4
"Dia sendirian ke sini?"
Ratna bertanya lagi.
"Berdua sama laki-laki, siapa ya eh namanya, nggak tahu."
"Kayak apa laki-lakinya?" Ratna terlihat penasaran.
"Kayak apa ya? Ganteng sih manis gitu tapi model-model slengean, tinggi, tapi nggak setinggi Mas ini, seringnya pake celana sobek-sobek, kata Mbak Dewi sih masih sodara, nginep di sini juga pernah kok, bukan sekali ini."
"Berdua!?"
"Iya."
Ratna dan Hannan saling pandang.
"Danu kayaknya Dik."
"Iya, ya Allah mana sering lagi."
.
.
.
"Kita nggak bisa ikut campur Dik, biarkan saja, ini masalah hati."
"Bukan Mas, ini sudah nafsu yang bicara, wong mereka jelas-jelas pada bilang nggak ada rasa."
Ratna yang jarang marah terlihat geram saat melihat kondisi kamar yang acak-acakan. Dan yang membuat Ratna kaget adalah tisu-tisu yang berceceran dan aroma yang mau tak mau Ratna dan Hannan mengerti apa yang sudah terjadi, juga ada piring yang belum dicuci di dapur, dan kemasan-kemasan bekas kudapan yang juga berserakan. Ratna memanggil Ponijah, wanita yang bersama suaminya ia beri tanggung jawab menjaga kebersihan tempat kos.
Wanita itu datang tergopoh-gopoh menemui Ratna di kamar yang sekarang terlihat tidak bersih.
"Yu, aku minta tolong kamar ini bersihkan, spreinya ganti, sapu yang bersih, lalu pel."
"Inggih, sebenarnya maunya sekarang tapi Non Dewi baru saja ke luar kamar, sudah dua hari Non Dewi di sini jadi saya sungkan mau bersihkan kamar ini."
"Bersama Mas Danu kan?"
Ponijah hanya menunduk dan mengangguk.
"Baru akhir-akhir ini kok Mas Danu ke sini, diajak Non Dewi katanya, kan malam sempat bertemu saya waktu minta tolong bikinkan kopi."
"Ck wes nggak bener dua orang itu, Mas Hannan pasti tahu apa yang terjadi."
"Iya Dik, tapi kita nggak bisa apa-apa." Hannan hanya menghela napas, tak percaya dengan apa yang ia lihat di depan matanya.
"Tak panggil, tak suru nikah aja dua orang itu, daripada bikin ibu sakit."
"Kayaknya sulit Dik."
.
.
.
Danu dan Dewi duduk tak jauh dari Ratna dan Hannan, terpaksa Ratna memanggil keduanya di tempat yang sekiranya ibunda mereka tidak mendengar percakapan yang dianggap penting itu. Rumah Hannan menjadi pilihan.
"Maaf Mas Danu, Dewi, aku manggil kalian karena aku anggap sudah nggak bener hubungan kalian."
"Nggak benernya di mana, Mbak?" Dewi masih terlihat tenang.
"Sebenarnya Mbak nggak mau ikut campur, apalagi kalian sama-sama dewasa, tapi tadi saat aku ke kosan karena lama nggak ke sana, sekalian mengenalkan Mas Hannan pada bisnis romo, aku benar-benar kaget saat tiba di sana."
Dewi dan Danu saling lirik, mereka tak mengira jika Ratna ke sana, mungkin malah hanya selisih waktu saat Dewi dan Danu ke luar dari kamar itu.
"Maaf, banyak ceceran tisu, kondisi kasur yang awut-awutan, semrawut banget, dan aroma maaf ya kami yang baru pengantin baru ini jadi tahu apa arti aroma itu, sekali lagi mbak nggak mau ikut campur Wi, ini urusan kamu dan Mas Danu hanya jika boleh aku sarankan, kalian nikah saja, kasihan ibuk, jangan ditambah beban pagi setelah kepergian romo. Kamu adalah wanita yang paling realistis yang aku kenal tapi kenapa jadi gini?"
Dewi menghela napas, ia melihat Danu yang menunduk dan Hannan yang menjauh, Dewi mengerti karena ini masalah yang tak pantas dibahas.
"Aku jelasin Mbak, tapi nggak detil karena ini menyangkut perasaan. Aku dikecewakan seseorang, aku marah dan Mas Danu jadi pelampiasan, aku ngaku salah, kami hanya terjebak pada keadaan yang tak kami inginkan, kalo aku disuruh nikah sama Mas Danu, aku nggak mau karena bukan dia laki-laki yang aku cinta dan aku mau."
Mulut Ratna terbuka lebar.
"Apa? Kamu sudah melakukan itu semua dengan Mas Danu dan kamu bilang Mas Danu bukan laki-laki yang kamu inginkan lalu saat berhubungan kalian nggak pake hati? Manusia macam apa kalian ini? Mungkin aku wanita berpikiran tradisional tapi saat kalian sudah melakukan berkali-kali lalu mengatakan tak ada rasa, aku beneran nggak ngerti! Lalu kamu pake nafsu saja?"
"Nggak, aku marah, aku sakit dan aku kecewa, semua rasa itu aku tumpahkan ke Mas Danu."
Ratna menoleh pada laki-laki yang sangat ia percaya tapi kini sangat mengecewakan perasannya.
"Dan Mas Danu mau saja? Menikmati? Tidak mengingatkan adik Mas Danu? Mas punya Ratih kan adik kandung Mas Danu? Gimana kalo ada yang memperlakukan Ratih kayak gini?"
"Maafkan aku Dik, maafkan aku."
Danu menunduk rasanya tak mungkin ia mengatakan jika mulai menyukai Dewi karena sejak awal Dewi sudah menjelaskan jika tak ada rasa padanya, ia merasa malu untuk mengungkapkan perasaannya. Seringnya mereka berhubungan seperti itu mau tak mau membuat Danu merasa terikat dan ingin bertanggung jawab.
"Tapi jika aku harus bertanggung jawab menikahi Dewi akan aku lakukan."
"Tidak! Aku nggak ada rasa apapun sama Mas Danu! Kita nggak akan bisa menjalankan rumah tangga dengan baik jika kita nggak ada rasa apapun kita bukan lagi romo dan ibu yang bisa baik-baik saja meski katanya dijodohkan, dari mulai nggak ada rasa sampe akhirnya bisa saling memahami karena adanya anak, kalo aku nggak bisa gitu, yang sama-sama cinta aja bisa cerai gimana kabarnya kalo sejak awal nggak ada rasa."
"Oh jadi hanya karena nafsu kalian terus melakukan itu berulang?"
"Bukan! Mbak nggak akan ngerti apa yang aku rasa."
"Jadi selamanya kalian akan melakukan hal itu tanpa ikatan? Aku nggak akan nyinggung dosa, itu urusan kalian dengan Tuhan tapi coba pikir jika tiba-tiba Dewi hamil? Risiko kan jika melakukan seperti itu pasti akan terjadi hal yang terkadang tidak kita prediksi."
Dewi terhenyak, berkali-kali ia melakukan dengan Danu, dan ia tidak menggunakan pengaman.
🔥🔥🔥
27 Maret 2023 (02.24)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top