XI
Sejak pagi Kaila sudah fokus dengan pekerjaannya, hari ini ia harus pulang on time.
Ingatkan Kaila kalau jam pulang itu pukul lima, Kaila ada janji dengan Nania dan Giri. Temannya semasa kuliah, tak jarang mereka kumpul bersama. Biasanya satu bulan sekali, itu hukumnya wajib.
"Tumben dari tadi diem aja,"Farhan melirik Kaila yang sibuk dengan dokumen yang tengah ia periksa. "Kai, shttttt... Shttttt. Kaila."
Yang dipanggil namanya hanya sibuk memeriksa dokumen lalu menyalin data ke Laptop, terlebih Kaila memakai headset di telinganya.
"Biasa Bang, Kaila lagi giat-giatnya bekerja. Biar bonus akhir bulannya membengkak," ucap Anggi.
Kaila melepas headsetnya, ia sudah bersiap dengan segala hal yang harus Orion review dari pekerjaannya.
Pukul empat sore, tapi Orion belum kembali ke mejanya.
"Siera!" di tangan Kaila ada lip tint yang baru dibelinya dari face shop seminggu yang lalu. "Gue baru beli Lip tint, ini liat deh. Cobain dong."
Siera itu ahli dalam hal make up, lip tint, lip colour, lip balm, lipstik dan segala macamnya Siera punya. Kaila hanya bisa menggelengkan kepalanya mengingat betapa banyak pewarna bibir yang Siera punya.
"Gue punya ini,"ucap Siera, nahkan udah punya. Tidak salah Kaila bertanya pada Siera, "Tahan lama kok lip tintnya. Sini gue pakein."
Kaila menurut saja, ia mendekati Siera yang sudah menghadap ke arahnya, "Pakein biar gue keliatan cantik."
"Emang selama ini lo ngerasa nggak cantik?"
"Sedikit cantik," Kaila tertawa, "Gue mau ketemu temen gue, kan tengsin kalau ketemu kucel gitu. Kesannya kayak gue nggak bisa ngurus diri."
"Padahal emang iya," Siera mengambil sesuatu dari tas nya, Blus On Cream dari salah satu brand lokal ia keluarkan. Lalu memakaikannya pada pipi Kaila. "Udah cantik."
Kaila sedikit tak percaya diri dengan blush on di pipinya, terlebih dengan warna bibirnya yang pink merona.
"Lip tint nya manis," ucap Kaila saat lidahnya menyapa ujung bibirnya.
"Yah jangan dijilatin." Siera berteriak kesal, ia rasanya ingin memberikan ceramah panjang pada Kaila tapi urung ketika Orion melewatinya.
"Kaila, mana rekap kamu?" tanya Orion dengan mata yang sedikit mengamati, lalu pergi ke ruangannya. Tak perlu ucapan lebih jauh juga Kaila sudah mengerti jika Orion akan mereview pekerjaannya.
Tiga puluh menit sebelum pukul lima, Kaila masih punya waktu. Ia membawa laptopnya ke ruangan Orion, duduk tepat di depan Orion.
"Kaila," ucap Orion dengan menekan suaranya membuat Kaila sedikit takut, apa ia melakukan kesalahan hingga Orion menatapnya begitu serius.
Kaila mendongak hingga ia bisa bersitatap dengan Orion yang memang tengah memperhatikannya, sialnya Kaila jadi merasa salah tingkah karena tatapan Orion.
"Kamu abis digamparin sekampung ya, itu pipi sampai merah begitu?" dengan wajah datarnya Orion bertanya penuh keseriusan.
Siapapun yang ingin menenggelamkan Orion, Kaila dukung.
Rasa kesal menyeruak di hati Kaila, kenapa kalau Venus, Siera atau Anggi yang memakai make up reaksi Orion biasa saja. Sedangkan Kaila yang hanya memakai lip tint sedikit berwarna dan blush on harus mendapat cibiran.
"Iya, saya abis nyolong ayam tetangga. Jadi digamparin seerte." Kaila sudah terlanjur kesal, "Tapi udah nggak penting bahas ini, saya sudah memasukan data hutang yang harus dibuat DER nya. Bapak bisa cek, DER nya ada di sheet sampingnya."
Kaila menghela napas, melirik sudah lima belas menit berlalu. Kalau Kaila bilang ingin pulang jam lima tepat Orion bisa saja memberi pekerjaan lain. Jadi, lebih baik Kaila diam saja.
"Kenapa?"tanya Orion, ia melihat Kaila yang tengah menatap jam dinding.
"Nggak," Kaila menggeleng cepat, "Untuk pembayaran bunga ke Singapur tiap bulannya saya belum dapat datanya Pak."
"Nanti saya bantu minta sama Bu Sandra, karena dia yang punya kewenangan ambil data itu."
"Berarti saya boleh undur diri sekarang?" tanya Kaila, ia sedikit cemas ketika Orion menatapnya curiga. Oh ayolah, masih ada Anggi, Siera, Venus dan Farhan. Kaila bukan satu-satunya anak buah Orion, tapi kenapa selalu Kaila yang diperlakukan semena-mena oleh Orion.
Ayah mengapa aku berbeda?
Itu adalah suara hati Kaila saat Orion yang selalu menyudutkannya dibanding dengan rekannya yang lain.
"Iya," persetujuan Orion membuat Kaila lebih lega. Perasaan senang membuncah di hatinya, bahagia Kaila memang semudah itu. Pulang ngantor saat matahari masih bisa terlihat adalah salah satu kebahagian yang hakiki.
Dengan perasaan senang Kaila keluar dari ruangan Orion, ia segera mematikan laptopnya. Merapikan mejanya, Kaila mengambil parfum yang sengaja ia bawa hari ini. Lalu menyemprotkannya pada pergelangan tangan dan leher jenjangnya.
"Mau kemana sih lo?" tanya Farhan begitu penasaran melihat tingkah Kaila yang tak biasanya.
"Ketemu temen," jawab Kaila masih dengan senyum riangnya.
"Pantes beda bener."
"Iya dong," Kaila tersenyum dengan penuh rasa bangga.
"Emang udah beres urusan lo sama Orion?" tanya Farhan sedikit penasaran, karena Orion selalu saja punya alasan menahan Kaila untuk tinggal lebih lama di Kantor.
"Udah dong," ucap Kaila dengan nada jumawa, ia menjentikan kedua jarinya hingga menimbulkan suara nyaring. "Gue udah beresin Orion dengan sekali kedipan, terus gue boleh pulang."
Siera inginnya memberitahu Kaila jika ada Orion baru saja berdiri di belakangnya yang tengah mendengarkan Kaila dalam diam.
"Sesekali gue boleh pulang cepet, mau kencan biar dunia gue nggak cuman berporos sama Orion aja." Kaila tertawa bahagia. "Oh iya, Bang. Nanti kalau Orion tanya gue, bilang gue udah pulang ada acara. Gue mau matiin handphone gue biar dia nggak bisa ganggu gue."
"Kai," ucap Anggi pelan, ia ingin menyela ucapan Kaila sebelum Kaila meracau lebih jauh.
"Bu Sandra udah kirim email untuk biaya bunga yang kita bayar perbulan," Orion berdehem pelan setelah berhasil membuat Kaila merutuki kebodohannya yang kini tak mampu mengeluarkan kata-kata.
Tenggorokan Kaila terasa seperti sedang di sumbat, ia hanya bisa mengangguk.
"Kamu bisa kerjain besok datanya, jadi kamu boleh pulang. Kasian kalau temen kencan kamu nunggu lama," lanjut Orion dengan nada yang sedikit menyindir Kaila.
Harusnya Kaila senang setelah berhasil keluar dari Kantor, tapi ia justru merasa bersalah setelahnya. Resah tak beralasan kini menyelimuti hatinya. Kaila lebih memilih duduk di lobby kantornya, menatap lekat kedua sepatunya seolah sepatunya adalah satu-satunya objek yang menarik.
Menghela napas berat untuk kesekian kalinya Kaila masih tak beranjak dari tepatnya, sudah nyaris pukul enam dan langit Jakarta sudah mulai berganti warna sebelum menggelap sempurna.
"Jadi gue yang bego gini sih," rutuk Kaila. Ia memutuskan pergi sebelum temannya menunggu lebih lama.
"Saya anterin," Orion berdiri di sana. Entah sejak kapan Kaila tidak tahu.
"Bapak mau pulang?" seharusnya bukan kata tanya itu yang keluar di mulut Kaila.
"Iya," Orion melangkah mendekat ke arah Kaila, lalu kembali mengulang ucapannya. "Saya anterin kamu."
Kaila mengangguk, ia memilih diam sampai tiba di mobil milik Orion. Ia bahkan tak memberitahu tempat yang akan ditujunya, Orion juga tak bertanya.
Mereka menikmati perjalanan dalam diam, sampai Orion membelokan mobilnya untuk parkir di salah satu restoran di Senopati.
Orion turun lebih dulu dari mobilnya, ia baru saja akan membukakan pintu mobil untuk Kaila. Tapi Kaila sudah membukanya lebih dulu.
"Kamu nggak bilang tujuan kamu kemana, saya anggap kamu sebenarnya nggak mau ketemu temen kamu." selalu seenaknya begitu, Kaila membuang napas kesal.
"Saya mau pulang aja." Mungkin Kaila sedang dalam masa PraMenstruasi yang bisa menyebabkan perasaannya tak karuan.
Perempuan dan PMSnya yang terkadang bisa menjadi lebih sensitif.
"Saya mau pulang," ulang Kaila kesal. Kenapa Orion sekarang jadi lebih menyebalkan. "Saya itu mau ketemu teman saya bukan mau kerja bareng bapak."
Orion tersentak mendengar ucapan Kaila, ditambah wajah Kaila yang sekarang merenggut. "Bapak tuh seneng banget ngajak saya kerja bareng, padahal masih ada Venus, Anggi, Siera atau Bang Farhan. Tapi kenapa selalu saya yang diajak. Emang saya nggak punya hal lain yang saya urusin selain kerjaan?"
"Siapa yang mau ngajak kamu kerja di sini?"
"Ya Bapak lah," ujar Kaila kesal, "Hari minggu aja bapak ngajak ke kafe buat kerja, sekarang saya pulang cepat jam lima bapak nggak rela. Sampai ngajak saya ke tempat makan, pasti buat kerja lagi 'kan?"
"Kaila," Orion menghela napas berat.
"Udah saya jadi bodoh gini 'kan. Mana saya janji sama temen saya di daerah Senayan, kan lumayan jauh jadinya." Kaila terus meracau, moodnya jadi semakin buruk.
"Kamu kencan sama siapa?" Orion berdehem untuk menyembunyikan rasa penasarannya.
"Siapa yang mau kencan?"
"Kamu, itu bibir dimerahin, pipi dimerahin juga. Biar apa?" tanya Orion dengan rasa kesal yang tak bisa disembunyikan. "Biar disangka lagi demam? Sekalian aja itu mata dimerahin juga, biar akting demamnya lebih natural."
"Udah saya nggak jadi pulang, mau ke Senayan aja." Kaila sudah seperti orang linglung sekarang, ditambah Orion yang sama gilanya. "Bapak harus tanggung jawab, anterin saya ke Senayan."
"Emang seberapa ganteng sih temen kencan kamu? Sampai ngebet banget ketemu begitu?" Orion menaikan sebelah alisnya, berharap Kaila akan menjawabnya. Tapi Kaila justru malah terdiam memutar bola matanya bosan.
"Kenapa kamu harus kencan ke Senayan, kalau di sini ada yang lebih ganteng."
TBC
Ora's note :
Ini sebenarnya partnya masih panjang, cuman gue split dua part. So wait for next part yaaa, lagi gua lengkapin biar ada manis-kesal-asinnya wkwkwk
Salam sayang dari Kaila yang masih nggak jelas. XD
24-06-2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top