25 : Sisi yang belum terungkap
Langkah Pak Yoh yang baru saja melintasi ruang terbuka di dekat taman seketika terhenti ketika ia mendengar Husein sedang berbicara di telepon. Saat itu tidak ada asistennya. Melainkan hanya Husein sendiri sedang duduk dengan jaket training dan beberapa tongkat pemukul golf yang ada di tasnya. Nampaknya Husein akan pergi bermain golf saat itu.
Jadi daripada mengganggu Husein, Pak Yoh memilih menunggu tak jauh dari sana. Tapi area taman yang terbuka dan suara Husein yang terbawa angin mampu membuat Pak Yoh mendengar percakapan itu samar-samar.
"....om sudah perikirakan kalau Gunawan nggak akan menyetujui Reno pergi keluar negri. Mereka mau semua putranya jadi pewaris dari Holamp yang ada di Singapore. Kakek Chang yang sekarang lagi sakit selalu lebih dekat dengan Gunawan daripada om. Tapi tenang aja, om sudah merencanakan ini dari jauh-jauh hari. Dan tugas kamu juga sebentar lagi akan selesai, kok. Tinggal nunggu nikah dengan Nino—"
Pak Yoh tercekat dalam diam. Ia tidak tahu jelasnya sedang mendengarkan apa. Tapi hal itu membuatnya jadi tidak bisa berpindah ke tempat lain karena tidak sopan. Ia lebih penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan Gunawan.
"...maksud kamu Heni nggak merestui kalian? Kenapa?"
Hening kembali.
"...gampang. Tenang aja. Cepat atau lambat seharusnya Heni bakal ikut Reno ke luar negri jadi nanti tinggal Nino dan Gunawan di sini. Gunawan senang sama kamu, kan? Kamu nggak usah pikirin Heni. Dia bisa om kendalikan. Tenang aja. Sekarang, kamu kabarin ke Om Gun kalau kamu harus ketemu sama dia di Rumah Utama. Sudah lebih dari empat tahun, masa kamu belum dipinang juga sama Nino. Kalau nggak ada yang memulai, maka salah satu dari kalian harus memulai. Dan itu semua lebih masuk akal waktu kamu yang bertanya lebih dulu. Nggak apa-apa. Om Gun baik kan, nggak jutek kayak Heni. Haha. Iya, om paham."
Dari arah lorong, terdengar langkah seseorang mendekat. Pak Yoh lantas berbalik pergi dari arah yang berlawanan. Dengan kepala masih berdenyut karena percakapan barusan, ia pun buru-buru menyimpan semua percakapan itu dalam hati. Dan berencana akan memberitahukannya kepada Nino.
**
Ruang rawat yang sepi dan temaram itu menjadi akhir Anjela berpikir. Setelah Nino menceritakan semuanya dengan jelas—akhirnya ia bisa memahami kenapa Celine parnoan. Kenapa Celine begitu bisa menguasai keadaan dibanding Anjela. Karena sejak awal, dia dan Om Husein-lah yang merencanakan ini semua. Dia dan Husein, adik dari Om Gun sendiri yang menginginkan ini semua terjadi.
Keluarga mana yang rela melihat kakaknya meninggal hanya karena adiknya gila kekuasaan? Walau itu tidak sengaja, tapi takdir itu tetap tidak bisa dihindari. Ayah dari putra sebaik Rafael, yang bisa memiliki pikiran seperti itu, bukankah otaknya sudah tertukar ketika ia baru lahir? Bagaimana bisa Husein sekejam itu terhadap kakaknya sendiri bahkan—menghasut Celine yang dibenci oleh Tante Heni?
Pikiran itu meresap menjadi beku di dalam kepala Anjela. Seolah masalah sandiwara ini tidak pernah benar-benar selesai. Ia tidak tahu apakah semua ini bahkan benar-benar terjadi. Hingga ketika ia terus berpikir dan kakinya membawa ke tempat ini, Anjela sadar kalau ia punya satu pertanyaan yang masih mengganjal hatinya selama ini.
Desing pendingin ruangan memekakkan telinga untuk beberapa saat. Namun wanita yang terbaring di kasur itu menggeliat pelan lalu membuka mata.
Matanya mengerjap dan tetap terarah ke langit-langit.
"Si—siapa di sana?" tanya Tante Heni mendadak.
Anjela menyahut pelan. "Tante, ini aku, Jela."
Tante Heni berusaha menoleh tapi tidak dengan matanya yang terus menatap langit-langit. "Oh, ya ampun. Maaf ya, tante akhir-akhir lumayan terbiasa sama suasana yang terlalu hening. Tapi waktu dengar ada suara napas orang di sebelah, tante jadi kebangun."
Sesaat, Anjela merasa takjub dengan itu, tapi kemudian tersenyum. "Maaf ya tan, udah bikin tante bangun."
"Nggak apa-apa, kok. Eh, tante ini seharian udah tidur mulu. Pengaruh obat sama makanan itu bikin stamina tante jadi segar kalau setiap malam. Omong-omong, kok kamu tumben ke sini? Eh, udah makan belum? Tante punya—"
"Tante," sela Anjela cepat sebelum Tante Heni berputar untuk meraih-raih sekotak coklat di toples yang ada di samping nakas. Anjela melihat itu dan paham kalau Tante Heni masih berusaha menyambutnya, tapi Anjela tidak ingin berlama-lama di sini.
"Ya?" tanya Heni sedikit canggung.
Anjela terdiam sejenak sebelum mengatakan sesuatu. Heni sudah terduduk di atas kasur dengan setengah bersandar ke bantal.
"Kamu... punya sesuatu yang harus tante dengar?"
Dalam hati, Anjela berseru keras. Tapi ia hanya menghela napas dalam diam. "Sebenarnya... alasan kenapa tante percayakan aku buat jadi istri Nino itu... kenapa?"
Senyum di bibir Tante Heni mengambang tipis. "Kamu pasti merasa kaget dengan semua kehidupan keluarga kami setelah datang ke rumah, ya?"
Anjela bergeming beberapa saat.
"Nggak apa-apa. Mama kamu udah cerita semuanya ke tante. Mungkin kamu merasa keluarga kami ini kayak keluarga aneh, ya? Tapi, yah, begitulah kami mengelola keuangan kami. Sesuatu yang kami kendalikan bukan lagi satu kota. Tapi sebuah negara. Semuanya terlihat mustahil kalau diceritakan, tapi itulah beban yang Nino tanggung.
"Selama ini, tante nggak pernah mau Nino berusaha keras. Bukan maksud tante nggak mau bikin dia disiplin. Tapi tante kasihan dengan semua hidupnya yang harus didedikasi untuk keluarga. Kalau tante bisa jadi ibu yang lebih baik, mungkin tante bisa melahirkan lebih banyak anak hanya supaya Nino nggak memikul semuanya sendirian. Kakek Chang bilang kalau semakin tua, semakin banyak tanggungan yang harus dipikul oleh para cucu. Dan jika mereka nggak kompak, mereka nggak bisa meneruskan usaha besar ini seperti yang para bebuyut lakukan.
"Titah itu yang sampai sekarang menjadi ganjalan keras buat Om Gun dan juga Nino. Perintah kecil seperti itu saja sebenarnya terdengar sulit, tapi ditambah masalah lain. Ketika Nino harus berhadapan dengan Celine. Orang pertama yang dia kenalkan ke tante dan tante langsung tahu bahwa nggak ada orang yang benar-benar berniat melihat sosok Nino yang susah payah dan hanya terus bergantung dengan Nino.
"Awalnya tante menyetujui hubungan mereka selama berpacaran empat tahun, tapi lama kelamaan, tante melihat beragam hal kecil yang menyusahkan Nino. Sampai akhirnya, waktu di hari kami bertengkar hebat, dia menelepon Om Gun buat meminta izin ke Rumah Utama. Celine tahu soal keluarga kami jauh sebelum mereka merencanakan pernikahan.
"Nino menyangkal janji keluarga demi gadis itu. Demi gadis yang merengek penasaran dengan rahasia terbesar keluarga kami yang mengurus satu perlampuan di sebuah negara. Dia nggak pernah menghargai privasi keluarga yang mati-matian menjaga itu. Sampai akhirnya, Gunawan juga terhasut, dan dia mengizinkan Celine untuk masuk ke rumah itu.
"Saat itu, waktu tante koma, tante pikir tante nggak akan bisa mendapatkan keturunan sesuai yang Kakek Chang inginkan. Tante takut kerakusan orang-orang terhadap apa yang kita miliki menggerogoti perjuangan para leluhur Kakek Chang terhadap Holamp. Buat tante, Om Gun adalah landasan utama kenapa akhirnya tante bisa melahirkan Nino dan Reno. Dua putra kebanggaan tante yang nggak pernah mengecewakan siapa pun.
"Sampai akhirnya tante selalu teringat sama kamu."
Mata Tante Heni beralih ke arahnya. Tanpa sadar, Anjela yang duduk meratap di sisi ranjang itu tenggelam oleh sosok Nino yang sekarang sedang berjuang melawan ini semua seolah-olah tidak ada yang pernah mendengar bahwa sesungguhnya, inilah kisah yang sebenarnya Nino miliki. Kisah yang Nino tidak pernah bicarakan, kisah yang tidak pernah Nino utarakan.
Nino yang ingin menuruti titah Om Gun.
Nino yang menghentikan hubungannya secara formalitas demi wasiat.
Nino yang menuruti mamanya karena tidak pernah membantah.
Nino yang selalu disiplin.
Bagaimana seseorang masih mau menghancurkan masa depan ketulusan Tante Heni terhadap anaknya sendiri?
"Kamu dan Vienna sama-sama paham arti perjuangan. Bagaimana kamu bertahan saat papa kamu meninggal, kalian berdua, adalah dua wanita yang paling kuat meski mama kamu harus berjuang sendiri menjual pakaian anak-anak di pasar. Kamu masih bertahan bahkan demi mama kamu, kamu mau menerima Nino lagi.
"Pertemuan seseorang itu nggak pernah tanpa alasan, Jel. Tante tahu, suatu saat nanti, entah jika kamu bukan teman sebangku Nino bahkan, kalian pasti akan dipertemukan lagi. Karena dari dulu tante percaya, di mata Nino, kamu bukan teman biasa."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top