11
"Kamu kok memilih tersiksa. Di sini, kamu nggak dianggap, Nu."
Keduanya terlihat menikmati malam di teras lagi-lagi dengan kopi panas dan rokok dari bibir Danu yang terus mengepul, ia mengabaikan pertanyaan Hannan, dan mengalihkan percakapan.
"Nggak ngerokok Bang? Tumben!?"
Hannan tersenyum, ia mulai menikmati kopinya yang ditemani sepiring pisang goreng. Sesaat kemudian ia baru menanggapi pertanyaan Danu.
"Belajar mengurangi Nu, kasihan istriku yang sedang hamil dan juga kasihan aku sih."
"Hmmm, wanita, sanggup membuat kita jadi laki-laki nggak jelas ya Bang? Abang dulu kayaknya nggak akan pernah terpisahkan dari rokok, kok bisa sih Bang berhenti total?"
Hannan terkekeh pelan.
"Aku nggak berhenti secara langsung, kadang kalo ingin ya masih tapi nanti in shaa Allah aku akan betul-betul berhenti, tergantung niat sih Nu, sik ta kata kamu tadi wanita bikin kita jadi laki-laki nggak jelas? Yo nggak sih aku tetap laki-laki tulen yang masih suka menciumi istriku."
Danu tertawa dengan keras sambil memukul lengan Hannan.
"Bukan begitu Baaang, maksudku gara-gara wanita keasikan kita jadi terganggu."
"Karena cinta akan membuat semuanya baik-baik saja Nu, asal caranya benar."
"Alaaah itu kan karena Abang ada jalan, dan jodohnya memang si Dik Ratna." Danu menjawab dengan sewot.
"Kamu itu jangan emosi, sik aku jelaskan, kalau aku mau dan aku laki-laki brengsek sudah tak bawa lari Dik Ratna, kamu tahu sendiri kan saat itu kami sama-sama jatuh cinta, bener-bener sama-sama tergila-gila, dan dia menawarkan diri minta dibawa lari, tapi aku nggak mau kan? Karena aku ingin semua berjalan sesuai dengan takdir bukan pikiran ngawur dan mengedepankan nafsu."
Danu mendecih, seolah meremehkan ucapan Hannan.
"Abang nggak ngalamin kayak aku sih, Abang kan tahu siapa aku? Aku bukan laki-laki brengsek, tapi saat ada wanita yang tiba-tiba membuka baju di depanku, sampai tak bersisa selembar pun lalu menaiki tubuhku apa Abang bisa kuat iman kalo dalam posisi aku?"
Hannan betul-betul kaget jika Dewi sampai senekat itu. Tak kalah kagetnya juga Ratna yang menghentikan langkahnya saat akan menyuruh Danu dan Hannan beristirahat karena sudah lewat jam dua belas malam.
.
.
.
"Eh silakan masuk, Dik Yatik."
Ratna menyilakan anak tetangga neneknya yang membawa rantang bersusun empat lalu meletakkannya di meja teras, pagi lepas subuh saat hari masih redup.
"Ini punya Mbah Surati, Mbak Ratna, sejak Mbak Dewi ada di sini di Mbah langganan lauk dan sayur pada saya."
"Oh gitu?"
"Iya kata si Mbah biar Mbak Dewi sehat, karena sedang hamil dan suaminya pergi berlayar."
Dan Ratna tak bisa berkata apa-apa lagi ia hanya bisa mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Ratna membawa rantang lurik berwarna hijau ke dalam, ia menuju ruang makan. Ia letakkan di meja.
"Wes makan dulu kamu sama suamimu, Nduk, sebentar lagi kamu kan balik ke Jogja."
Tiba-tiba saja suara Surati ada di belakang Ratna. Ratna berbalik dan menatap wajah lelah neneknya.
"Ini beli ke Dik Yatik, Mbah?"
"Iya, dia kan buka warung di rumahnya sama si mboknya, sudah setahunan lah, lumayan rame dan enak masakannya, dia kan sudah lulus dari sekolahnya, SMA, jadi dia bantu-bantu di warung itu."
"Dia genit ke Mas Danu, dua kali dalam sehari dia antar makanan dan dua kali sehari juga dia bergurau gak tahu tempat sama Mas Danu."
Dewi yang baru datang langsung membuka rantang yang berisi berbagai lauk dan sayur, lalu mengaturnya di meja makan, sedangkan nasi sudah siap di magic com yang ada di meja dekat kulkas.
"Yo nggak masalah to, Dik, kan mereka sama-sama lajang, kenapa kamu jadi sewot?"
Dewi menatap wajah saudaranya dengan tatapan aneh.
"Aku sewot? Nggak lah ngapain?"
"Ucapanmu tadi, coba ingat-ingat, masa itu nggak sewot? Mau genit mau nggak kan itu gak masalah, lah kamu sama Mas Danu malah lebih gawat lagi kan?"
Dewi menatap Ratna dengan marah.
"Mbak nggak merasakan kekecewaan aku pada laki-laki itu, bagaimana dia mengabaikan aku, apa aku salah jika mencari pelampiasan?"
"Salah! Karena efeknya kamu yang rugi dan kami terkena imbasnya, kamu tahu Dik? Ibu sering kambuh hipertensi dan asam lambungnya sejak kamu di sini, lalu si Mbah ini? Jangan dikira nggak mikir, semua mikir kamu, termasuk aku dan Mas Hannan ke sini ya karena kami khawatir sama kamu."
"Ya wes Ndak usah semua mikir aku! Anggap aku ngga ada!"
"Ya nggak bisa gitu, keluarga itu ibarat badan atau tubuh yang jika sakit satu bagian saja maka akan sakit seluruh badan, itu yang harus kamu pahami, jadi kamu nggak bisa hidup seenaknya!"
🔥🔥🔥
2 April 2023 (12.54)
Triple up
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top