XXVIII
Kaila menunduk diam, sudah lima belas menit perjalanan di dalam mobil dan ia sama sekali tak bisa duduk dengan tenang di samping Orion. Ia masih tak tahu kemana Orion akan membawanya, ia hanya mengatakan ingin menghabiskan waktu berdua dengan Kaila.
"Kenapa?" Orion melirik ke arah Kaila, akhir-akhir ini senyum Orion terlalu mendominasi hari-hari Kaila. Lihat saja sekarang, bahkan tanpa sungkan senyuman Orion membuat hati Kaila berdebar.
"Nggak," cepat-cepat Kaila menggelengkan kepalanya, lalu menghela napas rendah seolah hidupnya penuh dengan beban.
"Kamu takut saya culik? Dari tadi saya liat kamu nggak nyaman banget pergi sama saya."
"Nggak kok, Pak." Kaila menatap Orion dengan cepat, meyakinkannya bahwa Kaila baik-baik saja.
Bahkan setelah mereka memutuskan untuk menjalin hubungan lebih dari sekedar rekan kerja, Kaila masih dengan segannya memanggil Orion dengan sebutan Bapak. Ia masih belum terbiasa memanggil Orion dengan namanya saja, walaupun begitu Orion tak pernah memaksa Kaila untuk terbiasa menyebut namanya saja.
"Mau makan sampai harus sejauh ini ya Pak?" tanya Kaila saat Orion mengajaknya ke restoran daerah Cikini.
"Di sini ada live musicnya," bisik Orion dengan lembut. Ia menarik tangan Kaila perlahan, menggenggamnya dengan erat sampai Kaila merasa bahwa hanya ada Orion di sekitarnya karena lagi-lagi pria itu mendominasi hidupnya.
"Makanannya juga enak," tambah Orion dengan yakin. Ia menuntun langkah Kaila untuk mengikutinya di salah satu spot yang bisa melihat pertunjukan live music sambil menikmati makannya.
"Ini bukan semacam kencan'kan?" Kaila tak bisa menahan celotehannya, selain karena suasana restoran yang tenang dengan live music akustik yang memanjakan telinga. Acara makan malam bersama ini terlalu mencurigakan bagi Kaila.
"Memangnya kalau makan malam berdua itu kencan?" Orion bertanya balik setelah berhasil menyelesaikan pesanannya pada pelayan.
"Biasanya begitu," Kaila mengendikan kedua bahunya. Menyapu pandanganya ke seluruh penjuru restoran. Lalu matanya terfokus pada pria yang berada di tengah panggung live music sepertinya bukan si penyanyi, semua orang memusatkan pandangannya pada pria itu.
"Liat deh, Pak." Tangan Kaila menyentuh tangan Orion, memberi isarat agar Orion menatap pria yang kini tengah berusaha melamar seorang perempuan yang memakai terusan berwarna softpink. Si Pria mulai berkata-kata, menjelaskan bagaimana mereka bertemu hinggak ia yakin bahwa perempuan itu adalah perempuan yang ingin ia ajak hidup bersama.
"Untung suara dia bagus," ucap Orion saat si pria sudah bernyanyi lagu Tulus. "Kalau nggak pasti dia malu."
Kaila merenggut, "Bukan masalah suaranya, Pak. Dia ada di sana aja pasti si ceweknya seneng banget, peduli banget mau suaranya jelek atau nggak. Yang penting niatnya itu lho, dia mau susah payah menyatakan niatnya di depan banyak Orang yang dia bahkan nggak kenal. Itu yang pantas kita apresiasi, bukan suaranya bagus atau nggak."
"Terus? Kamu mau saya nyanyi di sana nggak?"
"Nggak-nggak!" Kaila menolak dengan cepat, bisa bahaya kalau Orion berdiri di sana. Melihat orang lain mendapat perlakuan seperti itu mungkin akan terlihat manis atau romantis. Tapi kalau melihat Orion berdiri di sana dengan wajah kakunya dan cara Orion memandang orang yang tak dikenal, bisa hilang selera makan Kaila.
"Kita cukup jadi penonton aja," usul Kaila. Orion sedikit kecewa menatap sedikit keraguan di wajah Kaila.
"Kamu malu ya kalau saya yang berdiri di sana?" bahkan kini Orion terlihat percaya diri bahwa ia bisa lebih baik dari siapapun yang pernah bernyanyi di sana.
"Kamu nggak tahu ya saya ini waktu kecil juara satu tingkat kelurahan dan kecamatan," ucap Orion bangga membuat Kaila tak bisa menahan senyumnya.
"Juara satu lomba nyanyi Pak?"
"Bukan, lomba sepakbola."
"Hubungannya apa Pak?"
Orion baru saja akan menjawab, suara riuh tepuk tangan menyela. Ternyata si pria mendapatkan jawaban Ya atas lamarannya setelah menyanyikan lagu. Orion bisa melihat senyum di wajah Kaila melihat sepasang kekasih itu.
Orion melonggarkan dasi yang ia kenakan sejak tadi, "Look at me, Ok?"
Kaila mengerutkan keningnya saat Orion melangkah tanpa ragu ke arah pertunjukan live music. Kaila tak bisa dengan jelas mendengar apa yang Orion ucapakan dengan crew live music itu, rasanya Kaila ingin bersembunyi di bawah meja sekarang.
Saat Orion mengecek microfon yang dipegangnya jantung Kaila sudah berdetak tak karuan.
Culik gue, siapapun tolong culik gue!
Berbanding terbalik dengan Kaila yang ketakutan setengah mati, Orion justru memasang senyum.
"Selamat malam semuanya," suara Orion menyapa semua pengunjung. "Perkenalkan saya Orion, saya kesini bersama pacar saya."
Tatapan Orion terfokus pada Kaila yang kini mencoba tersenyum meski sangat kaku, kalau Kaila tak punya malu rasanya ia ingin menarik Orion sekarang juga yang tengah berdiri santai di sana.
"Namanya Kaila," lanjut Orion. "Perempuan yang sudah membuat saya mencintainya sepenuh hati."
"Saya tidak bisa bernyanyi, suara saya tak sebagus Ed Sheeran." Orion tertawa ringan membuat semua pengunjung juga tertawa, "Tapi percayalah saya bernyanyi dari hati teruntuk Kaila yang sudah membuat saya merasakan rindu jika kita tak bertemu."
Dan saat musik mulai melantun, percayalah jantung Kaila berdebar sama halnya seperti Budge Jumping.
"I need you baby, and if it's quite all right, I need you baby to warm a lonely night. I love you baby.
Trust in me when I say, "It's OK."
Oh, pretty baby, "Don't let me down,"
I pray. Oh, pretty baby, now that I found you, stay.
And let me love you, oh, baby, let me love you, oh, baby..."
Lalu setelah Orion berhenti bernyanyi, Kaila hanya merenggut. Ia bahkan tidak bisa menelan makanannya dengan tenang.
*******
Orion bukannya tak menyadari perubahan mood Kaila yang sejak tadi hanya berdiam dari, Kaila seperti menjahit mulutnya. Tak ada komentar dari Kaila setelah apa yang Orion lakukan.
"Kamu marah?" tanya Orion setelah sampai di depan rumah Kaila. Tak ada pergerakan dari Kaila, ia tahu Orion masih mengunci mobilnya. Kaila tak akan bisa turun semudah itu.
"Nggak," akhirnya Kaila memberanikan diri menatap Orion. Ia hanya tak tahu apa yang haru ia lakukan dengan Orion, pria di sampingnya terlalu sering membuatnya sakit kepala. "Saya cuman nggak suka Bapak kayak tadi."
"Maaf," ucap Orion penuh penyesalan. "Saya cuman mau kamu tahu, kalau saya juga bisa seperti pria tadi."
"Pak." Kaila menghela napas, ia bisa mengambil kesimpulan jika Orion hanya ingin terlihat mengagumkan. "Saya nggak perlu hal seperti itu, saya nggak pernah mau Bapak melakukan hal yang mungkin membuat tak nyaman."
"Saya tahu Bapak nggak nyaman dengan orang yang Bapak baru kenal, saya tahu kalau Bapak kesulitan menunjukan rasa sayang Bapak sama saya di depan orang banyak." Kaila menggengam tangan Orion.
"Bukan itu inti sebuah hubungan, Kamu nggak perlu menunjukan dan membuktikan rasa sayang Kamu pada siapapun, kecuali aku." Orion menarik sudut-sudut bibirnya mendengarkan Kaila, mungkin Kaila tanpa sadar menanggalkan kata Bapak.
"Memangnya apa pentingnya kata orang tentang seberapa besar kamu mencintai saya. Karena yang terpenting adalah kita. Kamu dan saya, seberapa yakin kita satu sama lain bahwa kita bisa melewati ini. Bahwa hidup tak sekedar ada bahagia, karena sedih tak pernah lupa menyapa."
Orion tertawa, ia tak menyangka jika Kaila bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu. "Kamu, Kamu, dan Kamu yang akan selalu membuat saya jatuh cinta."
Akhirnya Kaila bisa melihat Orion kembali tersenyum tanpa beban, "Saya nggak mau begitu."
Wajah terkejut Orion membuat perut Kaila tergelitik. "Saya nggak mau Bapak jatuh cinta sama saya, karena sesuatu yang jatuh pasti retak atau rusak."
"Saya maunya Bapak mencintai saya, dan cuman sama saya!"
TBC
Ora's Note :
Ciyeee comeback ciyeeee..
Oh iya, untuk yang pesen novel saya Rushing, HTWS, Akad atau Upside. Kalau yang belum sampai bisa whats app ke sini.
083811503815.
Handphone adminnya hilang, jadi historychatnya ada yang hilang nggak ke backup.
Soalnya kalau wattpad atau IG jarang buka.
Terimakasih. 💕
02-09-2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top