33 : Perasaan yang harusnya dibuang

Nino tidak punya keyakinan lain selain mempercayakan apa yang ia rasakan detik ini. Jika ia bisa memahami perjuangan yang sudah Anjela korbankan selama melakukan sandiwara ini, maka ia juga tidak ingin membuatnya sia-sia. Jika seseorang saja mampu mempertahankan ambisinya, kenapa Nino yang seharusnya lebih kuat daripada baja malah merasa khawatir?

Memang hanya sisa satu hari dan malam ini lebih tepatnya, Nino harus mengetahui semua rencana Husein.

Ia pergi ke ruangan Husein tepat setelah makan malam selesai. Ia menyuruh Anjela menunggu di kamar untuk mendengar hasilnya sementara Rafael untuk dua hari ini tidak terlihat di mana pun. Ia memburu langkah bersama Pak Yoh yang menunggunya di depan ruangan Husein yang tertutup.

Nino mengetuk sebentar, lalu langsung masuk tanpa mengatakan apa pun. Dari ruangannya, seorang pria yang ingin ia temui duduk di sana. Di tempat di mana ia seolah-olah tidak pernah angkat pantat dari situ.

"Oh, akhirnya kamu datang, toh, No. Pas banget om mau nanyain kesepakatan."

Wajah Nino langsung mengeras waktu melihat Husein—sosok yang selama ini membuat papanya diam-diam menderita karena pencurian dana kotor dari Holamp. Andai kakek tidak sakit, andai hartanya tidak diturunkan ke papanya dan andai papanya masih hidup....

Mungkin sekarang Nino tidak sedang berhadapan dengan iblis ini.

"Kamu pasti udah tahu soal—"

"Apa yang mau om lakukan kalau aku nggak mau menceraikan Anjela? Pernikahan cuma satu-satunya cara buat aku bisa menarik wasiat dan titah papa. Kalau pernikahan ini masih mau om acak-acak, apa yang mau om lakukan lagi buat bikin aku nggak mendapatkan wasiat itu?"

Wajah pria itu mendingin untuk beberapa saat tapi kemudian, bibirnya merekah gembira. Gembira karena Nino berhasil menebak kalau rencananya untuk menyuruh Nino membatalkan pernikahan dengan mudah disergah langsung. "Om selalu salut sama kamu, tahu kenapa?"

Nino bergeming, tidak berniat menjawab.

"Karena kamu selalu cekatan dan cerdik seperti papamu."

"Nggak kayak om yang berpikir lambat?" tanya Nino sambil memicingkan matanya.

Husein tergelak dan tertawa terbahak-bahak. "Kamu nggak bakal menerima wasiat itu, meskipun kamu benar-benar menikah, Nino. Paham, nggak? Notaris sudah lebih percaya sama om dan nggak ada kuasa yang bisa memerangi isi surat itu. Alias, semua yang papa kamu kasih secara tertulis di surat itu nggak akan berarti apa-apa selagi adik kandungnya hidup."

"Kenapa? Kenapa balasan om ke papa begini?"

"Keluar dari ruangan saya," sela Husein secara cepat juga mengubah ekspresinya menjadi dingin. Nino berdiri di sana, menahan napas kesalnya.

"Satu hari lagi, apa yang bakal om lakukan jika aku nggak akan menceraikan Anjela?"

Alis Husein menaik sebelah sambil menilai ucapan Nino. "Apa yang bisa om lakukan, itu nggak akan ada kaitannya sama kamu. Bahkan mendepak kamu dari perusahaan itu hal yang mudah. Ingat loh, nggak ada yang bisa mengotak-atik surat itu karena semuanya notaris yang pegang."

"Tapi om mengotori notaris."

"Memang benar! Maka itu, sekarang, kamu keluar dari ruangan saya. Dan jangan harap kamu bisa mematahkan surat itu dengan tangan kamu sendiri."

Nino menyiratkan senyum miring sebelum ia berbalik pergi. "Hati-hati, om. Semakin om terlalu keras sama rencana om sendiri, maka semakin sulit jika suatu hari nanti perlu dilonggarkan."

**

Sekilas saja, mungkin Husein mengira dirinya akan menang. Tapi nyatanya, dia salah. Semua ucapannya barusan hanyalah gertakan belaka untuk memukul mundur Nino dari hadapannya. Mungkin Rafael benar. Justru karena kekuatan ini Nino malah jatuh cinta kepada Anjela dan sekuat apa pun ia ingin memisahkan Nino dari ibunya untuk masalah Celine, pada ujungnya, takdir berjalan ke arah yang lain. Takdir yang mempertemukan Nino dan Anjela di satu perjanjian yang malah justru membuat Husein sedikit keteteran.

Ia memang mampu menguasai para notaris hanya untuk mengubah-ubah isi wasiat itu. Tapi masalahnya, dia bukan satu-satunya saksi surat itu. Ada tiga saksi utama. Dia, Heni dan Kakek Chang. Hanya karena kedua orang itu dua-duanya sedang sakit, bukan berarti selamanya Husein bisa menguasai itu. Dihadapkan dengan masalah Nino dan Anjela membuat gentar sedikit terhadap masa depan yang akan datang.

Bagaimana jika tiba-tiba perawatan Heni terjadi kemajuan dan ia bisa melihat? Bagaimana jika kakek tiba-tiba sembuh dan mampu mengambil kendali atas surat itu dan menarik notaris ke jalan yang benar?

Tidak bisa.

Tidak boleh.

Husein tentu tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Jadi, sekarang inilah saatnya ia mengungkapkan rencana lain yang sudah ia simpan baik-baik selama ini. Rencana yang dibuat Nino sengaja hanya untuk membuatnya ke jalan yang salah.

Setibanya Husein di ruang pasien milik Heni, ia sadar sudah begitu lama ia tidak menengok wanita itu. Walaupun sudah dirawat hampir satu tahun, tapi Husein enggan barang sekali mengunjungi wanita itu. Selain depresi Heni terhadap kecelakaan Gunawan dan semua yang terjadi pada kebutaannya, Husein malas menghadapi kedukaan lagi dan lagi.

"Mau apa kamu ke sini?" sergah Heni langsung membuang muka. Tatapan mata Heni kosong, tapi alisnya mengerut tidak suka. Husein dan asistennya berdiri tidak jauh dari ranjang pasien Heni.

"Aku nggak lama. Hanya ingin menyampaikan beberapa informasi penting mengenai wasiat itu."

Mata Heni sekilas bergerak pelan menatap ke udara kosong. Berharap bisa menjangkau pandangan Husein namun tidak.

"Apa wasiatnya bisa lebih cepat turun setelah pernikahan?"

"Sayangnya, nggak."

Terjadi hening beberapa detik yang membuat mata kosong Heni bergetar. "Kenapa nggak?"

Husein menyuruh asistennya menyerahkan kertas dokumen dari kopian yang ia temukan setelah berhasil mengobrak-abrik ruang kerja Nino beberapa hari yang lalu. Di sana, surat kontrak pernikahan dengan Anjepa yang secara tidak resmi itu berhasil ia temukan dan langsung dijadikan bukti paling kuat untuk memutuskan hubungan anak itu di depan saksi wasiat yang lain.

"A—apa ini?" tanya Heni waktu seseorang menyerahkannya ke tangannya. Sang asisten dengan penuh hormat menjawab, "ini adalah surat pernikahan kontrak yang diadakan Tuan Nino dan Nona Anjela dalam mengambil alih surat wasiat tersebut, Nyonya."

Husein menatap Heni yang buru-buru merampas surat itu dan mendekatkan kertas itu ke matanya yang tidak mampu menangkap apa pun. Jari-jari Heni bergetar hebat dan matanya mulai mencari-cari Husein di depannya.

"Kamu bohong! Nggak mungkin Anjela dan Nino—"

"Kita bicara realistis saja, Heni. Siapa yang bisa kamu putuskan seenaknya kalau dari awal Nino cuma mencintai Celine? Kamu yang dari awal udah ikut campur urusan mereka. Dan sekarang, waktu pernikahan ini pada ujung-ujungnya nggak sah, usaha kamu untuk mendapatkan wasiat pun sia-sia, Hen. Coba lihat, kenapa kamu nggak izinin Nino menikah aja sama Celine? Kenapa malah sama cewek yang nggak jelas asal-usulnya?"

Bibir Heni bergetar, ia seolah hendak melompat dari ranjangnya tapi tak mampu. Selang infus menjalar di sana-sini. Ia tidak berdaya, bahkan untuk melihat saja tidak. Melihat kenyataan yang tidak pernah benar-benar bisa ia lihat.

"Anjela bukan sembarang teman buat Nino! Dia nggak mungkin menikah hanya karena surat wasiat tapi ya karena—"

Husein tergelak pelan, "oh, jadi ini cara kamu mengikhlaskan Gunawan?"

Sejenak, Heni terdiam. "Ini nggak ada hubungannya sama Gun—"

"Tentu ada. Kamu nggak setuju Nino sama Celine karena Celine penyebab kematian Gunawan, secara tidak langsung, itu kan masalah kamu selama ini?"

Heni menggigit bibir bawahnya sambil menahan air mata yang nyaris menggenang. "Aku hanya mau kamu berhenti mengerahkan segala cara untuk menyingkirkan Gunawan, Husein. Kamu adalah adik paling nggak tahu diri—ya, memang Gunawan bukan darah asli dari Chang lalu kenapa? Kamu—kamu bahkan nggak mampu menjadi sebaik Gunawan, iya, kan?"

"Justru itu. Justru karena aku nggak sebaik Gunawan, aku melakukan ini. Kamu harus paham. Bahwa apa yang aku kerjakan ini hanya membuat jalinan keluarga ini bersih dari orang luar. Beritahu anak kamu itu, kalau mereka nggak cerai, maka jangan harap kamu bisa datang atau setidaknya ada di keluarga ini lagi."

***
waaa 2 bab menuju ending. yuk yuk ditunggu bab selanjutnya besok yaa. aku up sekaligus dua🥰🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top