke kantin." Menoleh ke samping, aku melihat siswi yang sebelumnya berada di depan kelas kini tengah menatapku sinis, di tambah lagi tangan itu kini menjitak kepalaku, membuat kedua mataku terpejam erat. aku menahan kesal, emosiku benar-benar terpancing saat ini. "Temanmu bar-bar. Sana pergi kalian!"

Sebelum suaranya menghilang, aku sempat merasakan tangan lentiknya mengusap rambutku yang baru saja di rapihkan oleh Ayahku, hampir botak, namun tidak botak. Hanya di sisakan sedikit.

"Yah, pada akhirnya memang terlalu sepi jika kamu pergi bersama Tika, Kal." Kataku dengan kepala yang terangkat, menatap punggungmu yang perlahan menghilang dari tempat duduk yang ku tempati saat ini.

"Eh! dompet aku ketinggalan!"

Sudut bibirku terangkat sedikit. "Ceroboh." Ejekku dengan mengarahkan kepalaku ke samping, membuat wajahku menghadap tembok.

"Tembok lihat tembok, hiy!" sarkas Kayla. "Aku ke kantin dulu ya, nanti aku belikan susu pisang dan roti kelapa." Lanjutnya dengan kedua tangan yang bergerak seolah memeluk tubuhku, hanya sebentar, namun aku tetap bisa merasakan kedua tangan itu terus memeluk tubuh ini.

"Kamu dan keajaibanmu Kay..." gumamku pelan kemudian menghabiskan waktu istirahat pertama dengan tidur.

***

"Today you will have an English test." Kata guru Bahasa Inggris dengan kedua tangan yang meletakkan buku paket diatas meja kayu.

Selama pelajaran Bahasa Inggris, semua murid di haruskan berbicara menggunakan aksen Inggris, bahkan kalau bisa kami harus mahir menggunakan aksen British, harapan guru itu adalah, agar kami semua mampu berkomunikasi menggunakan dua bahasa, selain bahasa ibu yang sudah di ajarkan sejak kecil.

Jika tidak menggunakan Bahasa Inggris, kami semua akan terkena denda sebesar lima ribu rupiah per-kata. Melirik Kayla, aku diam-diam menyunggingkan senyum tipis saat melihat Kayla menutup bibirnya rapat-rapat, tidak berniat mengeluarkan suara barang sepatah katapun.

"Mr! Kenapa ulangan nya mendadak? saya belum belajar!" protes Anton dengan menggunakan Bahasa Inggris yang lancar, wajahnya terlihat kesal, berbanding berbalik dengan guru Bahasa Inggris yang kini malah tersenyum bahagia mendapatkan protesan seperti itu.

"Suka-suka saya, lagipula saya ingin menguji kalian, apakah kalian belajar di rumah atau malah meninggalkan buku pelajaran dan sibuk bercumbu dengan ponsel kalian sampai tak ingat waktu." Sindir Mr. Adhi dengan senyum menyebalkan.

"Keluarkan buku tulis dan pulpen kalian, tidak boleh mengerjakan bersama-sama dan tidak boleh meminjakmkan alat tulis milik orang lain apalagi dengan teman sebangku."

Membuka buku tulis, mengambil pulpen yang ada di dalam kantong seragam, aku mengabaikan Kayla yang sejak tadi membuka tutup tempat pensil dan tasnya. Menggeser pulpen milikku ke meja Kayla, aku mengambil pulpen dari dalam tas dan kembali duduk dengan tenang. siku tanganku bertumpu di atas meja dengan telapak tangan yang menyangga pelipis sebelah kanan.

"Terima kasih Du." kata Kayla sepelan mungkin. Melirik sekilas, aku mengangguk kecil, bertepatan dengan Mr. Adhi yang berada di sebelah mejaku dan Kayla.

Melipat kedua tangan di depan dada, Mr. Adhi menatapku dengan tatapan sinis dan menyindir secara terang-terangan, membuat yang lain menoleh ke arah ku dengan kepala yang menggeleng.

"Saya sudah mengatakan dengan jelas sebelumnya, tetapi kamu tetap meminjamkan alat tulismu pada Kayla, Randu. Berarti kamu siap jika nilaimu saya kurangi." Ujar Mr. Adhi.

Bola mataku bergulir ke samping, melihat Kayla ingin mengucapkan sesuatu, tanganku bergerak terlebih dahulu untuk membungkam mulut itu dan tersenyum sangat tipis saat berbicara dengan Mr. Adhi.

"Ya dengan senang hati, terima kasih Mr. Adhi." Jawabku dengan tatapan sayu.

Ulangan Bahasa inggris berjalan dengan tenang. beberapa siswa yang biasanya membuat keributan di dalam kelas mendadak menjadi anak yang paling tenang, walaupun sesekali mereka membaca soal yang di tuliskan di papan tulis dengan suara lantang, membuat Mr. Adhi tertawa di balik meja nya.

Mengerjakan soal dengan tenang, walaupun tak terlalu mahir menggunakan Bahasa Inggris, dan hanya jago dalam bahasa ibu, aku masih tetap mengerjakan soal yang di berikan tanpa mencontek, terlebih mencontek jawaban milik Kayla, karena gadis itu malah sibuk melirik kertas jawaban milikku.

Setengah jam berlalu, tepat bel pergantian pelajaran berbunyi, kami menyelesaikan ulangan, menghembuskan napas lega karena bisa berbicara normal, kami memberikan buku tugas pada Ketua Kelas yang berjalan berkeliling mengambil buku kami satu persatu, bahkan ada beberapa siswa yang memberikan kode pada Ketua Kelas untuk meletakkan buku tugas milik siapapun untuk di salin secepat kilat.

"Kamu gimana, bisa nggak ngerjain soal yang tadi?" tanya Kayla dengan kepala yang bersandar pada lengan kirinya yang menempel di atas meja. Sedangkan tangan kanan nya sibuk mengusap wajahku dengan lembut.

"Lumayan," jawabku. "Itu pengulangan materi minggu kemarin."

Terdengar helaan napas. Tangan kanan itu menampar pipiku pelan, kemudian beralih mencubit pipiku setelahnya. "Enak ya kalau jadi kamu, setiap ada ulangan mendadak, kaset di dalam otak kamu langsung keputar cepat."

"Selalu saja seperti ini." Menghembuskan napas panjang, tangan kiriku kini terangkat kemudian menyentil dahi Kayla yang selalu berpikir dirinya bodoh. "Makanya belajar, jangan mandangin ponsel terus."

"Aku 'kan balesin chat kamu!"

Memperhatikan wajah itu lama, tanganku yang sejak tadi diatas kepala Kayla kini bergerak mengusap rambut itu lembut.

"Jangan jadikan alasan. Kamu bisa abaikan chat aku." Menatap kedua manik hitam itu dengan dalam. "Bukan, kamu bisa mengabaikan chat yang aku kirimkan, tetapi tidak dengan list film yang ingin kamu tonton."

"Kamu juga cuekin chat aku buat bercumbu sama tugas!" balasnya tak mau kalah saat mendengar ucapanku.

"Itu tugas seorang siswa, dirumah maupun di sekolah."

"Kamu nggak bisa gitu sekali aja perhatian sama aku? Kamu tau nggak, aku diledekin terus sama semua keluargaku karena kamu cuek banget, nggak ada romantisnya sedikit pun! Kita tuh teman atau pacaran sih sebetulnya!"

"Lalu?"

Mendengar jawabanku, Kayla sukses dibuat melongo di tempat duduknya. "Kan!" Kayla menunjuk wajahku. Tubuhnya menegap dengan alis yang menukik tajam. "Kamu mulai lagi!" menempelkan tangan kanan di atas meja, Kayla menatap kearah lain, yang berarti memunggungi ku saat ini, membuatku mengikuti nya dengan senyum geli. Tangan kiriku memainkan surai hitamnya dan selalu di tepis oleh Kayla.

"Setiap orang memiliki cara mereka sendiri untuk menunjukkan rasa yang mereka punya, memberikan kasih sayang kepada orang yang mereka anggap penting." Kataku.

Menarik kuncir rambut yang di gunakan oleh Kayla, menyimpan nya ke dalam kantong celana. "Dan kamu paham benar bagaimana caraku memberikan hal itu padamu." Lanjutku bertepatan dengan Kayla yang menegapkan tubuhnya untuk meminta kuncir rambut yang sudah ku simpan.

"Mohon maaf, ini kelas bukan tempat pacaran." Sindir Anton yang kini bergabung dan duduk di pinggir meja Kayla.

"Temen lo tuh ngeselin!" marah Kayla.

Anton tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah Kayla yang sedikit merona karena tadi jarak wajah kami berdua sangat dekat. Tangan Kayla terus menerus menampar punggung ku berulang kali, membuat Anton semakin terpingkal dan hampir terjungkal.

Tersenyum tipis, aku menari tubuh Kayla yang memunggungiku sedikit ke belakang. Mengeluarkan ikat rambut. Merapihkan rambut Kayla, kemudian menguncir rambut itu seperti semula, yang berbeda hanya aku menyisakan beberapa helai rambut di sisik kanan dan kiri dengan poni yang di turunkan agar menutupi dahinya.

"Guru Sosiologi nggak masuk?" tanyaku pada Anton.

"Nggak, kayaknya nih, doi lagi kejuaraan Taekwondo." Jawab Anton.

"Sotoy,"

"Beneran, apa perlu gue chat langsung di Insta nya?" tanya Anton dengan mengeluarkan ponsel berlogo apel yang di gigit.

"Boleh," jawabku enteng.

Ketika Anton ingin mengirimkan pesan pada guru Sosiologi, ponsel Anton sudah terlebih dahulu di ambil alih oleh Kayla yang menatapku dengan tatapan tajam. Mengangkat kedua tangan, aku mengedikkan bahu dengan senyum puas.

"Anton! Jangan di chat guru Sosiologinya, nanti lo malah ketahuan main hp dikelas!" mengembalikkan ponsel pada pemiliknya. Kedua tangan Kayla bergerak cepat mencubit kedua pipiku dengan kecang. "Kamu nih! Senang banget kalau sahabatnya sendiri kena masalah tau nggak!"

Tertawa pelan. "Haha, aku mah cuma bilang boleh, 'kan dia sendiri yang mau chat si guru sosiologi."

"Parah! Jadi kepolosan gue dimanfaatkan?" tanya Anton mendramatisir.

"Apaan deh, geli." Jawabku dan Kayla kompak, membuat Aldo kembali tertawa terbahak-bahak.

---

Jangan lupa untuk vote, komen, dan share

Kalau kalian suka dengan cerita ini, jangan lupa tambahkan ke perpustakaan kalian. Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top