XXXII

Kaila menghela napas berat, di depannya ada Orion yang tengah asyik dengan laptopnya. Ini hari sabtu dan Kaila sudah menghabiskan waktunya dua jam bersama Orion, bukan untuk berkencan seperti pasangan pada umumnya.

"Kok masih bete sih kamu?" Orion mengalihkan sementara matanya pada laptop, menatap sekilah Kaila yang sibuk dengan laptopnya juga.

"Ini hari sabtu," tekan Kaila, entah mengerti atau tidak Orion dengan maksu Kaila.

"Yang bilang ini hari senin siapa?"

Ya Tuhan, Kaila rasanya ingin mengubur dirinya sendiri. Kenapa ia bisa memiliki pacar yang pintar membuatnya menarik napas kesal.

"Kamu ngerti nggak sih artinya hari sabtu?" Kaila menaikan sebelah alisnya.

"Tau," Orion mengangguk yakin, ia bahkan masih bisa mengetikan sesuatu di atas laptopnya saat Kaila bahkan sudah tak peduli dengan apa yang ia kerjakan.

"Kalau hari ini sabtu, berarti besok minggu."

"Benerkan?" Orion menarik sudut bibirnya membentuk senyuman.

"Mas Pacar...," Kaila melebarkan matanya ia berusaha menahan amarahnya yang sudah berada di ujung kepala. "Sabtu itu biasanya buat kencan, bukan buat kerja."

"Kalau kita bisa kencan sambil kerja, kenapa nggak lakuin keduanya?" Orion berhasil membuat Kaila nyaris mengeluarkan api dari kepalanya.

"Kamu mau pacaran atau kerja sama aku?"

"Kerja sambil pacaran, boleh nggak?" Orion menahan tawanya saat Kaila semakin kesal dengan tingkahnya.

"Ini udah dua jam. Tapi kamu masih sibuk sama laptop," keluh Kaila. Ia sudah mengerjakan report sales yang Orion suruh, namun Orion masih terlihat senang mengerjakan sesuatu di laptopnya.

"Hari sabtu aja aku harus kerja, kapan kita pacarannya coba?"

Orion tertawa ringan, tangannya menjawil pelan pipi Kaila dengan lembut. "Kamu nggak usah kerja lagi nanti kalau udah jadi istriku."

"Aku mau kerja aja, tapi nggak hari sabtu kayak gini." Kaila melirik pada Orion yang kini menghadiahi Kaila sebuah senyuman lembut yang mampu merontokan amarah yang sejak tadi bergelayut di hatinya.

"Kalau aku kerja terus kamu kerja, siapa yang bakalan habisin gaji aku?" tanya Orion dengan nada santainya. Ia meraih rambut Kaila yang terlepas dari ikatanya.

"Biar adil kita bagi dua tugasnya, aku yang cari uang kamu yang atur uangnya."

Satu tepukan di atas kepala Kaila dari tangan besar Orion. "Tugas kamu jadi istri aku itu bukan untuk cari uang, jangan khawatir soal itu. Aku ada untuk bertanggungjawab atas segala hal tentang kamu."

"Nanti aku bosen kalau di rumah aja," Kaila melupakan ke kesalannya kali ini.

"Kerja boleh, tapi jangan mau dikerjain. Okay?"

Memangnya selama ini yang menyiksa Kaila dengan pekerjaan yang menumpuk, jangan lupakan hari ini. Kaila masih harus berkutat dengan laptop.

"Cari kerjaan yang santai, yang nggak bikin stress." Orion memang tak pernah setuju ketika Kaila mengatakan ia ingin tetap bekerja di perusahaan setelah menikah.

"Aku stress kerja kalau sama kamu aja," sejujurnya Kaila tak pernah bisa membayangkan akan menikahi sosok Orion nantinya. Hubungan mereka bahkan baru seumur jagung.

"Kamu seneng banget mengintimidasi bawahan kamu, salah dikit mata kamu membesar melotot kayak mau keluar. Nggak tau apa kalau itu horror." keluh Kaila mengatakan segala sesuatu yang ada di kepalanya.

"Di kantor nggak ada yang tahan kalau ditatap kamu lama-lama, rasanya udah kayak lagi dieksekusi."

"Bagus dong," ucap Orion santai menanggapi Kaila yang kini jusrtu terheran-heran.

"Berarti cuman kamu yang tahan aku tatap lama-lama, sampai kamu cinta aku kan." ucap Orion dengan penuh percaya diri.

"Ya salaam..." Kaila menepuk dahinya, kok bisa ada orang yang super percaya diri seperti Orion padahal Kaila sedang mengeluh bukan memujinya.

"Kamu mau langsung pulang?" tanya Kaila ketika Orion mematikan laptopnya, ia merapihkan tas punggung yang dibaaanya.

"Memangnya mau kemana lagi?" Orion menaikan sebelah alis nya, ia tidak mengerti dengan wajah dongkol Kaila kali ini.

Punya pacar atau nggak punya pacar, malem minggu gue sama aja di rumah nemenin Dimas.

"Pulang aja," kesal Kaila. Orion benar-benar tak mengerti caranya berpacaran ala Kaila. Sekalinya menghabiskan waktu bersama mereka justru bekerja.

"Kamu marah!" ucap Orion ketika mood Kaila berubah, gadis di depannya kini merapikan perlengkapannya dengan terburu-buru.

"Nggak."

"Kamu marah." ulang Orion yang semakin membuat Kaila kesal.

"Nggak,"

"Aku bukan bertanya Kaila, itu pernyataan dari aku. Kalau kamu lagi marah," jelas Orion. Untungnya mereka berdua tak menarik perhatian di sekitarnya dengan acara saling meneriaki, Kaila yang kesal dan Orion yang mencoba mengerti.

"Ya terus kalau aku marah kenapa?" Kaila mengambil gelas nya, menghabiskan sisa lemontea miliknya dengan sekali tegukan.

"Jangan marah!" ucap Orion dengan lembut ia mengusap pelan punggung tangan Kaila. "Kamu tambah manis kalau marah, nanti makin banyak yang suka sama kamu. Aku nggak mau."

"Kamu yang bikin aku marah, mana ada pacaran di hari libur sambil kerja." Keluh Kaila, ia memelankan suaranya. Menahan sedikit amarahnya yang sudah mulai meredup.

"Aku takut kamu kelelahan Kaila kalau kita jalan hari ini, besok kan hari masih minggu. Kita bisa pergi jalan kalau kamu mau," tawar Orion.

"Mau!" jawab Kaila dengan cepat.

Duh murahan amat gue, diajak jalan langsung adem. Risiko kelamaan jomlo gini nih.

Kaila menuruti keinginan Orion yang menyuruhnya untuk pulang. Karena besok pagi Orion akan mengajaknya pergi ke tempat yang lebih menyenangkan dari kedai kopi.

"Istirahat ya," Orion menepuk pelan kepala Kaila. "Besok aku jemput!"

"Jam?" tanya Kaila

"Jam tujuh gimana?"

"Boleh," Kaila sudah bersiap akan keluar mobil namun Orion menahan pergelangan tangannya.

Orion mengambil sebuah kotak di kursi penumpang belakang.

"Buat kamu," ucap Orion. Ia mengulurkan kotak coklat berbalut pita berwarna soft blue.

"Makasih." Setelahnya Kaila turun dengan terburu-buru dari mobil Orion.

Ia sengaja menaruh kotak yang Orion berikan di atas tempat tidurnya, Kaila memutuskan membersihkan dirinya lebih dulu sebelum membuka kotak pemberian Orion.

Kaila pikir Orion tak memiliki sisi romantis, terakhir Kaktus yang diberikan Orion masih terpajang di meja kerjanya. Tak pernah ada bunga yang ia terima dari Orion.

Rasa penasaran mengisi hati Kaila, apalagi yang ada dalam kotaknya kali ini. Mungkin saudara dari kaktus, atau kaktus lainnya.

Namun Kaila kini tercengang melihat beberapa benda di dalamnya dengan notes di belakangnya.
Ada satu boneka angsa putih yang menarik perhatiannya, sebuah potret dari Carl and Ellie lalu sebuah kotak beludru berwarna hijau.


Let me be your swan.
Karena seekor angsa hanya mencari pasangan sekali seumur hidup mereka.
Dan aku ingin menjadi seperti mereka dengan kamu.

Menua bersama.
Karena hanya membayangkan hidup bersama kamu saja terasa membahagiakan.



Love.
I don't believe to love at first sight.
Karena cinta itu butuh proses melalui
Perasaan-perasaan yang sering kita terjemahkan sebagai ada rasa, ada geregetan, ada penasaran, ada deg-degan, ada hati. Artinya, cinta turun dari mata, berputar-putar di otak dan seluruh sistem tubuh, lalu barulah terasa di hati.
And I feel it with you.

From : Orion, The Man who can be anything for you.

TBC

Ora's note : Akhirnya muncul ke permukaan. Ini ceritanya kayaknya bentar lagi tamat, karena gue nggak pernah bikin cerita yang partnya lebih dari 40. XD

Terimakasih.
30-09-2018.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top