XXXIII
Biasanya di hari minggu setelah subuh Kaila akan tidur lagi, kali ini ia tak melakukan kebiasaannya itu. Ia lebih memilih menghabiskan waktunya menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk bertemu Orion. Meski ia tak tahu akan kemana Orion membawanya.
"Wedehhhh." teriak Dimas dari ruang tamu yang melihat Kaila tengah memasak sesuatu di dapur.
"Tumben banget Kak Ila pagi-pagi udah di dapur aja." Dimas mengambil botol minum dari kulkas dan meneguknya langsung.
Kaila hanya mencebik atas cibiran Dimas, ia lebih memilih fokus dengan potongan daun bawangnya.
"Pasti ke sambet lo ya?" Dimas masih memicing tak percaya dengan apa yang Kaila lakukan di Minggu pagi ini.
"Bau lo dim," ucap Kaila ketika Dimas mendekat ke arahnya. Tubuh Dimas basah dengan keringat, kaus tipisnya mencetak jelas dada bidang Dimas.
"Ya iyalah bau, gue basah abis olahraga." Dimas sengaja mengibas-ibaskan kausnya di depan Kaila dengan tak tahu diri. "Nggak kayak Kak Ila yang basah gara-gara iler."
"Dimas...." kesal Kaila.
"Jangan teriak Kak Ila, pamali anak gadis teriak pagi-pagi." Dimas dengan santai duduk di kursi makan, mengambil beberapa roti dan langsung memasukan ke mulutnya sekaligus. Kaila hanya bisa menggeleng tak percaya, seelastis apa mulut Dimas hingga mampu memasukan roti langsung ke mulutnya.
"Lo sendiri, anak bujang macam apa." Dengus Kaila, "Pagi-pagi udah bikin rusuh komplek, kerjanya godain emak-emak gosip. Belaga kayak Tom Cruise"
"For your information," tekan Dimas dengan nada jumawa. "Gue lebih keren dari Tom Cruise, Chris Evans aja lewat."
"Keren emang," aku Kaila di sela-sela kegiatannya mengocok telur.
"Kalau diliat dari monas pake corong minyak."
"Kak Ila," panggil Dimas dengan nada serius, membuat Kaila memfokuskan dirinya pada ucapan Dimas.
"Kenapa?"
"Kalau misalnya nih, lo lagi di kuis who wants to be a millionare. Lo udah di tahap akhir buat dapetin satu miliar ada pertanyaan kayak gini."
Kaila mengerutkan keningnya, mencium ketidakberesan atas ucapan adik satu-satunya ini.
"Hm." Kaila memutar bola matanya bosan. "Lo kalo ngayal suka gila yah, Dim."
"Dengerin dulu, gue serius." kekeh Dimas.
"Hm."
"Pertanyaannya, Manakah pernyataan yang benar tentang seorang Adimas Wijaya." Dimas menatap Kaila dengan mata menyipitnya sebelum melanjutkan perkataannya."
"A. Dimas itu ganteng."
"B. Yang ganteng itu Dimas."
"C. Ganteng-ganteng Dimas."
"Atau," Dimas menggantungkan kalimatnya sebelum menyelasaikan pernyataannya.
"D. Dimas memang ganteng."
"Gue nggak milih, udah gagal aja." Kaila mengendikan kedua bahunya. Ia lebih memilih menyalakan kompor untuk membuat telur dadar.
"Mending nggak usah jawab pertanyaannya. Soalnya nggak ada yang bener."
"Ishhh, Kak Ila." cibir Dimas. "Nggak mau banget ngakuin adeknya ini ganteng."
"Kalau lo emang ngerasa udah ganteng, ngapain banget butuh pengakuan dari orang lain." Kaila menyelesaikan masakan telur dadar seadanya ala Kaila.
"Kita nggak butuh pengakuan dari orang lain tentang siapa kita," Kaila sebenarnya tak jarang berbicara serius dengan Dimas yang masih sering labil menurut Kaila.
"Jadi diri sendiri itu lebih penting dari apapun yang orang lain katakan tentang kita."
"Gue emang ganteng kok."
"Iya," Kaila mengangguk saja dari pada Dimas semakin menjadi-jadi dengan kekonyolannya di pagi hari.
"Lo mau kemana sih? Tumben udah rapi pagi-pagi," kembali lagi ke pertanyaan awal Dimas yang belum terjawab oleh Kaila.
"Biasanya kalau hari minggu pagi-pagi lo masih sayang-sayangan sama bantal."
"Mau kencan lah," Kaila mengibaskan rambutnya membuat bahu Dimas bergidik.
"Gue udah punya pacar yang soon to be my husband."
"Astagfirullah," ucap Dimas dengan nada yang sengaja ia kaget-kagetkan.
"Lelaki malang mana yang harus jatuh kepelukan Kak Ila?" Dimas menggelengkan kepalnya. "Malang nian nasibnya."
"Sembarangan aja lo," kesal Kaila tak percaya.
"Dari pada lo, nggak punya pacar. Nggak pernah sayang sama mantan lo makanya ditinggalin terus."
"Eits siapa bilang," elak Dimas. "Lo tahu kenapa Saturnus ada cincinnya?"
Alis Kaila bertaut bingung, "Nggak."
"Itu gue yang pakein pas lagi sayang-sayangnya."
Selanjutnya hanya ada suara sendok dan garpu berjatuhan karena Kaila sudah kesal dengan kelakuan adiknya.
*****
Kaila memakai jeans coklat dengan kemeja putih, ia masih setia mengenakan sneakersnya. Mereka pergi tepat setelah Orion mendapat izin dari orang tua Kaila untuk mengajak anak perempuanya pergi.
"Kita mau kemana?" tanya Kaila penasaran setelah berhasil duduk dengan nyaman di samping kursi pengemudi. Sementara Orion fokus dengan jalanan tanpa ada maksud menjelaskan kemana mereka akan pergi.
"Mau kemana kita?" ulang Orion dengan nada riangnya bak Dora the explorer.
"Aku serius," ucap Kaila. Ia benar tak tahu kemana Orion akan membawanya, semoga saja bukan ke Gedung IDX atau Gedung OJK.
"Kamu maunya kemana?" Orion bertanya balik, namun ia masih mengemudi dengan santai.
"Em...." Kaila berpikir keras, pikirannya masih sama seperti kebanyakan perempuan pada umumnya. Bioskop, makan, foto box atau sekedar main timezone atau ke taman wisata.
Tapi kali ini ia ingin tahu rasanya berkencan dengan seorang Orion, yang selalu kejam dengan bawahannya dan senang bekutat dengan angka.
"Aku ikut kamu aja." putus Kaila, ia masih enggan membahas soal kotak yang ia terima kemarin. Meski sejujurnya Kaila ingin sekali mendengarkan Orion menjelaskan maksud dari perkataan pada notes di balik barang-barang yang Kaila terima.
Jangan lupakan tentang Kalung berliontin mawar yang Kaila sengaja pakai hari ini.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam lebih, Kaila sampai di sebuah rumah yang tak ia ketahui tepatnya rumah siapa.
"Ini rumahku."
"What the...," Kaila menahan umpatannya, jadi bukan kencan ke pantai atau tempat wisata lainnya.
Kaila masih diam di kursinya, ketemu orang tua Orion tanpa pemberitahuan? What the hell.
"Kenapa?" nada khawatir yang terselip di ucapan Orion sama sekali tak mengurangi perasaan gugu Kaila.
"Kamu harusnya bilang kalau mau ketemu orang tua kamu, aku kan bisa siap-siap dulu."
"Memangnya kamu mau siap-siap apa?" Orion tersenyum melihat Kaila yang tampak ragu.
"Aku sudah sering ketemu orang tua kamu, it's time to me." Orion menggenggam pergelangan tangan Kaila sebelum perlahan berpindah mengusap punggung tangan lembut milik Kaila. "Aku mau kenalin kamu sama orang tua aku. Bukan sebagai bawahanku, atau tunangan pura-pura. Tapi, sebagai Kaila calon istrinya Orion."
"Kok kamu pede banget, memangnya aku udah jawab mau jadi istri kamu." Kaila tahu ia dan Orion bukan anak muda yang tengah mencari jati diri yang akan kesulitan mengambil keputusan soal pernikahan.
Ia hanya tahu jika bersama Orion ia merasa lebih tenang dan aman, ada rasa sayang di setiap tindakan Orion terlepas dari bagaimana cara Orion menjadi atasannya. Kaila tahu pasti Orion menyayanginya dengan teramat sangat.
"Yah belum tahu, aku tanya sama kamu aja belum."
Kaila dibuat malu dengan pernyataan Orion, meski keduanya tahu tanpa kata-katapun mereka bisa merasakan keseriusan di antara keduanya.
"Ngambek," Orion menjawil hidung Kaila, "Ya udah sekarang aku tanya deh."
"Dear Kaila," Orion berdehem sebelum kembali melanjutkan ucapannya dengan suara yang lebih rendah.
"Aku nggak bisa janjiin hal besar seperti akan ku tembus langit untukmu, atau akan ku keringkan lautan demi kamu."Orion menarik sudut-sudut bibirnya membayangkan betapa picisannya ia sekarang.
"Tapi aku akan menjanjikan satu hal untuk mu," Orion mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah cincin emas sederhana. "Aku akan selalu ada untuk kamu, no matter what. Aku ingin menjadi tempat teraman untuk kamu berlindung."
"Aku bisa menjadi orang pertama yang akan menghapus air mata kamu, mendengar semua keluhan kamu tanpa menghakimi, menjadi rumah untuk kamu. Yang akan selalu merindukan kamu meski tahu kamu ada dalam pelukanku."
"Jadi, maukah nona Kaila menjadi Nyonya Orion?"
Kaila tak tahu harus berkata apa-apa, yang jelas hanya ada lelehan air mata di wajahnya.
"Yes, I want."
"Karena kata saja tak cukup membuktikan keseriusanku," Orion memasangkan cincinnya pada jari manis Kaila. "Maaf kalau kamu merasa ini terburu-buru."
"Bersama seorang Kaila, aku yakin bahwa hidup tak hanya soal cinta dan kata-kata manis." Orion masih menatap lekat Kaila. "Jadi biarkan aku hidup bersama kamu, agar kamu tahu bahwa bukan hanya sekedar kata-kataku saja yang manis."
TBC
30-08-2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top