3 📌 Gista ... kista?

Gista duduk di kursi tamu, berhadapan dengan sang sahabat yang masih sibuk dengan layar laptop yang menyala. Setelah melakukan pemeriksaan tadi, sejujurnya sempat ada kekhawatiran perihal pertanyaan sahabatnya sebelum mengakhiri pemeriksaan tadi.

Ia seorang dokter, tentu tahu kondisi tubuh seorang wanita dan faktor apa  yang dapat menghalangi terjadinya kehamilan. Salah satunya, yaitu kista ovarium. Pasalnya, banyak anggapan yang mengatakan bahwa kista ovarium menjadi penyebab ketidaksuburan dan sulit hamil pada seorang wanita.

Namun, Nindya mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hal itu tidaklah sepenuhnya benar. Faktanya, tidak semua jenis kista ovarium menjadi penyebab wanita sulit hamil. Jenis Kista fungsional, kistadenoma, dan kista dermoid biasanya tidak memengaruhi kesuburan pada seorang wanita. Namun, berbanding dengan kista yang disebabkan oleh endometriosis dan sindrom ovarium, jenis inilah yang bisa penyebab wanita susah hamil. 

"Ngomong aja, Gis. Apa yang masih mengganjal di hati kamu."

Nindya memang sahabat terbaik, ia paham bagaimana Gista. Sejujurnya, benar ada yang masih mengganjal, istri dari Arrasyah itu hanya ingin memastikan perihal penyakit yang tadi sempat Nindya sebutkan tadi. Gista tak ingin dalam prosesnya nanti harus terhambat dengan kondisi yang tak baik dalam tubuhnya.

"Dari pemeriksaan tadi ... beneran nggak ada kista, kan, Nin? Serviks juga aman, kan?" Gista membawa rambutnya yang menutupi wajah dan menyelipkannya ke belakang telinga. "A-aku bukan nggak percaya sama pemeriksaan kamu, tapi sedikit parno aja. Tahu sendiri, kan, gimana penyakit-penyakit itu bagi kita."

Nindya mengambil kertas persegi berwarna hitam. Mengansurkannya ke depan Gista, dokter kandungan itu menunjuk pada satu bagian dari hasil USG Gista tadi.

"Ini hasil pemeriksaan kamu tadi. Kamu lihat ini?" Nindya membuat lingkaran pada bagian yang ia tunjuk menggunakan ujung pena. "Aman, kok. Nggak ada Gista di sini—" Nindya seketika terdiam sejenak menyadari ada yang salah dalam menyebutkan kata.

"Loh? Kenapa malah Gista, sih. Maksudnya kista. Tuh, kan, aku jadi bingung Gista ... kista."

Persekian detik kemudian dua wanita itu tergelak. Dari salah pengucapan kata setidaknya membuat suasana ruangan ini tidak begitu tegang. Nindya mendorong kertas USG lebih mendekat ke Gista, tubuhnya sedikit mencondong ke depan. Ia kembali menjelaskan bagian-bagian yang ia tunjuk.

"Cuma ada sedikit penebalan dinding rahim sekitar dua milimeter di sini, tapi it's okey. Penebal dinding rahim lima sampai tujuh milimeter itu normal. Biasanya dinding rahim akan menebal setiap siklus menstruasi karena ini berfungsi menyiapkan rahim untuk kehamilan, tapi kalau nggak hamil akan luruh saat menstruasi."

Gista menarik senyum lega. Lagi pula apa yang Gista khawatirkan? Toh, sesuai pemeriksaan tadi Nindya hanya bertanya, apakah Gista punya riwayat kista atau tidak. Hasil pemeriksaan yang sahabatnya jelaskan pun, tidak adanya penyakit itu dalam ovarium atau indung telur milik Gista.

Harusnya Gista menyiapkan tubuh dan mentalnya agar lebih baik, bukan justru menambah pikiran dengan perihal yang tidak terjadi tersebut.

"Kamu, kan, tahu usia kita udah nggak muda lagi, Nin. Aku paham, tingkat kesuburan kita sebagai perempuan pun sudah mulai menurun. Aku cuma takut kalau ternyata ada sesuatu yang menghambat nantinya, dan itu dari aku."

Sahabat dari Gista itu meraih tangannya, menepuk-nepuk singkat isyarat akan memberi dukungan penenang. "Kamu nggak perlu khawatir, semua baik-baik aja dan sehat."

Nindya beranjak dari kursi kebesarannya hanya untuk memberi semangat pada sahabatnya. Usapan di punggung Gista terasa sedikit menenangkan.

"Aku nggak bisa memastikan berapa persen keberhasilan kamu. Kita berikhtiar dulu, ya. Kita nggak tahu rencana Allah seperti apa. Banyakin doa, ya. Minta sama yang di atas semoga diperlancar semua, semoga nanti akan lahir anak-anak yang soleh dan solehah dari Mama Gista."

"Amin, ya Allah. Makasih, ya, Nin."

Gista menarik senyum, berdoa dalam hati semoga ia menjadi salah satu orang yang beruntung tersebut. Gerakan tangannya membalas mengusap lengan sang sahabat di depan dadanya. Ia merasa bahagia bisa mengenal sosok Nindya.

Apa pun hasilnya nanti. Aku mau nyoba dulu. Semoga Allah berbaik hati dengan aku, ya.

Nindya mengangguk, tersenyum dengan sorot mata yang menggambarkan betapa ia sangat menyayangi sahabatnya ini. Ia paham bagaimana keadaan Gista selama sembilan tahun pernikahannya. Pasti sangat sulit dibayangi ketakutan yang datangnya dari orang terdekat.

Wanita yang Gista tunjuk sebagai obgyn-nya itu kembali duduk ke kursinya, bergelut dengan secarik kertas dan jemarinya lincah mengetikkan sesuatu pada keyboard komputernya.

"Mau coba inseminasi dulu nggak? Sebelum bayi tabung." Nindya mengalihkan atensi ke wajah Gista, menawarkan satu tindakan.

Bulan lalu, Gista dan suaminya sudah berkonsultasi perihal program kehamilan yang akan mereka pilih. Memang, pasutri itu belum menentukan final program bayi tabung yang mereka pilih. Namun, banyak sedikitnya mereka telah mencari tahu informasi tentang program kehamilan yang satu ini. Terlebih lagi, tingkat keberhasilan yang lebih tinggilah yang mereka harapkan.

"Aku pernah dengar, inseminasi banyak jadi pilihan promil. Prosedurnya apakah berbeda dengan bayi tabung?"

"Secara umum, hampir mirip dengan  bayi tabung. Sama-sama mempertemukan sperma dan sel telur. Hanya saja, jika inseminasi pembuahan terjadi di dalam rahim ibu, tetapi berbanding terbalik dengan bayi tabung, pembuahan akan terjadi di luar tubuh."

Gista mengangguk paham, meskipun tidak berprofesi sebagai seorang obgyn, setidaknya ia pernah mendengar dan membaca tentang dua prosedur program kehamilan itu. Nindya menjelaskan detail tentang program yang satu ini, bahkan wanita itu membalik layar laptopnya untuk memperlihatkan pada Gista tentang proses pelaksanaan inseminasi yang pernah Nindya lakukan pada pasiennya yang telah berhasil mendapatkan buah hati. Pun termasuk dengan kemungkinan negatifnya. Nindya menjelaskan, program ini tidak serta merta pasti semuanya berhasil, ada yang butuh dua sampai tiga kali percobaan, dan banyak pula yang langsung berhasil dalam satu kali percobaan.

"Baiklah, Ibu Gista ini kunjungan kamu ke tiga. Dua minggu lagi datang ke sini dengan suami, ya. Kalau bersedia, kita bisa langsung mulai prosesnya dengan pemeriksaan suaminya. Atau kalau suaminya mau konsultasi dulu juga nggak apa-apa. Hari ini aku resepkan obat penyubur seperti biasa."

Nindy menarik secarik kertas resep. Tangannya lincah menuliskan resep untuk sang sahabat. Nasihat seperti menjaga kesehatan dan menghindari pemicu stres menjadi pelengkap celotehan Nidya sembari menulis resep. Selesai dengan itu, ia mengangsurkan ke hadapan Gista.

Menggunakan ujung boilpoinnya Nindya menunjuk tulisan pada kertas berwarna putih yang ia tulis tadi. "Clomiphene citrate dimulai hari ke lima menstruasi. Jangan lupa diminum rutin, kalau ada apa-apa cepat hubungi aku. Jangan lupa dua minggu lagi ke sini ajak suami kamu. Awas aja kalau nggak balik lagi ke sini. Aku yang akan datangi rumah kamu."

Gista tersenyum samar mendengar penuturan yang Nindya sampaikan beberapa saat lalu. Belum lagi ancaman yang diberikan wanita itu padanya. Gista tahu itu sebagai bentuk betapa sahabatnya sangat mendukung keputusannya kali ini. Sesuai yang Nindya katakan, pertemuannya kali ini telah selesai. Dua minggu lagi ia harus kembali bersama suaminya.

Mengayunkan tungkai saat dentang di atas kepala dan diiringi terbukanya pintu di hadapannya, Gista keluar membawa selembar kertas di tangannya menuju apotek di lantai bawah. Sekilas ia membaca barisan obat-obatan pelengkap yang harus ia tebus, bukan hanya untuknya, bahkan untuk suaminya pun sudah Nindya resepkan juga.

Itu ibu. Ibu sakit? Gista menyipitkan matanya saat sosok yang ia kenal tertangkap netranya.
.


.
.
.
Tanjung Enim, 09 Mei 2023

Yeeey, akhirnya berhasil di up juga ini bab. Dari tadi sudah banget 😭

Coba spam Emoticon untuk aku karena sudah berhasil mempublikasikan bab ini.

Di sini, ya 👇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top