10
"Tunggu Mbah, tunggu! Memang betul apa kata Dewi, anak itu ndak jelas anak siapa, ada dua laki-laki yang dekat sama dia, aku dan satu lagi laki-laki lain."
"Innalilahiiii kok isooo, ya Allah aku kasihan pada anakku kok kayaknya mereka nggak berhasil mendidik Dewi, makanya aku bilang sama Dewi, dia harus yakin dulu siapa laki-lakinya karena nanti efeknya ke anaknya."
"Maafkan aku, Mbah."
"Kamu juga, wong bapak ibumu wes bener mendidik kamu, Trus piye iki?"
"Masalahnya Dewi nggak mau aku nikahi, dia maunya sama laki-laki brengsek itu, Mbah."
"Halah, kamu yo brengsek. Yo wis ayo kita datangi laki-laki itu biar segera menikahi Dewi."
"Yo nggak bisa Mbah."
Surati semakin bingung.
"Ndak bisa gimana?" Suaranya mulai meninggi.
"Lah wong laki-lakinya masih punya istri kok Mbah."
"Ya Allaaah."
Dan Surati memegang keningnya yang mulai ia rasakan berat.
.
.
.
"Ratna, aku kok kepikiran si mbahmu, coba kamu sama Hannan ke sana. Beberapa kali aku telepon kok ndak diangkat, nelepon Dewi sama saja."
Ratna yang sore itu kebetulan mampir ke rumah ibunya bersama suaminya hanya mengangguk mengiyakan.
"Kalau begitu biar sekarang saja ke sana, Bu, baliknya ke sini lagi biar tidak terlalu larut malam."
"Atau kalau bisa kalian menginap saja."
"Ya ndak bisa Bu, Mas Hannan kan masuk besok ke kantor, ada meeting dengan Pak Bisma dan beberapa kepala divisi."
"Nggak papa Dik, betul saran ibu, kita nginep saja, habis subuh kita balik ke Jogja. Aku khawatir kamu kelelahan kalo langsung balik, seharian kamu di galery tadi dan kata kamu juga galery kok ya ramai." Hannan terlihat khawatir melihat wajah lelah Ratna.
"Iya wes terserah Mas saja, aku malah khawatir Mas yang capek karena pagi juga harus ngantor."
"Agak siang kok meetingnya, jadi aman."
Ratna dan Hannan bangkit lalu pamit pada Sulasmi untuk menemui nenek dan adiknya.
.
.
.
Dewi tertegun saat melihat Danu di dapur, ia berbalik karena sedang malas untuk berbicara.
"Wi, kamu ini kayak jijik kalo lihat aku, meski kamu nggak ingin aku jadi ayah dari bayimu, paling nggak kamu ingat, bahwa kita pernah melewati hari-hari manis berdua meski mungkin bagi kamu itu hal biasa tapi bagi aku akan jadi kenangan manis selamanya. Dan asal kamu ingat, kamu yang bikin aku rusak."
Dewi berbalik ia tatap mata Danu yang terlihat marah padanya.
"Kalo sudah tahu gitu kenapa Mas masih peduli sama aku? Kenapa Mas masih repot sering ke sini?"
"Karena aku dibesarkan oleh orang tua yang baik, bahwa apa yang kita lakukan harus kita pertanggungjawabkan."
"Aku nggak butuh tanggung jawab Mas."
Danu tersenyum mengejek.
"Oh, begitu apa karena laki-laki itu sudah mau bertanggung jawab? Apa istrinya sudah bilang akan melepas suaminya demi kamu?"
"Mas nggak usah mengejekku! Akan aku besarkan sendiri bayi ini tanpa ayah!"
Dewi berbalik lagi bergegas menuju kamarnya.
"Orang tua jahat kamu! Orang tua yang membebankan tingkah laku buruknya pada anak yang akan kamu lahirkan!"
Dewi tak peduli, ia terus melangkah, masuk ke kamarnya dan menutupnya dengan suara keras hingga pintu terpental dan terbuka lagi. Dewi biarkan saja, ia rebahkan badan lelahnya ke kasur, hasrat untuk makan hilang sudah gara-gara pertengkarannya dengan Danu.
Tak lama kemudian terdengar langkah pelan, mendatangi Danu yang masih berdiri di dapur, dengan cangkir berisi kopi yang asapnya sudah tak mengepul lagi.
"Ada apa lagi kalian? Aku pusing mikir Dewi, Nu, aku sudah tua, sudah tak ingin dibebani, tapi gimana wong dia cucuku, mau ndak mau yo aku pikir."
"Wes usir saja Mbah."
"Ngawur kamu! Dia mau tinggal di mana? Uang dari mana wong dia nggak kerja, meski harta bapaknya banyak kalo dia ongkang-ongkang kaki opo ya dapat uang?"
Dewi yang mendengar percakapan Danu dengan neneknya jadi merasa bersalah pada wanita renta itu. Ia tak punya tujuan lagi, di rumah neneknya ini ia merasakan ketenangan, hanya kehadiran Danu yang tak ia harapkan.
.
.
.
Hannan dan Ratna yang baru saja tiba di rumah neneknya kaget saat melihat Danu yang terlihat menyirami tanaman-tanaman di rumah neneknya, apalagi hari sudah malam. Hanya menggunakan celana pendek dan kaos tanpa lengan. Danu pun terlihat terkejut saat melihat mobil Hannan masuk ke halaman luas itu. Tak lama Hannan dan Ratna turun dari mobil, mendekati Danu yang pura-pura asik menyiram tanaman.
"Nu, di rumah siapa yang gantikan tugas kamu? Kalo kamu ada di sini bilang, jadi aku bisa memastikan semua aktivitas di sanggar baik-baaik saja."
"Maaf Bang ini mendadak, tapi sudah aku titip pesan ke Bang Edi dan kawan-kawan di sanggar, agar kalo ada apa-apa yang penting jangan menghubungi Abang, biar ke aku karena aku akan tetap tanggung jawab."
"Iya tahu, tapi aku butuh jiwa dan ragamu di sana, kalo kamu nggak bisa aku akan kasi ke yang lain."
Danu mengangguk merasa bersalah, lalu ia juga melihat Ratna yang menatapnya dengan tatapan yang tak bisa ia pahami, seolah kesal dan entah apa lagi.
"Mas Danu ngapain di sini? Bikin Mas makin sakit hati aja, Dewi toh tetap nggak mau kan sama Mas Danu? Dan yang pasti akan bikin si mbah semakin pusing, mbah sudah sepuh harusnya kalian jangan bikin beliau pusing. Dewi tak ajak kembali ke rumah, dari pada di sini makin jauh dari pengawasan kami."
"Nggak papa Dik di sini saja, biar aku yang jaga."
"Hoalah Mas, aku kasihan sama Mas Danu."
"Iya aku sadar kalo aku nggak diharapkan di sini tapi ..."
"Namanya cinta." Dan Hannan melanjutkan ucapan Danu.
🔥🔥🔥
2 April 2023 (10.45)
Double up
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top