9 📌 Mengulang Akad
Setelah ayahnya meninggal, Gista hanya punya Arras tempatnya berpegang. Tumbuh sebagai anak yang kehilangan figur akan sosok ibu, menjadi alasan kenapa wanita itu tidak begitu dekat dengan sang mertua, bahkan ia tidak tahu bagaiman caranya mengambil hati ibu dari suaminya itu.
Gista tak pernah sepaham dengan pikiran ibu mertuanya. Termasuk kenapa wanita paruh baya itu ngotot sekali menentang mengulang akad antara suaminya dan Safa. Bukankah, apa yang ia lakukan ini adalah pilihan yang tepat? Gista hanya tidak ingin, di kemudian hari ada wanita yang tersakiti dan dirugikan oleh pria yang sangat ia cintai.
"Kamu perempuan yang kuat, Gista." Suara itu menyentak Gista, ia mengangkat kepala ke sumber suara.
"Tante Mira ...."
Gista tersenyum saat wanita yang ia ketahui adik kandung dari ibu mertuanya itu berdiri di depannya. Wanita yang lebih muda tujuh tahun dari ibu mertuanya itu merentangkan tangan, meminta pelukan dari Gista.
Tak ada alasan bagi Gista untuk tidak menyambut permintaan tantenya tersebut. Memeluk erat dan mengusap punggung wanita itu. Gista bersyukur, hubungan dirinya dengan keluarga ibu mertuanya baik-baik saja, pun termasuk dengan adik bungsu dari ibu mertuanya ini, Gista cukup dekat.
Wanita dengan berbalut gamis warna hijau tua itu mengurai pelukan, duduk di kursi tempat Gista tadi. Tangannya masih menggenggam jemari Gista, seolah menyalurkan energi positif.
"Tante nggak pernah paham jalan pikiran Mbak Lina. Kamu, kok, tahan jadi menantunya," ujar Tante Mira kemudian, Gista hanya menanggapi dengan senyum terlukis samar.
Menarik satu kursi lagi dan menjatuhkan bobotnya di sana, Gista menjawab, "Sudah jalan hidup Gista begini, Tante."
Di ruang tengah, pandangan Gista lekat pada satu ruangan yang tertutup. Di dalam sana, Safa sedang dirias dengan MUA pilihan Gista. Ya, semua ini Gista yang menyiapkan, termasuk konsep pernikahan yang sederhana, tapi tetap menjaga sakralnya prosesi akad. Gista hanya ingin, ada kesan yang baik bisa diingat oleh madunya itu perihal pernikahannya. Bukan seperti akad pertama yang lalu, yang hanya dihadiri oleh mertuanya dan dua orang saksi. Semua ingin Gista lakukan yang terbaik, termasuk mencari wali nikah Safa. Meskipun, akhirnya perempuan muda itu harus dinikahkan oleh wali hakim lantaran sang ayah kandung tak tahu di mana keberadaannya.
Tidak seperti ibu mertuanya, Gista lebih detail mencari tahu latar belakang madunya tersebut. Tidak hanya melihat penampilan luar dan serta merta langsung menikahkan mereka. Yang Gista dapat setelah mencari tahu hingga ke kampung halaman perempuan itu bahwasanya adalah ... Safa anak dari wanita ke dua di pernikahan siri. Sebelum kecelakaan maut yang merenggut ibu dan adiknya, tujuan Gista datang ke Jakarta untuk mencari keberadaan ayah yang sudah hampir dua belas tahun tidak menemui mereka.
"Maunya mertua kamu itu apa, sih, Gis? Pake segala minta anaknya untuk nikah lagi. Dia nggak mikir gimana posisi kamu." Tante lagi-lagi mengeluarkan pendapat yang menurutnya tak masuk di akal. "Terus, sebelumnya dia ngotot, kan, nggak mau ngulang akad? Kalau kamu nggak minta ini, mungkin tante atau keluarga yang lain nggak akan ada yang tahu, Gis. Ibu kamu itu nggak ngasih tahu kita-kita," lanjutnya dengan gerakan kepala menggeleng, sesekali membenahi letak kaca matanya yang sedikit melorot.
"Anak, Tante. Ibu mau anak dari Mas Arras." Gista menjawab dengan lugas menanggapi pertanyaan tantenya.
"Dikira kita juga nggak mau punya anak apa? Tante aja sampe sekarang masih pengin punya anak, tapi ya gimana ... udah tua, udah nggak bisa lagi."
Mungkin satu kesamaan Gista dan tantenya, sama-sama tidak memiliki buah hati di tengah pernikahan mereka, tetapi berbeda sebab. Jika tantenya benar-benar tanpa alasan apa pun, sementara Gista karena ia sendirilah yang tak menginginkan anak selama sembilan pernikahannya.
Suara derit pintu terbuka terdengar, Gista mengangkat kepala dan mengalihkan atensi ke arah sana. Arras adalah orang pertama yang keluar, pria itu tampak gagah dengan balutan jas gelap, ada peci warna senada di tangannya. Seseorang yang tadinya meriasi Safa memberi kode agar peci di tangan suaminya untuk segera dipakai, bahkan wanita itu hendak membantu Arras mengenakannya, tapi ditolak oleh pria itu.
Gista beranjak dari duduknya, meninggalkan tantenya yang masih duduk di sampingnya, bergerak mengayunkan tukai dengan pelan menghampiri sang suami. Entah kenapa, membayangkan suaminya dibantu mengenakan jas pengantin, memasang peci, dan lain sebagainya. Ada rasa tak rela dari hati kecilnya. Hanya dia yang boleh menyentuh kulit Arras, hanya dia yang boleh membantu suaminya membetulkan kemeja atau dasi sebelum berangkat kerja. Sadarkah Gista? Setelah ini, ia akan menjalani berbagi pada wanita lain perihal suaminya, termasuk itu semua.
"Sini aku bantu." Gista menawarkan diri membantu Arras. "Mas Arras badannya rendahin sedikit, aku nggak nyampe ini."
Bukannya menuruti permintaan sang istri untuk merendahkan tubuhnya, pria itu justru tak peduli jika kaki Gista sudah berjinjit maksimal, tetapi tangannya tetap saja tidak bisa menjangkau peci di atas kepala Arras yang terpasang sedikit miring.
Tubuh Gista sedikit terlonjak karena tarikan di pinggangnya. Arras memeluk tubuh Gista, wajahnya bersembunyi di ceruk leher istrinya. Suara lirih menahan tangis terdengar di telinga, tetapi tak jelas kalimat apa yang Arras ucapkan. Barulah di kalimat akhir Gista mau memahaminya.
"Maaf," kata pria itu semakin menyakitkan untuk Gista dengar.
Tidak ada balasan dari Gista perihal kalimat permintaan maaf Arras, wanita itu hanya menepuk-nepuk punggung lebar suaminya. Di tengah adegan itu, seseorang yang meriasi Safa menginterupsi mereka. Gista gegas menguraikan pelukan, ia memasang wajah setegar mungkin saat pandangannya dengan Safa beradu.
Cantik sekali perempuan yang dipilihkan mertuanya untuk jadi madunya. Safa berbalut kebaya putih, di atas kepalanya ada mahkota khas dari daerah asalnya, karsuhun. Aksesoris kepala yang beratnya mencapai dua hingga tiga kilogram itu seakan enteng di atas kepala sang pengantin wanita. Tumpukan aksesoris dengan warna keemasan dan berhiaskan juntaian melati di kiri dan kanan sisi wajahnya seakan turut memancarkan betapa suci dan sakralnya prosesi ini.
"Untuk pakaian waktu akad, kamu mau pakai apa?"
"Kalau diperbolehkan, aku punya mimpi pakai baju aesan gede, t-tapi kalau nggak boleh. Enggak apa-apa pakai kebaya biasa aja, Mbak Gista. Atau pakai gamis biasa kayak akad pertama waktu i-itu."
Gista teringat percakapannya dengan Safa saat menanyakan perihal baju yang akan mereka kenakan untuk hari ini. Gista merasa miris mendengar pengakuan wanita itu, saat akad pertama Safa hanya mengenakan gamis biasa. Ini adalah momen sekali seumur hidup, mereka hanya beruntung bisa mengulang akad. Itu sebabnya, Gista memberi kesempatan Safa mewujudkan pernikahan yang diimpikannya.
Suara lain menginterupsi, Gista membalik badan. Ternyata Tante Mira di belakangnya, memberi tahu jika kedua mempelai sudah ditunggu di ruang depan, tempat di mana prosesi akad itu akan berlangsung.
"Mas, ganti pakai ini aja, biar sama dengan istrinya."
Salah satu perias itu mengangsurkan hiasan kepala ke Arras, sebagai ganti peci yang sudah apik berada di atas kepalanya. Gista menarik senyum getir seiring gerakannya menerima aksesoris untuk Arras kenakan. Perihal baju, Arras bersikeras tidak ingin mengenakan baju adat khas Palembang tersebut. Ia hanya akan mengenakan kemeja dan jas.
Namun, bukan akan ditolak oleh suaminya yang menjadi alasan Gista tersenyum miris, melainkan kalimat yang disampaikan si perias. Istrinya, membuat Gista kembali menyadari jika sekarang suaminya memiliki istri yang lain.
Mengganti peci dengan karsuhun untuk pengantin laki-laki, aksesoris kepala berbentuk segitiga dengan nuansa perpaduan merah dan keemasan itu, Gista pasangkan dengan tulus di atas kepala suaminya.
Tangan Safa dibimbing mengait di lengan Arras, Gista bergerak mundur beberapa langkah kemudian berdiri di belakang kedua mempelai. Bohong jika ia tetap tegar, dadanya bergemuruh hebat seiring langkah Arras dan Safa menuju ke ruang depan menemui sang penghulu. Ia menyeka kelopak mata bawahnya, butiran bening itu lebur karena dipaksa enyah dari sana.
Gista mengantarkan Arras hanya sampai pintu penghubung ruang tengah dan depan. Kedua mempelai itu tidak duduk berdampingan, ada jarak sekian meter yang terbentang di antara mereka. Dari pintu penghubung ia berdiri dengan tatapan sayu memperhatikan segala pergerakan pria itu.
Tidak ada wanita yang benar-benar kuat berada di titik seperti Gista. Menyaksikan suaminya duduk berhadapan dengan sang penghulu, berjabat tangan mengikrarkan janji suci, tetapi nama Safaniyah Nur Salamah yang disebut, bukan dirinya. Wanita lain yang nanti akan ada di antara mereka.
Gista menggigit bibir bawahnya seiring dengan suara sah dari pada saksi pernikahan. Disusul dengan kalimat tahmid yang menggema menghiasi ruang depan. Remuk lebam, biarkan dia sendiri yang rasa. Mungkin ini adalah cara Gista menebus kesalahannya pada sembilan tahun pernikahannya bersama Arras, termasuk harus rela dipoligami.
Tanjung Enim, 4 Juli 2023
RinBee 🐝
Ada yang mau disampaikan untuk Gista?
Tolong komennya yang kenceng ya, Bestie semua. Biar aku semangat update. Komen spam next juga gpp 🤭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top