6

Satu bulan berlalu ...

Dewi menatap testpack dengan wajah keruh, ini testpack kedua dan hasilnya sama. Ia membuang ke tempat sampah kecil yang ada di kamar mandi dan ke luar menuju kasur, ia rebahkan badannya. Sudah sebulan ini Dewi memutuskan tinggal di salah satu kamar yang ada di area bisnis kos orang tuanya. Dan berpesan pada Yu Ponijah agar tak mengatakan pada siapapun jika ia tinggal di sana. Meski ia sempat khawatir pada ibunya tapi ia yakin Ratna akan selalu ada untuk ibunya.

"Ini anak Juna atau Mas Danu ya? Tapi nggak ah kalo sama Mas Danu, aku nggak cinta sama Mas Danu, biar aja aku mau ke Juna minta dinikahi toh selama ini dia tidur denganku juga."

Dan bertepatan dengan pintu kamarnya diketuk, Dewi melangkah dengan malas, membuka pintu lalu terlihat wajah Juna yang tersenyum lebar.

"Kok sedih? Kangen ya sama aku?"

Dewi bangkit, lalu memeluk Juna agak lama.

"Tumben melow, pake pembukaan peluk-peluk dulu, biasanya juga langsung ke menu utama."

Dewi masih memeluk Juna, ia khawatir Juna tak berkenan saat ia mengatakan yang sebenarnya tapi harus, Juna harus tahu.

"Aku hamil!"

Perlahan Juna melepas pelukan Dewi, ia tatap mata Dewi dengan tatapan penuh tanya.

"Tumben kamu nggak pake pengaman?"

"Sudah aku minum tapi mungkin aku pernah lupa jadi ya gini, lalu gimana?"

Juna duduk di kasur, ia usap kasar wajahnya, menatap Dewi yang masih berdiri dengan wajah kecewa.

"Gugurkan saja!"

Dewi terbelalak kaget. Ia tak percaya Juna ingin membunuh janin miliknya, yang meski ia tak suka dan tak berkenan tapi ini anaknya meski tak jelas siapa ayahnya, tapi ia ingin Juna yang jadi pendampingnya, bukankah Juna mengatakan cinta padanya? Mengapa jadi begini?

"Ini anakmu! Gimana mungkin kamu ingin membunuhnya!?"

"Kamu yakin itu anakku? Bukan laki-laki yang mengaku sepupumu? Aku tidak bodoh Wi! Aku tahu kamu tak mungkin bisa hidup tanpa melakukan hal itu dan aku juga pernah melihatmu bersama laki-laki itu!"

"Tidak, ini anakmu! Aku tak ada hubungan apa-apa dengan Mas Danu!"

Dewi berteriak dengan keras, rasanya tak percaya laki-laki yang ia puja jadi orang yang tak punya hati.

"Jika kamu ingin hubungan kita berlanjut, gugurkan janin itu! Aku nggak yakin juga itu anakku!"

.
.
.

Ratna menenangkan ibunya yang terus menangis, ia memeluk wanita yang tak henti memukul dadanya. Hannan hanya bisa menghela napas berkali-kali, mereka duduk di ruang keluarga berharap tangisan Sulasmi tak akan terdengar ke luar.

"Ibuuu, Ibu tenang, ini sudah takdir Dewi."

"Iya ibu tahu tapi ini berat bagi ibu, dengan tenang tadi dia bilang jika dia hamil dan waktu aku tanya siapa laki-laki yang harus bertanggung jawab dia nggak jawab, bingung katanya, apa laki-lakinya lebih dari satu? Kok dia sampek bingung? Dia hanya bilang akan membesarkan sendiri anaknya, akan cuti kuliah saat kehamilannya membesar dan minta ijin tinggal di rumah si mbahmu di Wonosobo, apa ibu nggak stres Ratna, Ya Allah cobaan kok semakin berat sejak ibu ditinggal romomu, coba kamu yang hamil kan ibu bahagia, karena kamu menikah dengan sah."

"Ratna juga hamil kok Bu, Mas."

Jawaban Ratna mengejutkan Hannan dan ibunya, Sulasmi semakin keras tangisnya, ia peluk erat Ratna, ia usap rambut anaknya yang selalu patuh padanya.

"Hoalah nduk, ibu senang dengarnya, gitu kamu kok ya baru ngasi tahu suamimu juga, ibu minta tolong datangi adikmu, tanya baik-baik siapa laki-laki dari calon bayinya."

"Iya Ibu, Ratna akan bertanya, saat ini aku yakin dia ada di kos-kosan milik kita itu, nanti aku sama Mas Hannan akan ke sana."

.
.
.

Bertepatan dengan Hannan dan Ratna baru turun dari mobil, mereka melihat Dewi yang membawa satu travel bag besar dan tas ransel di punggungnya dengan tampilan khas Dewi, celana jeans yang penuh sobekan dan kaos lengan pendek serta topi yang menutupi kepalanya. Ia menghentikan langkah saat melihat Hannan dan Ratna berjalan mendekatinya.

"Aku ada perlu, duduk dulu sebentar." Ketiganya melangkah ke dalam ruangan yang biasa dijadikan tempat jika ada tamu atau mahasiswa yang bertanya-tanya tentang fasilitas kos.

"Aku sudah tahu dari ibu, kamu akan ke mana, tapi perlu aku beri tahu, kamu harus mikir juga calon bayimu jika dia lahir nanti dan tidak ada bapaknya, dia akan tumbuh tidak sama seperti kebanyakan anak dan merasa berbeda dengan yang lain, apa kamu nggak kasihan? Coba pikir baik-baik, datangi ayah dari calon bayimu."

Dewi diam saja, ia hanya menunduk. Menatap sepatu bootnya.

"Aku sudah mengambil risiko besar dan harus menanggung akibatnya, aku tak akan menyusahkan siapapun, aku yang berbuat ya aku yang akan menanggungnya sendiri."

"Kalau risikonya hanya untuk kamu nggak masalah, ini efeknya ke anakmu, siapa bapaknya? Ayo kita datangi baik-baik."

"Aku sudah bilang ke Juna, tapi dia malah nyuruh aku menggugurkan kandunganku."

"Juna?" Ratna kebingungan. "Siapa lagi dia?"

"Dia laki-laki yang bikin aku menyerahkan segalanya."

"Maaf, aku ikut campur." Hannan akhirnya ikut bicara. "Bukannya kamu melakukan dengan Danu? Meski kata Danu kamu sempat terlihat bersama laki-laki itu lagi, kalian kan sempat putus dan kamu selalu bersama Danu."

Dewi menggeleng pelan lagi-lagi tetap menunduk.

"Aku nggak tahu pastinya karena aku berhubungan dengan dua orang itu."

"Ya Allah Dewiii." Suara Ratna tiba-tiba serak dan ingat pada almarhum romonya.

"Kalo aku minta pertanggungjawaban Mas Danu, dia pasti langsung mau, tapi aku ngga cinta dia, aku nggak bisa berumah tangga dengan dia, aku lebih memilih Juna, tapi dia belum cerai juga sama istrinya."

"Oalah laki-laki yang itu? Dan ternyata masih terikat pernikahan to? Masih belum cerai juga?" Lagi-lagi Ratna dibuat kaget karena rasanya tak mungkin Dewi akan jadi pelakor. Dewi mengembuskan napas.

"Saat aku pacaran sama dia tiba-tiba aja dia dituntut sama keluarga mantan pacarnya suru nikahin mantannya yang sudah terlanjur hamil, jadi dia nikah siri dulu, nanti setelah dua bulan akan dicerai dan dia balik lagi sama aku, ini Mas Hannan sudah tahu kok ceritanya dari Mas Danu dan saat ini Juna kan belum dua bulan nikah sama istrinya ya jelas belum dicerailah."

"Aku pikir sudah selesai, artinya kan kamu terus-terusan jadi pelakor selama ini?"

Ratna memejamkan matanya, dadanya tiba-tiba sesak dan Hannan menggenggam tangan istrinya, ia khawatir karena Ratna juga hamil.

"Kamu kok ya percaya sama laki-laki model gitu? Kamu orang paling realistis yang pernah aku kenal, kenapa jadi gini? Apa alasannya Diiik?"

"Apa cinta butuh alasan Mbak?"

🔥🔥🔥

29 Maret 2023 (03.01)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top