1
"Mas."
"Opo!?"
Danu yang sedang berbicara dengan saudara ipar Dewi, Hannan yang merupakan sahabat Danu, menghentikan pembicaraannya, menoleh menatap Dewi sejenak.
"Antarkan aku ke kampus, bentar aja, kadung janjian sama dosen aku Mas."
"Sik ta, di sini loh masih sibuk, bapakmu baru dikebumikan, mbakyumu juga baru saja dinikahkan secara agama di depan jenazah romomu, kerabat masih banyak, tumben minta antar wong biasanya kayak preman pasar, berani ke mana-mana sendiri."
"Sudahlah Nu, antarkan saja, toh kamu sedang tidak sibuk. Eh iya aku mau tanya Nu, di rumahku aman kan, Nu? Maksudku semua aktivitas lancar kan? Trus kamu tidak ada yang gantikan? Kayaknya hari ini juga ada kelas puisi."
"Sudah ada yang gantikan aku di rumah Abang, hari ini tidak ada kunjungan khusus untuk melihat bagaimana proses melukis."
"Ya sudah, sana antar Dewi."
.
.
.
Dalam perjalanan menuju kampus Dewi terlihat melamun, ia diam saja.
"Kamu kenapa?"
"Kecewa aja, nanti akan aku ceritakan semua sama Mas, Mas mau kan nunggu aku di kampus? Ke kantin makan-makan ya, nggak lama kok hanya ada tugas yang belum selesai jadi sekalian aku nyerahkan ke dosen hari ini."
"Ok."
Setelah hampir satu jam, Danu melihat Dewi ke luar dari area kampus, ia tidak ke kantin kampus tapi memilih duduk di warung tempat mangkal mahasiswa yang ada di seberang kampus Dewi, ia melihat Dewi yang kebingungan dan terlihat meraih ponselnya lalu ponsel Danu berbunyi.
"Iya aku ada di seberang kampusmu, tunggu aja di situ."
Dalam perjalanan pulang Dewi malah mengajak Danu ke arah lain bukan jalan pulang ke rumahnya.
"Lah, ke mana ini?"
"Ikutin aja petunjukku."
Wajah Dewi lagi-lagi keruh. Dan saat sampai di sebuah bangunan megah Danu hanya bisa melongo.
"Aku baru tahu kalo pakde juga merambah usaha kos-kosan kayak gini Wi, mana banyak kamarnya, keren, uang ngalir terus ini. Kamu ngapain ke sini?" Dan Dewi tak menjawab pertanyaan Danu, ia sibuk dengan pikirannya hingga mau tak mau Danu mengikuti ke manapun Dewi melangkah.
Danu dan Dewi masuk ke sebuah kamar yang paling besar dan berada di depan bersebelahan dengan ruangan yang dijadikan kantor.
Berkali-kali Danu bertanya tapi Dewi tak menyahut, ia melangkah ke bagian belakang yang terlihat seperti dapur. Dewi melepas kemejanya dengan santai, mengaitkannya pada gantungan yang ada di kamar itu dan menyisakan dalaman, kaos tanpa lengan lalu menurunkan celananya hingga tersisa celana pendek, sangat pendek, Danu terbiasa melihat Dewi menggunakan celana pendek selutut di rumahnya tapi kalau ini ia benar-benar terperangah karena celana pendek Dewi benar-benar pendek dalam arti sebenarnya. Ia laki-laki normal, meski Dewi sepupunya tapi tampilan di depannya sangat tidak layak ia lihat, harusnya Dewi menggunakan baju seperti itu saat Dewi di kamar yang tak ada siapa-siapa. Danu segera mengalihkan tatapannya pada hal lain, ada beberapa bacaan yang ada di ruangan itu, tapi semuanya tak ada yang menarik hingga terdengar suara Dewi.
"Pingin minum apa Mas!" Dewi berteriak dari dapur mini yang ada di kamar itu.
"Kopi aja dah Wi, aku tak tiduran ya, capek tadi malam jagongan sama orang-orang itu sampe malam." Danu merebahkan tubuhnya ia hanya memejamkan matanya.
Tak lama Dewi datang membawa dua cangkir kopi, meletakkannya di meja kecil. Lalu duduk di sebelah Danu yang berbaring di sofa yang ada di kamar itu. Danu membuka matanya saat merasakan Dewi duduk di dekat ia berbaringm
"Kamu kok kelihatan sedih kenapa?"
Dewi hanya menggeleng lalu menyesap kopinya perlahan.
"Ingat pakde?" Danu bertanya sambil bangkit lalu meraih cangkir berisi kopi dan menyesapnya berkali-kali hingga tandas, lalu ia letakkan cangkir yang telah kosong itu.
"Cerita aja Wi, kamu kusut banget, kayaknya bukan ingat pakde deh."
Agak lama Dewi tak menyahut, ia juga menghabiskan kopinya, lalu bersandar pada sofa.
"Aku sulit jatuh cinta Mas Danu, eh sekalinya suka kok ya laki-laki itu menghamili wanita lain, dan aku dengar mereka akan menikah, wes buyar kan? Sedih gak ketulungan aku."
Danu kaget saat mendengar cerita dari Dewi, karena baru kali ini Dewi terlihat sedih hanya karena laki-laki, setahu Danu, Dewi adalah wanita yang tak ambil pusing untuk urusan yang tak penting seperti itu, kekagetannya bertambah saat melihat mata sepupunya mulai memerah seolah menahan tangis agar tidak tumpah air matanya.
"Tapi pantang bagi aku menangis meski sakit, laki-laki itu berjanji akan menikahi aku, aku kok bodoh, wong aku loh biasa gonta ganti pacar, kok kali ini ya aku percaya, aku berikan semuanya, semuanyaaa termasuk hal yang selama ini aku jaga yang harusnya aku berikan pada suamiku kelak, entah kenapa aku yakin dia yang akan jadi suamiku, kok ya ndilalah aku dikadali."
Danu mengusap rambut Dewi, Dewi merebahkan kepalanya ke dada Danu, untuk pertama kalinya Dewi merasa nyaman, sesekali ia usapkan pipinya ke dada Danu yang masih tertutup kaos. Dan entah mengapa Danu pun merasa iba, Danu merasakan Dewi yang mulai memeluknya. Erat, sangat erat.
"Lapo sedih, rugi kamu."
Dewi tengadah menegakkan badannya lalu mendorong Danu rebah di sofa. Ia tatap mata bingung Danu.
"Ka ... Kamu mau apa kamu Wi, ojo aneh-aneh, aku laki-laki normal loh?"
"Aku sedih Mas, aku kecewa."
Danu tercengang saat Dewi membuka kaos tanpa lengannya melewati kepalanya dan hanya menyisakan penutup dadanya.
"Kamu yakin apa yang kamu lakukan sekarang? Ini ... Bodoh Wi, bodoh, aku kakakmu, kakak sepupumu, ingat itu!"
Dan saat Danu akan membuka mulutnya, segera ditutup oleh ciuman Dewi yang bertubi-tubi, Danu merapatkan mulutnya, ia tak ingin Dewi menjadi kalap saat ia sedih, ia tahu kegundahan Dewi. Dewi yang tak pernah serius pada hal apapun baru kali ini ia terlihat putus asa bahkan diantara ciuman-ciuman panasnya ia merasakan tetesan air mata Dewi. Ia menangisi lukanya, dan Danu menjadi luluh, ia mengikuti permainan Dewi yang tak ia kira akan menjadi boomerang baginya kelak. Ia tak menyangka jika permainan Dewi yang ia kira hanya sebatas berciuman akhirnya membuatnya menyerah kalah pada nafsu yang kini mengusainya. Mereka diamuk rasa yang tak jelas, Dewi dengan kesedihannya dan Danu yang bingung tapi mengikuti semua permainan Dewi, ia laki-laki normal yang sulit menolak saat hal yang selama ini menjadi mimpi dalam alam erotisnya muncul utuh dan nyata tanpa ia minta.
🔥🔥🔥
26 Maret 2023 (05.21)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top